Langgam.id - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sicincin, Kabupaten Padang Pariaman mencatat suhu di Kota Padang semakin panas setiap tahunnya. Hal itu disebabkan semakin tingginya angka pengguna kendaraan bermotor.
Selain itu, meningkatnya suhu di Kota Padang juga disebabkan pembukaan lahan. "Ada pergeseran pola suhu ke arah yang lebih panas, dihitung sejak 15 tahun terakhir. Selain angka pengguna kendaraan bermotor meningkat, juga dipengaruhi adanya pembukaan lahan," ujar Sugeng Nugroho, Peneliti BMKG Sicincin saat diskusi publik menjelang debat capres dan cawapres yang diselenggarakan Walhi Sumbar di Kubik Coffe, Padang, Jumat (15/02/2019) malam.
Jadi, kata Sugeng, agar suhu tidak semakin panas, harus ada komitmen untuk menjaga lingkungan, baik dari pemerintah setempat ataupun masyarakat. "Kita bisa mencegah dengan menjaga lingkungan seperti penghutanan kembali oleh pemerintah. Namun, masyarakat secara global juga harus bisa melakukan hal yang sama, kalau kita saja yang melakukan, maka akan sulit jadinya, responnya harus secara global," jelas Sugeng.
Menurut Sugeng, dalam rentang waktu 1982 hingga 2000, tercatat suhu yang sering muncul rata-rata 25 hingga 25,5 derajat celsius, sedangkan sejak 2000 hingga 2015, tercatat suhu yang sering muncul rata-rata 26 sampai 26,5 derajat celcius.
Selain itu, Sugeng juga menyebutkan adanya penurunan debit air di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sejak 1970 hingga 2013, curah hujan mengalami penurunan, sehingga mempengaruhi penurunan debit air. "Seluruh DAS di Kota Padang mengalami penurunan, terutama Sungai Kuranji dan Air Dingin. Kalau kita perhatikan, maka sudah semakin terlihat bebatuan di sungai itu," jelasnya.
Mengatisipasi hal itu, Sugeng menyarankan agar tidak menebang pohon sembarangan dan harus ada komitmen untuk menjaga lingkungan. "Pohon akan menyimpan air. Jadi, agar tidak terjadi kekeringan di musim kemarau, usahakan untuk menanam kembali pohon di sekitar DAS dan yang paling utama di hulu sungai," ungkapnya.
Sugeng menilai, hingga saat ini masyarakat Sumatra Barat masih beruntung, karena daerah hulu sungainya masih baik. Sehingga, tidak menyebabkan kekeringan ketika kemarau. Namun, itu harus tetap dijaga. "Kita tidak tahu dalam rentang waktu 20 atau 50 tahun lagi bagiamana keadaannya. Kita harus selalu memperhatikan lingkungan serta menjaganya. Lalu, pro aktif untuk mendapatkan informasi terkait perubahan iklim," jelas Sugeng.
Tidak hanya itu, Sugeng juga menyarankan agar pemerintah setempat mengabil kebijakan dalam mengatur infrastruktur air, katanya. (Rahmadi/FZ)