LANGGAM.ID -- Lambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat pada kuartal II 2025 yaitu 3,94 persen, terendah di Sumatra dipicu oleh beberapa faktor. Salah satunya, eksekusi program pemerintah daerah yang kurang gesit dibandingkan provinsi lain.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumatra di atas 4 persen pada triwulan II/2025. Kepulauan Riau menjadi yang tertinggi sebesar 7,14 persen, Sumatra Selatan 5,42 persen, Lampung 5,09 persen Jambi 4,99 persen, Bengkulu 4,99 persen, Aceh 4,82 persen, Sumatra Utara 4,69 persen, Riau 4,59 persen, Bangka Belitung 4,09 persen dan Sumbar dengan 3,94 persen.
Guru besar ekonomi Universitas Andalas Profesor Syafruddin Karimi menilai provinsi tetangga lebih mendorong proyek fisik dan agenda event yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. "Sumbar kalah cepat eksekusi sehingga pertumbuhan ekonomi melambat," ujarnya, Selasa (23/9/2025).
Di samping itu, kata Syafruddin Karimi motor permintaan domestik belum bertenaga penuh sehingga, serapan belanja pemerintah turut melambat. Kondisi sektor konstruksi atau pun investasi juga terlihat datar sehingga efek pengganda mengecil.
Ia juga menyoroti, lonjakan impor sebagai komponen pengurang PDRB memperdalam pelemahan karena dana belanja bocor ke luar daerah. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Sumbar terendah di Sumatra.
"Basis industri pengolahan masih sempit, pariwisata belum bertransformasi menjadi ekonomi acara sepanjang tahun, dan logistik pangan dingin belum merata," katanya.
Pemprov Sumbar, sambung Syafruddin Karimi juga harus memperhatikan daya beli masyarakat yang melemah karena akan menekan komponen konsumsi rumah tangga, yang porsinya terbesar dalam Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB.
Ia menjelaskan, saat pendapatan riil rumah tangga tidak naik seiring meningkatnya biaya hidup akan berdampak pada berkurangnya belanja non-pokok dan omset pelaku usaha kecil menurun. Efeknya stok barang menumpuk, rekrutmen tertunda, dan perputaran ekonomi di pasar daerah melambat.
"Kondisi ini menjadi salah satu pemicu pertumbuhan Sumbar yang lebih rendah karena mesin konsumsi hilang tenaganya," katanya.
Menurut Syafruddin Karimi, Pemprov Sumbar perlu untuk mendorong belanja APBD untuk proyek padat karya dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Kemudian dukungan pembiayaan berbasis arus kas untuk UMKM agar sisi produksi dan permintaan lokal bergerak serentak.
Di sisi lain, Syafruddin menyebutkan perlu adanya percepatan perizinan ekspansi pelaku usaha yang sudah berjalan, kurasi kalender event lintas kabupaten/kota sehingga bisa menggerakkan ekonomi daerah.
Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk memacu daya beli masyarakat secara terarah melalui program padat karya yang cepat cair, perluasan bantuan bersyarat untuk kelompok rentan, serta kampanye belanja produk lokal yang dikaitkan dengan pengadaan pemerintah dan BUMD. (fx)