Dari Sosialisasi ke Partisipasi: Ujian Kepemimpinan Sumbar

Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.

Prof Dr Syafruddin Karimi SE MA (Foto: ist)

Pembangunan di Sumatera Barat sering kali mengalami hambatan bukan hanya karena faktor teknis, tetapi juga karena kesalahan paradigma dalam kepemimpinan daerah. Salah satu kekeliruan yang terus berulang adalah menyamakan sosialisasi dengan partisipasi. Banyak kebijakan yang dijalankan tanpa keterlibatan nyata dari masyarakat, tetapi ketika muncul resistensi, jawaban yang diberikan adalah "sosialisasi sudah dilakukan".

Kepemimpinan yang efektif tidak cukup hanya dengan menginformasikan kebijakan, tetapi harus memastikan bahwa masyarakat benar-benar dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Inilah ujian besar bagi kepemimpinan di Sumbar: mampukah mereka menggeser pola pikir dari sekadar sosialisasi ke partisipasi yang sesungguhnya?

Sosialisasi Bukan Partisipasi

Sosialisasi hanya bersifat satu arah, di mana pemerintah menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang kebijakan yang telah mereka putuskan. Masyarakat hanya menjadi pendengar, bukan pengambil keputusan.

Sebaliknya, partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses perumusan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan. Ketika kebijakan disusun tanpa mempertimbangkan masukan dan kondisi nyata di lapangan, sering kali muncul penolakan dari masyarakat. Ini bukan sekadar bentuk perlawanan, tetapi akibat dari ketidakhadiran masyarakat dalam pengambilan keputusan sejak awal.

Di Sumbar, sudah banyak contoh kebijakan yang gagal karena kurangnya partisipasi masyarakat. Program pembangunan sering ditolak karena masyarakat merasa tidak pernah diajak berdiskusi. Sayangnya, ketika resistensi terjadi, pemerintah justru menyalahkan kurangnya pemahaman masyarakat tanpa mengevaluasi pendekatan mereka sendiri.

Dampak Buruk Sosialisasi Tanpa Partisipasi

Mengandalkan sosialisasi saja tanpa partisipasi memiliki konsekuensi serius terhadap pembangunan daerah.

  1. Penolakan dan Resistensi yang Berulang
    Ketika masyarakat merasa kebijakan hanya dipaksakan kepada mereka tanpa keterlibatan langsung, reaksi yang muncul adalah penolakan. Ini tidak hanya memperlambat pembangunan, tetapi juga membuat masyarakat semakin skeptis terhadap pemerintah.
  2. Kebijakan yang Tidak Sesuai Kebutuhan Rakyat
    Banyak kebijakan yang dibuat dengan pendekatan birokratis tanpa memahami kebutuhan dan realitas masyarakat. Akibatnya, kebijakan yang sudah disahkan sering kali tidak efektif atau tidak relevan, sehingga membuang anggaran tanpa manfaat yang jelas.
  3. Turunnya Kepercayaan Publik terhadap Pemerintah
    Masyarakat ingin dilibatkan dalam pembangunan daerah. Ketika mereka terus-menerus diabaikan, kepercayaan terhadap pemerintah semakin menurun. Akibatnya, partisipasi publik dalam program-program pembangunan akan semakin minim karena mereka merasa suara mereka tidak berharga.

Bagaimana Kepemimpinan Sumbar Harus Berubah?

Untuk mengatasi masalah ini, kepemimpinan di Sumbar harus mengubah pendekatan mereka dalam menjalankan pemerintahan.

  1. Mengubah Pola Komunikasi dari Satu Arah ke Dialog
    Pemerintah tidak boleh hanya datang ke masyarakat dengan memberikan ceramah panjang tentang kebijakan. Sebaliknya, mereka harus mendengar, memahami, dan menyesuaikan kebijakan berdasarkan masukan masyarakat.
    Forum diskusi, konsultasi publik, dan dialog dua arah harus diperkuat. Dengan begitu, masyarakat merasa bahwa aspirasi mereka benar-benar diperhitungkan dalam kebijakan yang diambil.
  2. Menerapkan Model "Kebijakan dari Bawah ke Atas"
    Banyak kebijakan di Sumbar masih dibuat dengan pendekatan top-down, di mana keputusan sepenuhnya berada di tangan pemerintah, lalu masyarakat hanya diberi tahu. Model ini harus diubah menjadi pendekatan "bottom-up", di mana inisiatif dan ide pembangunan berasal dari masyarakat sendiri, kemudian pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan regulator.
  3. Membangun Mekanisme Partisipasi yang Terstruktur
    Partisipasi masyarakat tidak bisa hanya bergantung pada pertemuan sporadis atau diskusi informal. Pemerintah harus membuat sistem yang jelas dan terstruktur, seperti:
    • Musyawarah publik berkala untuk membahas kebijakan yang akan dijalankan.
    • Dewan partisipatif masyarakat yang bisa memberikan masukan terhadap kebijakan daerah.
    • Pemanfaatan teknologi digital untuk membuka akses lebih luas bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi mereka.
  4. Menghilangkan Mentalitas "Sosialisasi Sudah Dilakukan"
    Setiap kali muncul penolakan masyarakat, respons standar yang sering diberikan pemerintah adalah "sosialisasi sudah dilakukan". Pernyataan ini menunjukkan kegagalan dalam memahami arti partisipasi. Pemimpin daerah harus menyadari bahwa sosialisasi hanyalah tahap awal, bukan akhir dari keterlibatan masyarakat dalam kebijakan publik.
    Sosialisasi harus diikuti dengan mendengar, berdiskusi, dan bernegosiasi dengan masyarakat agar kebijakan yang dibuat memiliki legitimasi yang lebih kuat.

Kesimpulan: Partisipasi adalah Kunci Keberhasilan Pembangunan

Pembangunan di Sumbar tidak akan berhasil jika pemerintah terus mengandalkan sosialisasi tanpa membangun partisipasi yang nyata. Pemimpin daerah harus berani mengubah pola pikir mereka, dari sekadar memberi informasi menjadi benar-benar melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Jika paradigma kepemimpinan tidak segera berubah, pembangunan di Sumbar akan terus terhambat oleh resistensi masyarakat, kebijakan yang tidak tepat sasaran, dan menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Sumbar membutuhkan pemimpin yang tidak hanya berbicara, tetapi juga mendengar. Tidak hanya mengajak, tetapi juga melibatkan. Jika kepemimpinan daerah benar-benar memahami dan menerapkan prinsip partisipasi, pembangunan di Sumbar akan lebih inklusif, lebih efisien, dan lebih berkelanjutan.

*Penulis: Prof. Dr. Syafruddin Karimi (Dosen Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas)

Tag:

Baca Juga

Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Dampak Global Proteksionisme Trump: Ancaman bagi Stabilitas Ekonomi Dunia
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Mengapa Pasar Mulai Tenang?
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Fluktuasi Rupiah dan Modal Asing Kabur: Pemerintah Harus Bertindak!
Kita Mulai dengan Bismillah
Kita Mulai dengan Bismillah
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Kabur Aja Dulu: Pilihan Bukan Pilihan
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Efisiensi Anggaran: Strategi atau Ancaman bagi Pertumbuhan Ekonomi?