Langgam.id—Realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Sumatra Barat (Sumbar) dalam dua tahun terakhir meeupakan yang terendah dari 10 provinsi di Sumatera.
Pengamat menilai rendahnya investasi ini sangat dipengaruhi oleh kinerja kepala daerah, terutama gubernur.
Pengamat ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menilai bahwa rendahnya nilai investasi PMDN Sumbar daripada provinsi-provinsi lain di Sumatera dipengaruhi oleh kinerja kepala daerah.
Menurutnya, kinerja kepala daerah, terutama gubernur, dalam mendatangkan investasi sangat berpengaruh karena hal itu bergantung pada strategi kepala daerah dalam mendatangkan investasi, strategi membangun regulasi yang cocok untuk investor, dan strategi mempromosikan daerah.
“Kita membutuhkan gubernur yang serius dan berniat menyelesaikan masalah. Salah satu masalah Sumbar ialah punya angkatan kerja yang cukup besar seperti daerah lain. Untuk menyerap angkatan kerja yang besar itu, dibutuhkan investasi," katanya, Senin (25/11/2024).
Menurutnya, pemerintah daerah hanya mampu menyerap sebagian kecil angkatan kerja, seperti menjadi PNS. "Karena lapangan pekerjaan sedikit, ada orang yang mau menjadi pegawai honorer dengan gaji minimal Rp300 ribu sebulan. Agar banyak lapangan pekerjaan, dibutuhkan peran pihak swasta untuk menanamkan investasi baru atau melakukan ekspansi bisnis dari investasi lama,” tuturnya.
Ronny mengatakan bahwa kalau ingin serius menyelesaikan masalah, gubernur akan berpikir mendalam untuk mendatangkan investasi dan bagaimana merekonstruksi regulasi di daerahnya agar lebih ramah bisnis. Ia menyebut bahwa gubernur akan mengambil beberapa strategi untuk mendatangkan investor baru, mulai dari promosi daerah, membenahi tingkat daya saing daerah dari sisi investasi.
"Gubernur tidak harus orang yang entrepreneurship-nya tinggi, tetapi berniat untuk menyelesaikan masalah, terutama pertumbuhan ekonomi dan rendahnya investasi. Kalau gubernur punya niat untuk menyelesaikan masalah, dia pasti punya strategi dan mencari cara untuk menyelsaikan masalah itu, salah satunya dengan mendatangkan banyak investasi,” ucapnya.
Meskipun begitu, Ronny mengakui bahwa gubernur berlatar belakang pengusaha memiliki keunggulan daripada gubernur yang berlatar belakang pejabat pemerintah. Ia berpendapat bahwa pengusaha paham cara mendatangkan investor, paham cara bermitra dengan investor, dan paham menggunakan bahasa yang tepat untuk berkomunikasi dengan investor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), provinsi dengan nilai investasi PMDN tertinggi di Sumatra pada 2023 ialah Riau, sedangkan yang terendah ialah Sumbar.
Berikut ini data lengkap nilai investasi pada sepuluh provinsi di Sumatera pada 2023 yaitu Riau Rp48,2 triliun, Sumatera Selatan Rp25,6 triliun, Sumatera Utara Rp21,5 triliun, Jambi Rp8,9 triliun, Kepulauan Riau Rp8,8 triliun, Aceh Rp8,8 triliun, Bangka Belitung Rp7,9 triliun, Lampung Rp7,6 triliun, Bengkulu Rp7,2 triliun, dan Sumbar Rp4,4 triliun.
Pada 2022, Riau juga menjadi provinsi dengan nilai investasi PMDN tertinggi di Sumatera, dan Sumbar juga menjadi dengan nilai investasi PMDN terendah di Sumatera. BPS mencatat pada 2022 nilai investasi PMDN Riau sebanyak Rp43 triliun, Sumatera Selatan Rp23,5 triliun, Sumatera Utara Rp22,7 triliun, Jambi Rp8,8 triliun, Bengkulu Rp6,9 triliun, Bangka Belitung Rp6,3 triliun, Lampung Rp5,8 triliun, Kepulauan Riau Rp4,8 triliun, Aceh Rp4,4 triliun, dan Sumbar Rp2,5 triliun.
Adapun pada 2021, nilai investasi PMDN Sumbar nomor dua terendah di Sumatera, sedangkan Riau yang tertinggi di Sumatera. BPS mencatat pada 2021 nilai investasi PMDN Riau sebanyak Rp24,9 triliun, Sumatera Utara Rp18,4 triliun, Sumatera Selatan Rp16,2 triliun, Lampung Rp10,5 triliun, Kepulauan Riau Rp9,7 triliun, Aceh Rp7,9 triliun, Jambi Rp6,2 triliun, Bengkulu Rp4,9 triliun, Sumbar Rp4,1 triliun, dan Bangka Belitung Rp3,6 triliun.
Ronny menambahkan bahwa rendahnya nilai investasi PMDN Sumbar mengakibatkan tingginya tingkat pengangguran terbuka di daerah itu.
Menurut data BPS, tingkat pengangguran terbuka Sumbar per Februari 2024 merupakan yang tertinggi nomor dua di Sumatera, yaitu 5,79 persen. Sementara itu, pada 2023 BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka Sumbar tertinggi nomor tiga di Sumatera, yaitu 5,94 persen (Agustus) dan 5,90 persen (Februari). Adapun pada 2022 tingkat pengangguran terbuka Sumbar nomor dua tertinggi di Sumatera, yaitu 6,28 persen (Agustus) dan 6,17 persen (Februari).
Ronny menganggap wajar tingkat pengangguran terbuka Sumbar pada 2024 tertinggi nomor dua di Sumatera karena nilai investasi PMDM Sumbar pada 2023 terendah di Sumatera. Ia menyebut bahwa satu-satunya cara agar banyak tenaga kerja Sumbar yang terserap ialah mendatangkan investasi sebanyak-banyaknya.
“Angkatan kerja kita hampir 60 persen berada di sektor informal. Makanya, begitu penting investasi. Kalau pemerintah daerah ingin membuka banyak lapangan pekerjaan, jalan satu-satunya ialah investasi,” tuturnya. (*/Fs)