Langgam.id - Tuntutan pencabutan remisi untuk pembunuh Jurnalis Anak Agung Prabangsa mendapat respons pemerintah. Namun, desakan yang bergulir dari Aliansi Jurnalis Independen serta komunitas pers dan masyarakat sipil itu, masih menunggu sikap Presiden.
"Kami tinggal menunggu realisasi lebih lanjutnya, yaitu presiden menandatangani kepres pencabutan remisi terhadap Susrama," kata Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan dalam siaran pers, Jumat (8/2/2019) malam.
Sebelumnya, pada Jumat siang, AJI menyerahkan petisi online pencabutan remisi terhadap Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali AA Prabangsa kepada pemerintah.
Petisi online tersebut diterima Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Sri Puguh Utami, di Kantornya di Jalan Veteran Jakarta Pusat.
Petisi online melalui Change.org itu digalang AJI sejak 27 Januari 2019 lalu. Hingga Kamis 7 Februari 2019, jumlah yang memberi dukungan sebanyak 48.000.
Selain petisi online, delegasi AJI bersama LBH Jakarta, YLBHI, LBH Pers itu menyerahkan surat keberatan dan meminta presiden Joko Widodo mencabut remisi terpidana Susrama yang berasal dari 36 AJI kota, dan 8 surat dari LBH Pers, YLBHI dan International Federations of Journalist (IFJ).
Dalam pertemuan itu Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo dan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly memperhatikan dan merespon keberatan dari AJI dan berbagai lembaga yang menolak remisi Susrama.
Menurut Sri Puguh, dengan adanya keberatan itu Menteri Hukum meminta Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk melakukan kajian terhadap keppres remisi tersebut.
Selain melakukan kajian, kata Sri Puguh, Kementerian Hukum juga mengundang akademisi dari berbagai kampus untuk memberi masukan soal Keppres remisi tersebut dan apa saja argumentasi jika memang perlu dilakukan revisi.
Menteri Hukum juga menugaskan Sri Puguh untuk datang ke Bali bertemu dengan AJI Denpasar dan berbagai lembaga yang mempersoalkan remisi tersebut.
Berbagai masukan itu kemudian menjadi dasar Kementerian Hukum berkirim surat ke Sekretariat Negara dan merekomendasikan pencabutan Keppres remisi terhadap Susrama pada 4 Februari lalu.
Dalam pertemuan itu Sri Puguh juga menyampaikan bahwa draft Keppres pencabutan remisi Susrama sudah siap, tinggal ditandatangani presiden.
AJI menyambut baik langkah Kementerian Hukum dan HAM yang menunjukkan sikap responsif, mendengarkan aspirasi AJI dan komunitas pers, dengan melakukan langkah nyata untuk mencabut remisi terhadap Susrama itu. Dengan demikian, AJI tinggal menunggu realisasi dari presiden.
Abdul Manan mengatakan, AJI punya kepedulian besar supaya pelaku kekerasan terhadap wartawan diadili dan dihukum secara layak agar memberi efek jera.
“Sikap kami tidak ada hubungan dengan politik. Kami hanya berharap ada penegakan hukum yang adil dan pantas bagi pelaku kekerasan jurnalis, sebagai salah satu upaya untuk melindungi dan membela kemerdekaan pers," katanya.
Pemberian remisi bagi pelaku kekerasan terhadap jurnalis, menurutnya,merupakan sikap yang tidak berpihak kepada pers.
Sebelumnya, protes dari AJI dilakukan di lebih 30 kota di Indonesia dalam bentuk demonstrasi dan diskusi. Di Sumatra Barat, AJI Padang menggelar diskusi publik bertema ‘Mempertanyakan Remisi Pembunuh Jurnalis’ pada Kamis (24/1/2019).
Hasil diskusi tersebut menilai, pembunuhan berencana terhadap jurnalis tidak bisa dipandang sebagai kejahatan biasa. Hal ini adalah kejahatan serius, bahkan masuk kategori kejahatan terhadap hak asasi manusia.
Karena itu, pemberian grasi dan remisi serta segala bentuk peringanan hukuman terhadap pelaku kejahatan ini, tidak bisa menggunakan perspektif kejahatan biasa, sebagaimana yang termuat dalam KUHP saja.
Dengan demikian, Keppres tentang remisi No.29 Tahun 2018, yang salah satunya diberikan Presiden Joko Widodo kepada I Nyoman Susrama, terpidana seumur hidup kasus pembunuhan berencana terhadap Jurnalis Radar Bali Anak Agung Prabangsa pada 2009, mesti direvisi. (HM)