Langgam.id – Ribuan warga memadati Stasiun Kereta Api Sumpur yang terletak di Jorong Kapuah, Nagari Tanjuang Barulak, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat ,untuk merayakan malam puncak Panggung Budaya Rakyat Galanggang Arang #6 selama dua hari berturut-turut, 30-31 Juli 2024. Malam-malam perhelatan Gelanggang Arang, kehangatan dan kekayaan budaya Tanjuang Barulak dipamerkan melalui berbagai pertunjukan tradisional anak nagari.
Pertunjukan dimulai dengan kolaborasi dinamis antara Tambua Tansa SDN 02 Tanjuang Barulak dan Tapak Suci Ponpes Diniyah Tanjuang Barulak. Kemudian dilanjutkan dengan Salawaik Dulang dan Salawaik Barzanji dari MTI Tanjuang Barulak, Garak Garik Pareso dan Tari Pacah Piring dari Sanggar Seni Riak Sumpu, serta Randai oleh Komunitas Guguak Carano.
"Selama dua hari ini, ratusan penampil dari anak nagari Tanjuang Barulak akan memperkenalkan tradisi budaya kita kepada para pengunjung," ujar Doni Afriko, Wali Nagari Tanjuang Barulak.
Menurut Doni, ada sekitar 50 orang dari berbagai organisasi masyarakat yang bekerja keras untuk menyukseskan acara ini. Mereka berasal dari organisasi masyarakat di nagari mulai dari Tigo Tungku Sajarangan, Bundo Kanduang, Jorong, PKK, Daya Desa, LPM, Linmas, dan pemuda.
"Kami juga mendapat sekitar 50 karangan bunga sebagai ucapan selamat atas terselenggaranya Galanggang Arang #6 Tanah Datar," tambahnya.
Tradisi dan Warisan Budaya Tak Benda Dunia
Hari pertama puncak Galanggang Arang #6, Selasa (30/7/2024), dimulai dengan arakan kaum perempuan Nagari Tanjung Barulak berbaju kurung basiba yang dipimpin Bundo Kanduang pada sore hari. Mereka berarak dari puncak Aia Bareh menuju Rumah Gadang Hj. Jusniar Uja. Aia Bareh, penamaan titik pemberhentian (seperti rest area), di mana ada pemandian dan tempat salat, di jalan lintas Sumatra yang membelah Nagari Tanjung Barulak.
Titik ini menawarkan lanskap menawan, dimana ada sawah berundak di atas jalan raya, dengan menawarkan pemandangan ke Danau Singkarak, dan juga stasiun simpul WTBOS di Tanjung Barulak yang terletak dekat perbatasan Nagari Sumpur.
Sawah berundak di kawasan Aia Bareh membentang hingga ke Tambulun. Di tengah-tengah sawah ini, berdiri kokoh kulah peninggalan zaman Belanda. Kulah ini punya arti terpenting bagi WTBOS, sebab dibangun untuk menampung air sungai yang mengalir di Nagari Tanjung Barulak, lalu mengalirkan melalui pipa menuju toren air di dekat stasiun.
Toren air ini adalah energi menggerakkan lokomotif kereta uap di masa kejayaan kereta api pembawa batu bara dan juga penumpang di masa lalu.
Kembali ke acara Gelanggang Arang #6, para perempuan tadi mengarak dalam suasana yang bersifat sakral, dengan memenuhi kelengkapan secara adat, dimana mereka masing-masing menjunjung makanan untuk berjamba bertudung ornamen adat. Mereka berarak diiringi tabuhan gandang tansa dan talempong.
Pada malamnya, sehabis magrib, makanan yang dibawa tadi menjadi santapan bersama niniak mamak, cerdik pandai, ulama, tokoh masyarakat dan tamu undangan yang hadir di Rumah Gadang Hj. Jusniar Ujal, Pasar Baru, Jorong Kapuh.
Bakola atau petatah petitih menjadi bumbu dalam perjamuan ini. Bakola adalah salah satu kekayaan Nagari Tanjung Barulak dalam sudut pandang adat dan tradisi.
Usai makan berjamba, tamu yang hadir berarak menuju stasiun. Di sana, beragam atraksi budaya dan tradisi menanti.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Yayuk Sri Budi Rahayu, mengungkapkan, Galanggang Arang 2024 di Tanah Datar merupakan acara keenam setelah pembukaan di Kota Padang pada 4 Mei lalu.
"Kegiatan ini melibatkan semua komponen di level nagari dan masyarakat secara langsung," kata Yayuk.
Yayuk menambahkan bahwa Galanggang Arang ini bersifat kolaboratif, selain pertunjukan dan festival, juga ada berbagai kegiatan lainnya.
"Kemarin juga ada prosesi makan bajamba oleh Direktorat Kepercayaan Masyarakat Adat, seminar budaya, diskusi tentang pelestarian budaya oleh Daya Desa dan Daya Warga, serta berbagai pertunjukan lainnya," ungkapnya.
Sementara itu, Bupati Tanah Datar, yang diwakili oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra Elizar, menyatakan dukungannya terhadap terselenggaranya Galanggang Arang oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
"Pagelaran Galanggang Arang di Tanah Datar sejalan dengan misi daerah kami, yaitu pembangunan pariwisata berkelanjutan yang berbasis adat, budaya, dan sumber daya alam," ujar Elizar.
Elizar menegaskan bahwa Pemkab Tanah Datar mengapresiasi dan mendukung kegiatan Galanggang Arang karena sesuai dengan fokus pemerintah daerah dalam memajukan pariwisata serta melestarikan adat istiadat dan budaya. "Pagelaran ini juga merupakan kebanggaan bagi masyarakat Tanah Datar," tambahnya.
Secara historis, Kabupaten Tanah Datar, khususnya di Nagari Pitalah Bungo Tanjung, Tanjung Barulak, Batu Taba, dan Nagari Simawang, masuk dalam jalur kereta api tambang batu bara Ombilin Sawahlunto yang telah diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO.
"Kegiatan Galanggang Arang menjadi wadah bagi nagari untuk mengeksplorasi dan mengembangkan budaya serta mewariskannya ke generasi muda. Bagian sejarah dan warisan dunia ini membawa tanggung jawab besar bagi kita dalam melindungi agar sisa peninggalan sarana dan prasarananya tidak hilang dan juga mewariskannya ke generasi muda yang akan datang," kata Elizar.
Ada pun suguhan malam pertama atraksi Galanggang Arang #6 adalah, Babaleh Pantun dari SDN 02 Tanjuang Barulak, Tari Piring dari SDN 03 Tanjung Barulak, Paduan Suara Mars Tanjuang Barulak dan Simarantang, Barabaik Warisan Budaya, Gabungan Tambua Tansa Sekolah, Tari Sakok dari MTI Tanjung Barulak, Tari Tampi dari SDN 25 Tanjuang Barulak, Randai Lareh Simawang.
Lalu juga ada pernyataan sikap KAN Tanjuang Barulak dan Anak Muda Nagari Tanjuang Barulak terkait merawat warisan dunia, juga dipanjatkan di malam pertama puncak Gelanggang Arang #6.
"Seni tradisi yang ditampilkan sebagian besar merupakan warisan budaya tak benda Indonesia, bahkan dunia," jelas Doni.
Tari piring, tambua tansa, salawaik dulang, dan randai adalah beberapa di antaranya yang termasuk dalam Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Pantun dan pencak silat bahkan telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia.
Aktivasi Simpul WTBOS
Selain panggung pertunjukan, ada pula gerai kuliner tradisional dan UMKM serta Pameran Arsip bertajuk "Dari Ombilin ke Lembah Anai". Bangunan bekas di Stasiun Sumpur-Tanjuang Barulak disulap menjadi ruang pameran. "Pameran ini adalah upaya untuk mengaktivasi aset Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto menjadi ruang publik baru," ungkap Edy Utama, Kurator Galanggang Arang.
Nita, salah satu pengunjung, takjub melihat perubahan gedung stasiun yang tadinya tak terawat. "Saya kira tempat ini hanya cocok jadi gudang, tapi ternyata bisa menjadi ruang pameran yang bagus," ujarnya.
Selain itu, ada juga Goro Baro untuk membersihkan lokasi panggung dan diskusi budaya yang diisi oleh Edy Utama dan Garin Nugroho, sutradara ternama Indonesia.
Galanggang Arang #6 bukan sekadar panggung budaya, melainkan ruang yang menghidupkan kembali warisan dan identitas Tanjuang Barulak. Malam itu, budaya dan sejarah bersatu dalam harmoni, menyatukan warga dan pengunjung dalam semangat kebersamaan.
Gelanggang Arang #6, bukan saja menyuguhkan panggung pertunjukan, tapi juga ada pemanfaatan ruang atau artefak dari WTBOS (stasiun) dengan pameran arsip (foto) yang berjudul “Dari Ombilin ke Lembah Anai”. Oleh sang kurator, Edy Utama, bangunan bekas di Stasiun Sumpur – Tanjuang Barulak disulap layaknya ruang galeri.
“Pameran foto lama di lokasi Stasiun Sumpur adalah bentuk upaya untuk mengaktivasi aset Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) menjadi ruang publik baru. Narasi dari foto yang dipamerkan tentang gambaran kehidupan sekitar rel kereta api, dimulai dari Ombilin sampai ke Lembah Anai,” ungkap Edy Utama, Kurator Galanggang Arang sekaligus penanggungjawab helatan di titik ini.
Hingga hari ke-2, pameran ini ramai dikunjungi oleh warga. Meskipun sempat hujan, namun tidak menyurutkan langkah warga untuk datang pergi ke sana. Terlihat para pengunjung mengamati foto sekaligus berswafoto untuk mengabadikan momen di tempat itu.
Nita (28), salah satu pengunjung menyebut bahwa ia tidak menyangka bahwa gedung di kawasan stasiun yang tidak terawat itu bisa disulap menjadi ruang pameran yang bagus.
“Saya kira tempat ini hanya bermanfaat untuk dijadikan gudang saja karena tidak ada aktivitas perkeretaapian. Ternyata jadi bisa ruang yang sebagus ini,” ujarnya.
Nita belum pernah naik kereta api dari Stasiun Sumpur – Tanjuang Barulak. Pameran ini memberi pengetahuan baginya tentang kehidupan yang pernah ada di antara Ombilin dan Lembah Anai, dan Stasiun Sumpur-Tanjuang Barulak berada di tengah jalur itu.
Stasiun Sumpur-Tanjuang Barulak letaknya tak jauh dari Stasiun Batu Tabal. Dahulunya stasiun ini memiliki 2 jalur. Ketika nonaktif, jalur 1 dicabut dan jalur 2 di depan stasiun dipasangi full rel gigi.
Geliat UMKM dan Kuliner Anak Nagari di Galanggang Arang #6 Tanah Datar
Ribuan pengunjung selama 2 malam tersebut tentu memberi dampak bagi banyak pihak. Bagi pengunjung, selain melihat sanak saudaranya tampil di panggung Galanggang Arang tentunya bisa memanjakan perut dengan kuliner khas anak nagari Tanjuang Barulak seperti dendeng kering, kerupuk jangek (kulit), ketupat pulut dan lainnya.
Pengunjung yang ramai juga memberi keuntungan bagi UMKM yang berjualan baik menjual makanan tradisi maupun makanan kekinian seperti pop mi, es dan kopi. Salah satu yang menarik adalah Ayu (31) dan Haris (39). Keduanya berasal dari Sumatera Utara dan hampir 8 tahun merantau ke Padang. Mereka ikut berjualan di Galanggang Arang #6 karena mengetahuinya dari akun instagram Galanggang Arang.
“Kami memfollow akun Galanggang Arang dan mengikuti agenda evennya. Sejak tahun kemarin kami mulai berjualan dari satu even Galanggang Arang ke even lainnya. Ini saja kami baru balik dari Galanggang Arang Sijunjung,” ujar Ayu seraya memperlihatkan akun Galanggang Arang pada gawainya.
Ayu bercerita bahwa ia selalu disambut dengan baik selama berjualan di Even Galanggang Arang. “Kemarin saja ketika kami mau berjualan, panitia lokal mempersilahkan dan mencarikan kami tempat yang nyaman serta mudah didatangi pengunjung,” ceritanya.
Ayu dan Haris berjualan keliling even semejak jualan di pasar tidak lagi mencukupi kebutuhan hidup. “Kami punya anak 4. Jika hanya berharap dari jualan di pasar tentu tidak cukup. Jika even seperti ini lumayan pendapatannya, kami bisa dapat sekitar 1 jutaan dalam sekali malam,” ungkapnya.
Selain ada panggung budaya rakyat, juga ada Goro Baro untuk membersihkan lokasi panggung di tanggal 27 Juli 2024. Serta diskusi terkait “Strategi Budaya Menghidupkan Warisan Dunia (WTBOS) Sebagai Ruang Publik Baru” yang diisi oleh Edy Utama dam Garin Nugroho, sutradara, penulis skenario dan produser (sineas) ternama dari Indonesia. (Like/Yh)