Langgam.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan lembaga jasa keuangan penyalur kredit usaha rakyat (KUR) untuk selektif dan meningkatkan pengawasan guna memastikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) KUR tetap terjaga.
Kepala Perwakilan OJK Sumbar Roni Nazra mengingatkan perbankan dan lembaga penyalur KUR lainnya untuk menjaga rasio NPL dengan lebih prudent atau meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran kredit.
"Agar penyaluran KUR ini tepat sasaran dan NPL-nya terjaga, lembaga penyalur mesti lebih selektif dalam penyaluran, juga monitoring, hingga pembinaan yang berkesinambungan," katanya kepada langgam, Rabu (31/7/2024).
Ia menyebutkan lembaga penyalur, harus selektif dalam melihat dan menganalisis kemampuan debitur. Artinya, kredit yang diberikan memang betul-betul untuk pengembangan usaha debitur, jangan sampai disalahgunakan untuk kebutuhan pembiayaan konsumsi, sehingga berpotensi macet.
"Penyaluran juga dengan jumlah yang tepat dan kewajiban membayar cicilan yang sesuai menjadi kunci utama untuk menjaga NPL tetap baik," ujarnya.
Selain itu, Roni mengingatkan lembaga jasa keuangan penyalur KUR harus rutin melakukan monitoring dan pembinaan kepada debitur, serta juga harus memberikan literasi dan edukasi terhadap nasabah tentang pentingnya menjaga kualitas kredit.
Adapun, per Mei 2024, OJK mencatat rasio NPL segmen kredit UMKM yang termasuk KUR di dalamnya melonjak menjadi 4,27 persen. Angka itu meningkat signifikan dari posisi Desember 2023 yang berada di angka 3,71 persen.
Pemerintah dan OJK bahkan tengah merencanakan program restrukturisasi lanjutkan untuk mengatasi kredit bermasalah terutama dari nasabah KUR.
Roni memperkirakan lonjakan NPL segmen UMKM, terutama dari KUR bukan disebabkan pengaruh tingginya suku bunga, karena bunga KUR sudah disubsidi pemerintah.
"Kenaikan suku bunga tidak mempengaruhi bunga KUR, karena KUR mendapatkan subsidi bunga," katanya.
Menurutnya, kenaikan NPL KUR dikarena menurunnya hasil usaha debitur yang belum sepenuhnya publih pasca pademi Covid-19. Selain itu, di Sumbar juga banyak debitur KUR yang terdampak bencana, sehingga mempengaruhi kemampuan mengembalikan pinjaman, dan fluktuasi harga komoditas di daerah. (*/Fs)