Langgam.id - Lembaga Survei Spektrum Politika Institute melakukan penelitian terhadap rasa aman masyarakat di wilayah Sumatra Barat (Sumbar) selama tahun 2019. Penelitian itu menggunakan teknik non probability sampling dengan jenis accidental sampling.
Metode penelitian itu bermaksud menarik responden masyarakat yang dilakukan dengan media offline atau face to face interview serta media online yakni, melalui Google Forms. Sebaran survei ini menyentuh 460 sampel di 19 kabupaten dan kota.
Direktur Survei dan Data Spektrum Politika Institut, Andri Rusta, menyebutkan rasa aman merupakan salah satu hak asasi yang harus diperoleh atau dinikmati setiap masyarakat. Rasa aman merupakan variabel yang sangat luas karena mencakup berbagai aspek dan dimensi.
Mulai dari dimensi politik, hukum, pertahanan, keamanan, sosial dan ekonomi. Sejalan dengan itu, statistik dan indikator yang biasa digunakan untuk mengukur rasa aman masyarakat merupakan indikator negatif.
"Dari survei yang dilakukan di Sumbar dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata indeks rasa aman memiliki tingkat rasa aman yang baik," kata Andri dalam keterangan tertulisnya kepada langgam.id, Kamis (12/12/2019).
Andri mengatakan, sebagian besar responden masyarakat menyatakan sudah aman dengan persentase 45,1 persen. Sedangkan yang memberikan penilaian sangat aman sebesar 32, 6 persen.
Untuk penilaian rasa tidak aman, lanjutnya, masih terwakili dengan persentase 1,5 persen dan 4,6 persen memberikan penilaian kurang aman. Dari angka ini, dapat disimpulkan bahwa indeks rasa aman di Sumbar aman.
"Dilihat dari karakteristik usia, responden dalam penelitian ini bervariasi. Jumlah responden didominasi mereka yang berumur 17-22 tahun sebesar 33,7 persen," ujarnya sembari menyebutkan 26,8 persen berada pada usia 23-28 tahun dan setelah itu di dominasi juga usia 29-34 tahun 11,0 persen.
Namun, responden berusia di bawah 40 tahun dan di atas 50 tahun juga terwakili dalam sebaran sampel survei.
"ini menunjukkan bahwa variasi usia responden cukup bisa mewakili kelompok usia di masyarakat," tuturnya.
Sementara itu, selama kepemimpinan Kapolda Sumbar Irjen Pol Fakhrizal, setidaknya tindak pidana di Sumbar cenderung mengalami penurunan. Hal ini terhitung berdasarkan data Januari-Oktober 2019 yang hanya terdapat 10.837 kasus. Sedangkan pada 2018, kasus pidana tercatat 13.339 kasus.
Kasus tertinggi terdapat curanmor sebanyak 1.749. Jumlah ini sementara turun dibandingkan 2018, yakni 2.023.
Menurut Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Satake Bayu, masih tingginya kasus curanmor disinyalir kurang hati-hatinya masyarakat.
"Pengendara kendaraan bermotor ketika memarkirkan kendaraan kurang berhati-hati. Sehingga mudah dilakukan pencurian," kata Satake Bayu.
Ia mengimbau masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor menggunakan kunci ganda. Sehingga tindakan curanmor dapat diminimalisir. (Irwanda/RC)