Antara Yang Sekarang dan Yang akan Datang (Catatan Diskusi Zelfeni Wimra dan Fajar R. Vesky)

Muhammad Nasir

Dosen UIN Imam Bonjol Padang Muhammad Nasir

Akankah dua tulisan dari dua penulis asal Luak Limopuluah Koto yang telah tayang di situs media online langgam.id naik panggung polemik? Barangkali itulah pertanyaan yang sedang berputar-putar di kepala saya setelah membaca kedua tulisan itu. Baiknya kita tunggu saja. Sembari menunggu, tulisan ini akan mencoba memoderatori kedua tulisan tersebut sembari memberi komentar singkat di mana-mana perlu.

Tulisan pertama, ditulis oleh Zelfeni Wimra ditulis tanggal 20 Mei 2024 dengan judul, Mengapa Kabupaten Limapuluh Kota Tidak Memiliki Perguruan Tinggi? Tulisan kedua oleh M Fajar Rillah Vesky dengan judul Kerbau Punya Susu, Sapi Punya Nama. Tulisan kedua yang bertarikh 21 Mei 2024 adalah tanggapan dari tulisan pertama.

Di luar terlihat seperti ‘tepuk berbalas tepuk’ meskipun belum benar-benar jatuh dalam polemik yang substansial. Jika ingin dimasukkan ke dalam polemik, kedua tulisan itu seharusnya merupakan silang pendapat tentang keberadaan dan pengakuan perguruan tinggi di Kabupaten Limapuluh Kota. Dan bilamana ini sebuah talkshow, maka judulnya kira-kira "apakah Kabupaten Limapuluh Kota benar-benar memiliki Perguruan Tinggi dan benar-benar menginginkannya?"

Opini Zelfeni Wimra sederhananya mengemukakan bahwa Kabupaten Limapuluh Kota tidak memiliki perguruan tinggi sendiri. Itu mengacu pada data statistik pendidikan yang ia gunakan. Namun, Wimra agak resah, sebab berdasarkan data itu ia menyatakan, “Keberadaan ini menempatkan Kabupaten Limapuluh Kota di bawah Kabupaten Kepulauan Mentawai.”

Sementara opini M. Fajar Rillah Vesky terlihat sedang memberi jawab sanggahan, bahwa sebenarnya Kabupaten Limapuluh Kota sudah memiliki perguruan tinggi, yaitu Politani Payakumbuh, meskipun ia juga mengkritisi kesalahpahaman terkait nama dan lokasi institusi pendidikan tersebut.

Pertanyaan Wimra

Ketiga pertanyaan Wimra tersebut berfungsi secara berurutan untuk membangun argumen yang kuat tentang pentingnya keberadaan perguruan tinggi di Kabupaten Limapuluh Kota. Dimulai dengan identifikasi masalah, bergerak ke arah harapan untuk masa depan, dan akhirnya mengevaluasi kesiapan pemerintah, pertanyaan-pertanyaan ini membentuk sebuah narasi logis yang mendalam dan mendorong pembaca untuk berpikir kritis tentang isu tersebut.

Pertanyaan pertama, "Mengapa Kabupaten Limapuluh Kota Tidak Memiliki Perguruan Tinggi?" Pertanyaan ini berfungsi untuk menyoroti masalah sentral versi Wimra, yaitu ketidakadaan perguruan tinggi di Kabupaten Limapuluh Kota. Dengan mempertanyakan alasan di balik masalah tersebut, Wimra memulai eksplorasi terhadap berbagai faktor yang mungkin berkontribusi, seperti aspek geografis, ekonomi, budaya, dan administrasi.

Pertanyaan kedua, "Kapan Kabupaten Lima Puluh Kota Punya Perguruan Tinggi?" Secara logis, pertanyaan ini adalah sebuah undangan diskusi tentang solusi dan harapan. Wimra mengajak pembaca untuk memikirkan kemungkinan masa depan di mana kabupaten ini memiliki perguruan tinggi. Ia  memasukkan unsur temporal dan aspiratif, dengan memunculkan kata tanya "kapan", Wimra menekankan urgensi dan harapan masyarakat akan adanya perubahan dalam waktu dekat.

Pertanyaan ketiga, "Apakah Kabupaten Limapuluh Kota Punya Rencana Memiliki Perguruan Tinggi?" Pertanyaan ini berfungsi untuk menguji kesiapan dan rencana konkret dari pemerintah daerah. Ini membawa diskusi dari tingkat harapan dan kemungkinan ke tingkat perencanaan nyata dan langkah-langkah konkret. Dengan mempertanyakan keberadaan rencana resmi, Wimra mengajak pembaca untuk mempertanyakan dan memeriksa kebijakan publik yang ada atau yang direncanakan.

Ketiga pertanyaan itu secara formal memiliki hubungan yang logis. Mulai dari identifikasi masalah, aspirasi masa depan dengan memindahkan fokus dari masalah saat ini ke solusi potensial. Terakhir, pemeriksaan perencanaan atau kesiapan kesiapan implementasiuntuk mnghubungkan menghubungkan aspirasi dengan realitas perencanaan dan tindakan.

Apakah Vesky menjawab pertanyaan Wimra?

Tulisan Vesky memiliki korelasi logis dengan tiga pertanyaan yang diajukan Wimra. Tetapi hubungan antara pertanyaan dan jawaban tentu saja perlu penilaian. Bukan sekadar pemenuh rukun ciek tanyo ciek jawek, bukan ciek kecek ciek caruik seperti beberapa komentar yang terbaca di kolom komentar di bawah tulisan Wimra di akun Instragram langgam.id itu.

Untuk pertanyaan pertama,  sudah dijawab dengan koreksi fakta dan penjelasan bahwa perguruan tinggi memang ada di Limapuluh Kota, sehingga mempertanyakan asumsi awal Wimra. Vesky menjawab bahwa sebenarnya Kabupaten Limapuluh Kota sudah memiliki perguruan tinggi, yaitu Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh (Politani Payakumbuh). Ia menjelaskan bahwa perguruan tinggi ini terletak di Kabupaten Limapuluh Kota meskipun namanya mengandung "Payakumbuh

Untuk pertanyaan kedua Vesky menunjukkan fakta keberadaan Politani Payakumbuh yang sudah ada sejak 1989, Vesky menegaskan bahwa Kabupaten Limapuluh Kota sebenarnya telah lama memiliki perguruan tinggi. Oleh karena itu, pertanyaan "kapan" ini secara jelas dijawab dengan "sudah ada sejak 1989." Tetapi jawaban ini justru mengubah arah diskusi dari "kapan" menjadi "telah lama ada"

Sementara untuk pertanyaan ketiga, Vesky “tidak mejawab” adanya rencana baru untuk mendirikan perguruan tinggi lain. Tetapi jawaban Vesky menunjukkan adanya perhatian tulisannya terhadap pertanyaan ketiga Wimra. Secara keseluruhan, jawaban Vesky memberikan klarifikasi dan solusi terhadap isu-isu yang diangkat oleh Wimra

Dalam hal ini ia menyarankan agar ada kajian dan diskusi mengenai kemungkinan mengganti nama Politani Payakumbuh menjadi Politani Limapuluh Kota untuk menghilangkan kebingungan. Vesky justru mengusulkan peningkatan kerja sama antara pemerintah daerah dan Politani Payakumbuh untuk memastikan bahwa institusi ini mendapatkan perhatian yang layak dan berkontribusi maksimal terhadap pendidikan tinggi di daerah tersebut.

Apakah Diskusi ini perlu berlanjut?

Secara umum, rumusan gagasan yang muncul dari kedua opini, baik opini Zelfeni Wimra maupun M. Fajar Rillah Vesky, dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pengembangan dunia pendidikan tinggi di Kabupaten Limapuluh Kota.

Jika boleh diberi nama, maka gagasan Wimra berada dalam alur berpikir progresif yang menyoroti pentingnya kesadaran akan disparitas dalam akses pendidikan tinggi di antara kabupaten/kota dalam provinsi Sumatera Barat, terutama antara perkotaan dan perdesaan. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis tentang keberadaan perguruan tinggi di Kabupaten Limapuluh Kota, Wimra mendorong pembaca untuk merenungkan upaya yang perlu dilakukan dalam memastikan akses yang merata terhadap pendidikan tinggi bagi semua warga Kabupaten Limapuluh Kota.

Sementara, gagasan Vesky mungkin dapat disebut sebagai gagasan yang proaktif atau pragmatis untuk tidak menyebut defensif. Vesky menekankan pentingnya optimalisasi sumber daya yang ada dan mencari solusi praktis untuk meningkatkan pemanfaatan institusi pendidikan tinggi yang sudah ada di Kabupaten Limapuluh Kota. Pendekatannya yang lebih pragmatis menyoroti upaya untuk mengatasi tantangan yang dihadapi saat ini dengan memanfaatkan aset yang sudah ada.

Diskusi antara kedua penulis itu dapat saja dilanjutkan. Apalagi jika diskusi itu diletakkan dalam konteks wacana pendidikan di Indonesia dewasa ini. Misalnya sebagai isu-isu terkait dengan realitas jumlah sarjana Indonesia yang menurut BPS (2023) rasionya berbanding total populasi sekitar 10,5 persen. Atau dikaitkan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku kaget dengan data rasio jumlah lulusan S2 dan S3 Indonesia terhadap penduduk produktif yang jumlahnya tidak mencapai satu persen. Atau pernyataan Tjitjik Sri Tjahjandarie Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendikbudristek  yang menyebut kuliah sebagai kebutuhan tersier alias tidak wajib saat merespons kenaikan uang kuliah UKT di sejumlah perguruan tinggi [MN].

Baca Juga

Berita Sawahlunto - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Tambang Ombilin bakal dijadikan perjalanan wisata minat khusus.
Masuk Kurikulum Muatan Lokal, Modul P5 WTBOS Diuji Coba di SMAN 1 Sumbar
Debat publik pertama calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Limapuluh Kota tahun 2024 berlangsung di Gedung Lubuak Simato Convention Center
Debat Publik Calon Bupati Limapuluh Kota Sigi Kepentingan Negara dan Masyarakat Adat yang Sering Berbenturan
600 Lulusan UT Padang Diwisuda
600 Lulusan UT Padang Diwisuda
Kota Padang Bersatu untuk Pendidikan Maju
Kota Padang Bersatu untuk Pendidikan Maju
BSI Dukung Peningkatan Pendidikan di Sumatra Barat Lewat Beasiswa
BSI Dukung Peningkatan Pendidikan di Sumatra Barat Lewat Beasiswa
Pj Wako Padang Paparkan Pentingnya Pendidikan Berkelanjutan untuk Optimalkan Bonus Demografi
Pj Wako Padang Paparkan Pentingnya Pendidikan Berkelanjutan untuk Optimalkan Bonus Demografi