Kerbau punya susu, sapi punya nama. Itulah peribahasa yang cocok untuk menjawab pertanyaaan "Mengapa Kabupaten Limapuluh Kota Tidak Memiliki Perguruan Tinggi?" seperti yang ditulis Zelfeni Wimra di kolam langgam.id Senin (20/5/2024).
Dalam tulisannya, Zelfeni Wimra membentang daftar Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Sumatera Barat yang pembinaannya berada di bawah Kemenristek Dikti dan Kemenag RI. Menurutnya, terdapat 23 Universitas, 2 Institut, 4 Politeknik, 43 Sekolah Tinggi, dan 36 Akademi di Sumatra Barat. Mayoritas berada di Kota Padang sebagai Ibu Kota Provinsi.
Zelfeni Wimra menegaskan, rata-rata kabupaten/Kota di wilayah ini (Sumatra Barat) memiliki perguruan tinggi, kecuali Kabupaten Limapuluh Kota. Keberadaan ini, menurut Zelfeni Wimra, menempatkan Kabupaten Limapuluh Kota di bawah Kabupaten Kepulauan Mentawai yang sudah memiliki satu perguruan tinggi, yakni Akademi Komunitas Negeri Mentawai.
Lantas, kelirukah Zelfeni Wimra menulis begitu? Bisa jadi iya. Bisa jadi tidak. Bisa jadi iya karena memang faktanya, di Kabupaten Limapuluh Kota, sejak 35 tahun silam, tepatnya sejak 6 Februari 1989, sudah berdiri perguruan tinggi. Yaitu, Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh atau Politani Payakumbuh yang dulu disebut Politeknik Pertanian Unand.
Politani Payakumbuh merupakan perguruan tinggi negeri yang kampus dan lahan praktiknya berada di Kabupaten Limapuluh Kota. Kampus utamanya terletak di Tanjungpati, Nagari Kototuo, Kecamatan Harau. Sedangkan lahan praktik yang kini disebut Kampus II, terletak di Nagari Sitanang, Kecamatan Lareh Sago Halaban.
Politani Payakumbuh punya sejarah panjang. Erat kaitannya dengan sejarah Politeknik di Indonesia.
Zelfeni Wimra yang biasa penulis panggil Bang Wimo tentu sudah tahu, bahwa Politeknik sebagai lembaga pendidikan, pertama kali masuk ke dalam sistem pendidikan di Indonesia pada 6 Desember 1973. Ini seiring berdirinya Politeknik Mekanik di ITB. Hasil kerjasama Pemerintahan Republik Indonesia dengan Pemerintahan Republik Konfederasi Swiss.
Khusus Politeknik Bidang Pertanian mulai dikembangkan di Indonesia berdasarkan Loan Agreement antara Pemerintah Republik Indonesia dan Asia Development Bank (ADB) yang dibuat 11 Januari 1984. Loan Agreement ini ditindaklanjuti oleh Direktorat Dikti melalui Keputusan Dirjen Dikti Nomor 14/DIKTI/Kep/1984 tentang Pembentukan 6 Politeknik Pertanian dan 1 Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik Pertanian.
Secara teknis, pengembangan Politeknik Pertanian didukung oleh kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah New Zealand. Khusus Pembangunan Politeknik Pertanian di Kabupaten Limapuluh Kota, dimulai tahun 1986 dengan nama Politeknik Pertanian Universitas Andalas. Kampus ini, memulai kuliah perdananya, 34 tahun lalu. Tepatnya, Senin, 6 Februari 1989.
Sejak 1989 sampai 2014, Politani Payakumbuh berada di bawah naungan Unand Padang. Namun, sejak 2014 sampai sekarang, Politani sudah lepas dari induknya. Sudah menjadi perguruan tinggi vokasi mandiri. Ini diperkuat pula dengan terbitnya Permendikbud Nomor 113 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh dan Permenristekdikti Nomor 38 tahun 2017 tentang Statuta Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.
Begitulah data-data yang pernah pernah penulis peroleh dari Ir. Jhon Nefri M.Si, Direktur Politani Payakumbuh 2022-2026. Jhon Nefri sendiri merupakan direktur kedelapan di Politani Payakumbuh. Tujuh direktur sebelumnya adalah Ir. Elvin Hasman, M.P, Ir. Gusmalini, M.Si, Ir. Deni Sorel, M.Si, Dr. Ir. Benny Warman R, M.P, Ir. Setya Dharma, M.Si, Dr. Ir. Masrul Djalal, M.S., dan Ir. Syuhinar Bustami. Seluruhnya, berkantor dan berkampus di Kabupaten Limapuluh Kota.
Sejak berdiri 35 tahun silam, Politani Payakumbuh sudah mencetak 8.003 lulusan. Tidak hanya Ahli Madya (D.III). Tapi ada Sarjana Terapan (S1). Bahkan Magister Terapan (S2). Semuanya kuliah di Kabupaten Limapuluh Kota. Tidak di Kota Payakumbuh. Karena memang Politani Payakumbuh itu letaknya di Kabupaten Limapuluh Kota. Inilah yang disebut dengan peribahasa "Kerbau Punya Susu, Sapi Punya Nama".
Walau Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota adalah dua daerah serumpun budaya yang sulit dipisahkan, bahkan sampai hari kiamat. Namun, nama perguruan tingginya adalah Politani Payakumbuh, tapi letak kampus dan lahan praktiknya di Kabupaten Limapuluh Kota, memang menjadi dilema tersendiri pula.
Bahkan, beberapa tahun silam, ada tim dari salah satu kementerian, hendak menginvestigasi sebuah kejadian luar biasa di Politani Payakumbuh. Awalnya, tim tersebut mengecek ke Pemko Payakumbuh. Namun, setelah tahu Politani Payakumbuh letaknya di Kabupaten Limapuluh Kota, barulah tim yang merasa kecele tadi, bergegas pergi Tanjungpati, Kototuo, Harau.
Tentu, banyak lagi cerita-cerita sejenis.
Ke depan, barangkali memang perlu dilakukan kajian bersama, melibatkan banyak stakhokders,
apakah nama Politani Payakumbuh yang berada di Kabupaten Limapuluh Kota, perlu diganti menjadi Politani Limapuluh Kota. Sehingga, tidak ada lagi yang bertanya seperti Zelfeni Wimra, "Mengapa Kabupaten Limapuluh Kota Tidak Memiliki Perguruan Tinggi?"
Atau jangan-jangan, Zelfeni Wimra memang sengaja memancing diskusi publik. Menggugah keberanian bersama, agar nama Politani Payakumbuh diganti menjadi Politani Limapuluh Kota? Namun, jika sekadar memantik diskusi, tentu Zelfeni dalam tulisannya, tidak lagi bertanya: "Ada Apa dengan Kabupaten Limapuluh Kota? Kapan Kabupaten Lima Puluh Kota punya Perguruan Tinggi? Apakah Kabupaten Limapuluh Kota Punya Rencana Memiliki Perguruan Tinggi?".
Apalagi, sejak 35 tahun silam, sudah nyata terang bak bulan, Kabupaten Limapuluh Kota, punya
perguruan tinggi negeri. Namanya, memang Politani Payakumbuh. Tapi letaknya di Kabupaten Limapuluh Kota. Dan, Politani Payakumbuh yang berada di Kabupaten Limapuluh Kota, bukan perguruan tinggi kaleng-kaleng.
Politani Payakumbuh yang berada di Kabupaten Limapuluh Kota pernah mendapatkan izin menyelenggarakan Program Studi di Luar Domisili (PDD) Akademi Komunitas Negeri (AKN) di tiga kabupaten di Pulau Sumatra. Yakni, AKN Nias Utara, AKN Aceh Barat Daya, dan AKN Pidie Jaya. Sehingga, agak kurang tepat rasanya, bila menempatkan Kabupaten Limapuluh Kota di bawah Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Jika Zelfeni Wimra membandingkan Kabupaten Limapuluh Kota dengan Kabupaten Mentawai yang sudah memiliki satu perguruan tinggi, yakni AKN Mentawai. Maka, sesungguhnya ada yang luput dari perhatian Zelfeni Wimra, bahwa perguruan tinggi negeri yang berada di Kabupaten Limapuluh Kota, yakni Politani Payakumbuh, justru pernah "membina" tiga AKN di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara.
Bahkan, Politani Payakumbuh yang sejak 2018 memiliki akreditasi B, dipercaya Kemendikburistekdikti melaksanakan program Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) bagi putra-putri wilayah Papua. Kemudian, Politani Payakumbuh yang tahun 2019 masuk lima besar besar Politeknik Negeri Terbaik di Indonesia, telah banyak menghasilkan teknologi tepat guna.
Sampai tahun 2022, terdapat 38 Hak Cipta, 10 Paten dan 3 Merek yang telah didaftarkan sebagai hak kekayaan intelektual dari hasil penelitian staf Pengajar Politani Payakumbuh.
Namun sekali lagi, sesuai judul tulisan ini
"kerbau punya susu, sapi punya nama". Kabupaten Limapuluh Kota yang punya perguruan tinggi negeri, tapi Kota Payakumbuh yang dapat namanya. Tak apalah. Namanya juga dua daerah serumpun budaya. Bak dua saudara. Bak ibu dan anak. Tak elok harus bersiteru pula hanya karena nama?
Kalaupun nama Politani Payakumbuh harus diganti dengan Politani Limapuluh Kota, tentu perlu dikaji baik-buruknya. Dilihat aspek sejarah. Perlu musyawarah. Alih-alih mengganti nama, barangkali yang perlu dilanjutkan itu adalah memperkuat kerjasama antara Pemkab Limapuluh Kota dengan Politani Payakumbuh.
Kerja sama yang dibuat sejak lama dan selalu diperbaharui setiap periode kepemimpinan kepala daerah, mulai zaman Bupati Aziz Haily sampai Bupati Safaruddin Dt Bandaro Rajo, perlu diperkuat dan diaplikasikan secara nyata. Untuk ini, penulis sepakat dengan Zelfeni Wimra, bahwa kesuksesan pembangunan sebuah kota atau bahkan negara yang telah ditunjukkan oleh para pemimpin di berbagai kota-negara maju dunia adalah dengan menitikberatkan tata kelola pembangunannya pada tiga aspek: pendidikan, kesehatan, dan transportasi publik.
Barangkali, untuk aspek pendidikan ini, khususnya pendidikan tinggi, Pemkab Limapuluh Kota harus menaruh perhatian ekstra terhadap Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Karena, secara dejure maupun defacto, Politani Payakumbuh berada di Kabupaten Limapuluh Kota. Sehingga tak ada lagi pertanyaan mengapa Kabupaten Limapuluh Kota tidak memiliki perguruan tinggi negeri? (*)