Akhir-akhir bergaung wacana penghapusan insentif guru. Tulisan ini menyoroti pentingnya insentif dalam memotivasi kinerja tinggi dengan memanfaatkan model fungsi utilitas. Bagaimana kebijakan yang mengubah struktur insentif dapat langsung mempengaruhi motivasi dan kinerja.
Penting bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan dampak kebijakan pada struktur insentif. Solusi yang ditawarkan mestilah memastikan keberlangsungan motivasi dan kinerja tinggi, khususnya dalam konteks pendidikan.
Model fungsi utilitas dapat kita tuliskan: U(w,a)=w−a. Guru kita asumsikan bahwa guru mendapatkan utilitas berdasarkan gaji yang diterima (w) dan usaha yang dikeluarkan (a). Di sini, w merupakan kompensasi finansial yang diperoleh guru, sementara a mencerminkan ukuran usaha yang harus ditunaikan.
Sebagai agen yang rasional, seorang guru bebas memilih upaya tinggi atau upaya rendah dalam menunaikan tugasnya. Dalam model ini adalah nilai a. Ambil angka 5 sebagai upaya tinggi dan 0 sebagai upaya rendah. Upaya yang tinggi butuh pengorbanan yang pada gilirannya akan mengurangi kepuasan yang diperoleh dari gaji. tersebut.
Meskipun gaji tinggi dapat diterima, tetapi upaya yang besar bisa mengurangi total kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan. Sebaliknya, dengan upaya yang rendah atau a=0, agen akan mendapatkan kepuasan penuh dari gaji yang diterima tanpa perlu mengeluarkan usaha ekstra.
Bagaimana wacana pengahpusan insentif guru? Ini baru wacana, namun pemerintah perlu mengkaji dampaknya buat kualitas pendidikan kita. Karena itu menjadi krusial untuk mendapat perhatian dalam diskusi publik.
Penghapusan insentif, sebelumnya merupakan bagian penting dari w, akan menurunkan utilitas yang diperoleh guru. Penurunan utilitas berlaku bagi mereka yang biasa menerima pengakuan melalui insentif atas usaha atau kinerja tinggi mereka (a=5). Dampak yang perlu mendapat perhatian adalah terhadap motivasi untuk memberikan usaha tinggi. Penghapusan insentif akan menurunkan total kompensasi yang diterima.
Ketiadaan insentif dapat membuat guru merasa bahwa usaha ekstra yang mereka lakukan tidak lagi dihargai dengan memadai. Terdapat potensi yang mengarah ke penurunan kualitas pengajaran.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk mencari mekanisme pengakuan dan penghargaan alternatif untuk upaya dan kinerja tinggi. Kebijakan perlu memastikan bahwa eliminasi insentif tidak merugikan kualitas pendidikan.
*Pengajar di Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas