Nestapa Pekerja Kebun Sawit, Hidup di Ruang Sempit di Tengah Hamparan Lahan Maha Luas

Nestapa Pekerja Kebun Sawit, Hidup di Ruang Sempit di Tengah Hamparan Lahan Maha Luas

Pemandangan kamp pekerja perkebunan sawit Incasi Raya Group di SJAL 2 Divisi 2 Blok D, Nagari Silaut, Kecamatan Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Foto: Yose Hendra/Langgam.id

Langgam.id - Pekan kedua bulan September 2023, mentari melimpahi kawasan perkebunan PT Incasi Raya di selatan Kabupaten Pesisir Selatan. Sinarnya menelanjangi tempat tinggal pekerja berupa bedeng yang saling berhimpitan secara horizontal.

Dalam keadaan terang itu, dengan kentara jurnalis Langgam.id melihat sisi memprihatinkan hunian kaum pekerja yang notabene berjibaku untuk lini bisnis PT Incasi Raya.

Pemandangan itu dengan kasatmata tampak di beberapa kamp— penyebutan tempat tinggal pekerja seperti di Blok D SJAL 2, kamp yang berdekatan dengan SJAL 2 Divisi 2, dan kamp lainnya yang tak jauh dari lokasi tersebut.

Untuk kamp di SJAL 2 misalnya, ukurannya 3 meter lebar, 4 meter panjang. Sementara di Blok M Sodetan atau Kamp H17, rata-rata 3x6 meter. Tiap kamp itu dihuni oleh keluarga pekerja sawit, dengan jumlah beragam. Tergantung banyak anak. Tiap kamp, biasanya dibikin kamar dengan pembatas kelambu atau triplek.

Sementara dapurnya pun disambungkan dengan terpal, atau bedeng yang kondisinya agak buruk. Sebagian besar kamp itu tak memiliki kloset yang standar.

“Di belakang campur dapur dan tempat mandi. Buang air kecil bisa, tapi buang air besar kerap di parak saja, atau di semak-semak dekat kebun,” kata seorang penghuni kamp yang tak mau disebutkan namanya.

Temaram mulai merangsek ke area perkebunan Incasi Raya Group itu. Gelap lalu datang menandakan malam menggantikan siang. Tak begitu jauh dari kantor SJAL 2 Estate Silaut, persisnya Blok D, seonggok kamp pekerja tampak gulita. Seberkas sinar hanya terpancar dari lilin atau lampu togok yang dinyalakan.

“Pakai lilin pada malam sudah berlangsung 7 tahun,” kata penghuninya, yang punya satu anak.

Kondisi puluhan kamp pekerja sawit di Incasi Raya Group memang meragam. Ada sebagian boleh dikatakan tinggal di kamp atau rumah yang layak seperti Kamp Tengah.

PT Incasi Raya memiliki areal perkebunan sekitar 120 ribu Ha di Kabupaten Pesisir Selatan. Berdasarkan data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Pesisir Selatan, PT Incasi Raya mengoperasikan 6 anak usaha di sektor perkebunan sawit di Kawasan tersebut. Keenamnya adalah PT. Incasi Raya Sodetan Estate, PT. Incasi Raya Sodetan POM, PT. SAK, PT. SJAL Estate, PT. SJAL POM, dan PT. Incasi Raya Lunang.

Tercatat 4.140 orang bekerja di semua anak usaha milik Incasi Raya di Kabupaten Pesisir Selatan.

Pimpinan PT SJAL 2 Estate Silaut Gunardi mengakui kondisi kamp demikian. Namun,  dia mengatakan pihak perusahaan tengah melaksanakan tahap pembangunan kamp atau hunian lebih layak.

“Jadi kita dalam program pembangunan terus di sini. Yang di sini permanen. Rata-rata dalam setahun ada pembangunan, tergantung dari rencana anggaran,” kata Gunardi.

Salah satu sebaran area perkebunan sawit Incasi Raya Group masuk wilayah Nagari Silaut, Kecamatan Silaut. Wali Nagari Silaut Syapril Dani mengatakan, sebelum bulan Juli 2023, pihaknya mendapat laporan masyarakat atas kondisi pekerja Incasi Raya yang berasal dari Nias atau Mentawai. Laporan masyarakat itu, sambung Syapril, sesuai dengan kondisi tahun 2021 yakni tinggal di tempat yang tidak layak.

Sehingga bulan Juli 2023, diadakanlah rapat Muspika Kecamatan Silaut membahas persoalan itu. “Saya selaku wali nagari, atas desakan, atau informasi pak Camat, dan kemudian ajakan Pak Camat, Kapolsek, Babinsa mendatangi Kantor SJAL, Incasi Raya Group di Silaut,” terangnya.

Tahun 2021 itu, Pemerintahan Nagari Silaut dan Camat Silaut mengadakan pertemuan dengan manajer Incasi Raya rapat di Gedung Unit DKP, Gedung pertemuan Kecamatan Silaut.

Syapril menjelaskan, hal yang disigihi antara lain, pekerja yang datang dari Nias tidak selayaknya tinggal di tempat tinggal yang tak layak. Mereka tinggal di barak yang disebut kamp. Ukurannya ada 2x3 meter. Dalam 1 barak itu, ungkap Syapril, tinggal 1 hingga 3 KK.

“Dasar temuan ini kami memanggil manajer atau staf Incasi Raya untuk menindaklanjuti temuan kami. Kemudian mereka berjanji akan memperbaiki tenda yang kami buat tadi akan dibuatkan kamp. Setelah rapat, kami menindaklanjuti, 3 bulan setelah itu, masih tahun 2021, kami masuk ke dalam, pantau lagi, ternyata ada perbaikan-perbaikan, misal dibikin 3 kamp,” jelasnya.

 Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani mengatakan, dalam UU terkait ketenagakerjaan, pekerja itu sebenarnya dilindungi karena situasinya rentan, berhadapan dengan pemodal, punya kuasa uang, punya kuasa keberlangsungan ekonomi pekerja.

“Kita lihat kasus buruh perkebunan sawit seringkali mereka menjadi-jadi atas pelanggaran hak-hak normative. Seharusnya mereka diangkat pekerja tetap, tapi hanya dilakukan pekerja harian lepas. Padahal mereka bekerja pada pekerjaan inti atau pokok,” tukas Indira.

Menurut Indira, dalam UU sendiri sebenarnya tidak dibolehkan pekerjaan inti pokok perusahaan, bisnis yang menopang perusahaan dan berlangsung terus menerus, jika itu tak dikerjakan, ekonomi perusahaan mandek, itu seringkali dipekerjakan penunjang, dan mereka statusnya biasa buruh harian lepas, buruh kontrak,” kata Indira.

Ia mencontohkan di perkebunan sawait, yang menyodok sawit. Mereka bergaji per minggu atau dwi mingguan. Mereka dikontrak, bersifat buruh harian lepas.

“Kalau kita lihat di aturan UU Ketenagakerjaan, mereka seharusnya dijadikan tenaga kerja tetap, karena mereka bekerja dalam alur produksi terus menerus dan tidak ada jangka waktu dalam pekerjaan mereka.  Jika mereka tak bekerja, perusahaan tak bisa beraktivitas secara ekonomi,” imbuhnya.

Menurut Indira, kendala buruh sawit selama ini jauh dari sorotan tenaga kerja. Seringkali mereka didatangkan dari wilayah lain, dengan hak-hak mereka direnggut. Terutama status pekerjaan, hak mereka untuk tempat tinggal tak layak, tak memenuhi hak-hak dasar.

“Ini mesti jadi perhatian serius dinas ketenagakerjaaan untuk mendorong segera pengawasan dan pemulihan hak-hak pekerja di perkebunan sawit,” tukas Indira.

Sementara Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM RI Sumatera Barat Sultanul Arifin menilai, soal tempat tinggal pekerja yang tak layak, pihak perusahaan secara bertahap tentunya harus bisa memperbaiki menjadi tempat tinggal yang layak.

Namun, sambungnya, hal ini masih bisa dimaklumi karena hak atas tempat tinggal yang layak itu sifatnya progresif realization atau kelompok hak yang masuk dalam kelompok derogable rights (hak yang masih bisa dimaklumi kekurangannya.

“Pemenuhannya bisa secara bertahap. Tapi kalau larangan beribadah dan pembubaran beribadah itu masuk dalam kelompok hak yang disebut dengan Non Derogable Rights (hak yang tidak bisa dikurangi dalam bentuk apapun dan dalam kondisi apapun), perusahaan tidak boleh merintangi, melarang dan membubarkan orang beribadah, itu bertentangan dengan pasal 4 UU no 39 tahun 1999 tentang HAM,” tandas Sultanul.

Baca Juga

Operasional PT LIN Terhenti Buntut Dua SK Koperasi Plasma, Nasib 800 Pekerja Terancam
Operasional PT LIN Terhenti Buntut Dua SK Koperasi Plasma, Nasib 800 Pekerja Terancam
Sulitnya Jemaat Kristiani Beribadah di Perkebunan Sawit Sumbar
Sulitnya Jemaat Kristiani Beribadah di Perkebunan Sawit Sumbar
Jaringan Pembela Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Sipil Sumatra Barat gelar konferensi pers terkait masalah tanah di Air Bangis pada Rabu
Jaringan Masyarakat Sipil Sumbar Ungkap Sisi Lain Kasus Air Bangis
Sebanyak tujuh perusahan diputuskan melanggar Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 pasal 19 huruf C tentang monopoli minyak goreng.
7 Perusahaan Didenda Karena Terbukti Monopoli Migor, Salah Satunya PT Incasi Raya
Kapolsek Sungai Rumbai Mediasi Sengketa Warga dengan Perusahaan Kebun Sawit
Kapolsek Sungai Rumbai Mediasi Sengketa Warga dengan Perusahaan Kebun Sawit
Berita Dharmasraya - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Dharmasraya akan replanting sawit seluas 1.000 hektare tahun ini.
Dharmasraya Akan Replanting Sawit Seluas 1.000 Hektare Tahun Ini