Langgam.id - Malam ketiga Intangible Culture Heritage Festival (ICHF) 2023, Sabtu, 15 Oktober 2023, di Agamjua Art and Culture Cafe, bakal menampilkan sejumlah Warisan Budaya Takbenda dari India dan Indonesia.
Kallaripayatu dari India, menjadi salah satu penampilan spesial malam nanti. Kallaripayatu diyakini sebagai seni bela diri tertua di India yang mula-mula berkembang di Kerala—wilayah di India yang sama seperti Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilinial.
Seni bela diri ini merupakan salah satu Warisan Budaya Takbenda Dunia UNESCO yang hadir di ICHF 2023. Warisan Budaya Takbenda Dunia lainnya yang akan tampil adalah Tari Saman dari Aceh.
Selain itu ada Dikia Pano. Kesenian rakyat yang konon sudah dimainakan semenjak jaman paderi. Kesenian adalah gabungan antara permainan gendang dan kelihaian berpantun.
Satu lagi persembahan menarik adalah Tari Toga. Ini adalah tarian kuno Kerajaan Siguntur, yang konon sudah dimainkn semenjak masa Hindu-Budha.
Pada masa itu, tari ini ditampilkan dalam acara-acara resmi kerajaan. Seperti dalam upacara pengangkatan Raja, upacara pernikahan keluarga Raja, turun mandi anak Raja, perayaan kemenangan pertempuran, atau ditampilkan dalam gelanggang mencari jodoh putri Kerajaan.
Tari ini nyaris saja punah. Semenjak Kerajaan Siguntur kehilangan kedaulatan setelah Kolonial Belanda datang dan menjadi penguasa baru, Tari Toga tidak lagi dimainkan.
Meski tidak lagi dimainkan, ingatan tentang Tari Toga terus hidup dalam masyarakat Siguntur, sehingga masih lestari dan bisa disaksikan di ICHF 2023.
Tari Toga sendiri ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia pada 2014 lalu.
ICHF 2023 memang diadakan salah satunya untuk mengaktivasi serta mengenalkan WBTb Indoneisa dan WTB Dunia dari Sumbar dan Indonesia.
Di samping itu gelaran ini juga bertujuan untuk menciptakan ruang jumpa antara WBTb Dunia dari berbagai negara.
“Agar para pemilik WBTb Dunia bisa bertemu dan berinteraksi langsung, terjadi pertukaran pengetahuan dan budaya. Dari ini kita kita juga berharap muncul kesadaran bersama untuk mengaktivasi warisan-warisan tersebut secara kolaboratif.” Kata Donny Eros kurator festival.
Lebih jauh festival budaya internasional yang diikuti 5 negara ini, merupakan bagian dari upaya Dinas Kebudayaan Sumbar dan bekerjasama dengan Ketua DPRD Supardi untuk mendorong ekosistem pariwisata berbasis budaya di Payakumbuh.
“Impian saya ke depannya adalah bagaimana Payakumbuh menjadi kota yang penuh pendar cahaya festival,” paparnya pada malam pembukaan ICHF, Kamis 12 Oktober lalu.
Untuk menuju ke arah itu, lanjutnya, segenap pihak terkait mesti terus menekankan
pentingnya posisi budaya dan pariwisata bagi Payakumbuh dan Sumbar. (*/Fs)