Langgam.id - Kasus dugaan perkara pemalsuan tanda tangan yang dilaporkan Mamak Kepala Kaum Suku Koto Nan Baranam, Herry Chandra Dt. Kupiah memasuki babak baru. Polisi segera melakukan gelar perkara.
Pemalsuan tanda tangan ini diduga dilakukan oleh Gema Yudha Dt. Maraalam untuk menjual tanah milik kaum yang berada di Kenagarian Lareh Nan Panjang, Kecamatan Padang Panjang Timur, Kota Padang Panjang.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumbar, Kombes Pol Andri Kurniawan mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan terkait dugaan perkara pemalsuan tanda tangan ini.
"Secepatnya kami akan menggelar perkara yang akan dilakukan penyidik. Untuk Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP)-nya juga telah kami kirimkan kepada pelapor," kata Andri kepada wartawan, Minggu (23/7/2023).
Andri menyebutkan, untuk informasi perkembangan hasil penyelidikan oleh penyidik pihaknya telah melakukan wawancara terhadap delapan orang saksi dan terlapor. Selain itu, pihaknya juga telah mengumpulkan dokumen-dokumen terkait laporan perkara tersebut.
"Kami juga telah melakukan cek tempat kejadian peristiwa (TKP), terkait laporan pelapor. Selanjutnya baru kita lakukan gelar perkara," ujarnya.
Sementara itu, Penasehat Hukum Herry Chandra Dt. Kupiah, Rimaison Syarif mengucapkan terima kasih kepada Polda Sumbar yang telah melakukan penyelidikan terkait perkara kliennya.
"Saat ini kami masih menunggu waktu kapan gelar perkara bakal dilakukan oleh penyidik untuk bisa mengungkap kebenaran dari perkara ini," katanya.
Rimaison mengungkapkan, dalam perkara ini pihaknya sangat menghormati proses hukum yang telah berjalan sebagaimana mestinya. Namun, pihaknya menyayangkan tindakan dari BPN Padang Panjang yang telah membuka blokir permohonan sertifikat yang dilakukan oleh kliennya.
"Kami sangat menyayangkan sikap dari BPN Padang Panjang ini. Sebab, saat melapor ke Polda Sumbar kita telah melakukan pemblokiran di sana, kurang lebih 21 sertifikat," ungkapnya.
"Namun, informasi yang kami dapat, pemblokiran itu telah dibuka tanpa sepengetahuan dari klien kami. BPN jelas melakukan penghilangan barang bukti terkait perkara ini," sambung Rimaison.
Ia juga mengatakan, terkait dari sikap BPN Padang Panjang ini, pihaknya meminta kepada penyidik untuk bisa memanggil BPN untuk mengklarifikasi pembukaan blokir yang tanpa ada pemberitahuan kepada kliennya.
"Ini sangat kami sayangkan, terkesan BPN Padang Panjang tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan," tegasnya.
Sebelumnya, kasus ini dilaporan ke Polda Sumbar dengan nomor STTLP/480.a/XI/2020/SPKT Polda Sumbar. Akibat pemalsuan tanda tangan terebut, korban mengalami kerugian sebesar Rp 50 miliar.