Langgam.id - Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade meminta Kementerian BUMN dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) segera menerbitkan regulasi layanan Over The Top (OTT). Layanan OTT yang dimaksud ialah layanan streaming di internet.
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra ini mengatakan saat ini masyarakat Indonesia semakin bergantung terhadap layanan OTT asing. Terlebih selama ini masyarakat sering mengeluh mengenai kelambatan akses internet yang ternyata didominasi layanan OTT asing.
"Saya sudah beruang-ulang kembali bicara over the top karena kita tahu pemerintah ingin internet kita ini cepat. Telkom ditugaskan membangun infrastruktur besar-besaran supaya internet kita cepat, tapi yang menikmati Netflix dan Meta tanpa berkontribusi kepada negara dan tidak ada kerja sama", kata Anggota DPR RI asal Sumbar ini.
Hal itu disampaikan Andre Rosiade dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Menteri BUMN di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/6/2023). Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar itu menuturkan, berdasarkan data yang ia peroleh bahwa dominasi layanan OTT seperti Netflix memberatkan kualitas internet di Indonesia.
Kondisi internet lemot itu seringkali dikeluhkan masyarakat. Dia melihat kemudian publik menyampaikan keluhan kepada operator yakni Telkom padahal OTT yang membebani bandwith operator hanya menumpang secara gratis.
"Karena itu, mumpung Pak Mahfud Md ini menjadi Plt Menkominfo maka ini perlu dimanfaatkan supaya peraturan menteri soal kontribusi over the top dan kerja sama dengan operator ini bisa terwujud, karena kalau dibiarkan ini merugikan kita sebagai bangsa Indonesia," imbuhnya.
Menurut Andre Rosiade, traffic Netflix dan layanan OTT lainnya memakan banyak bandwith internet sehingga mengganggu internet publik di tanah air. Padahal, layanan internet bisa diprioritaskan untuk kepentingan pendidikan, seminar daring, layanan kesehatan, perkantoran dan juga pemerintahan.
Andre Rosiade menuturkan, operator dalam negeri seperti Telkom dan lainnya sudah habis-habisan berinvestasi dalam rangka menyediakan jaringan hingga pelosok negeri. Tetapi menurutnya bandwidth habis untuk OTT yang tidak begitu banyak berkontribusi untuk kepentingan infrastruktur nasional.
"Anak-anak kita ini butuh internet cepat untuk belajar melalui jaringan internet, Telkom bangun infrastruktur tapi yang menikmati Netflix, yang menikmati Meta, orang-orang asing yang gak jelas kontribusinya bayar ke negara," kata Ketua Harian DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM) ini.
Dia berharap pemerintah bergerak cepat mewujudkan kolaborasi antara operator dan OTT, sehingga terdapat pengaturan penggunaan bandwith yang seimbang, dengan demikian akan menguntungkan masyarakat secara umum, operator dan juga pelaku bisnis OTT.
Lebih lanjut, Andre menjelaskan, OTT memang telah dikenakan PPN oleh negara melalui Perpu 1/2020 yang dipertegas dengan Permenkeu 48/2020. Namun, PPN tersebut dibebankan kepada masyarakat. Dalam Perpu 1/2020 juga telah ada landasan hukum untuk mengenakan PPh kepada OTT, namun detilnya harus segera diatur dalam Permenkeu.
Di samping itu, saat ini regulasi yang ada berlaku secara asimetris. Industri telekomunikasi diatur dengan sangat ketat baik pajak maupun kewajiban PNBP lainnya termasuk kewajiban untuk mengembangkan jaringan ke daerah-daerah terpencil. Sedangkan OTT relatif tidak terikat oleh aturan tersebut. Hal ini membuat persaingan cenderung menjadi tidak sehat.
Lebih jauh, Andre menuturkan, saat ini ada ancaman bagi pendapatan PT Telkom (Persero). Sebab, Telkom berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 3-4 triliun dari SMS pertahun. "Karena saat ini banyak perusahaan-perusahaan sudah tidak lagi menggunakan SMS (Short Message Service/layanan pesan singkat) tapi menggunakan WA (WhatsApp) yang lebih murah dan WA itu kontribusinya juga nggak jelas," tuturnya.
Kata Andre, WA itu namanya WhatsApp Bussines Solution provider. “Ini potensi aturannya nggak ada, Telkom fasilitas infrastrukturnya tapi dimanfaatkan oleh WA, dan WA juga nggak punya kontribusi untuk negara. Jadi negara harus mengatur kewajiban kerja sama dengan operator sebagai wujud bahwa kita negara yang berdaulat," tegasnya. (Advertorial)