Jika tak ada aral melintang, Insya Alllah, acara Hijrahfest yang mengusung tema Pulang Basamo akan berlangsung di ranah Minang pada 27-29 Januari 2023 bertempat di The ZHM Premiere Hotel, Padang. Di samping akan dihadiri oleh kalangan selebritas dan dai berdarah Minang seperti Adrian Maulana, Ammar Zoni, Mario Irwinsyah dan Derry Sulaiman acara ini juga bakal diikuti oleh kalangan artis dan selebritas lainnya, semisal Arie Untung (penggagas konsep Hijrahfest), Fenita, Ade Jigo, dan lain-lain.
Selama tiga hari penyelenggaraan, acara Hijrahfest ini akan menampilkan acara motivation sharing, inspiration talk and majelis ilmu. Bahkan akan ada penampilan nasyid, festival UMKM hingga berbagai permainan untuk pengujung dan anak.
Tiket acara ini tersedia dalam dua kategori yakni Daily Pass dan 3 Days Pass, dimana untuk tiket harian atau daily dibandrol Rp75 ribu, sedangkan untuk tiket langsung tiga hari dipatok dengan harga Rp200 ribu.
Acara Hijrahfest ini sejatinya menunjukkan tren hijrah di kalangan artis dan selebritas yang kian hari kian mengemuka dan meluas. Tren berhijab di kalangan artis atau selebritas wanita atau meningkatnya hasrat untuk belajar agama belakangan ini sesungguhnya bukanlah sekadar fenomana personal.
Meski terkesan lebih mengusung pilihan simbolis agama, semisal jenggot dan hijab, sejatinya tren ini bukanlah entitas tunggal tapi hadir karena didorong oleh sejumlah faktor.
Pertama, terjadinya pengarusutamaan dakwah lewat media. Gerakan dakwah dewasa ini memang betul-betul mengalami intensitas yang luar biasa. Dulu pola dakwah di kalangan artis lebih bersifat tata muka secara periodik, misalnya lewat pengajian para artis. Biasanya ini dilakukan dengan mengundang para dai terkenal semisal Allahyarham K.H. Zainuddin M.Z atau K.H. Kosim Nurseha. Kini gerakan dan pola dakwah mengalami ekpansi ke arah digitalisasi media. Pola-pola dakwah lewat sms, YouTube, TV dan radio Islam memungkinkan dakwah mengalir kuat ke banyak artis yang memang mempunyai sumber daya finansial untuk mendapatkan perangkat teknologi tersebut.
Tingginya aksesabilitas kalangan artis terhadapat perangkat teknologi menjadikan pesan-pesan dakwah yang diterima lebih personal dan komunikatif. Personal artinya pesan dakwah langsung diterima secara pribadi tanpa dibatasi dimensi waktu dan tempat tertentu. Lewat cara ini, banyak artis yang mengakui bahwa digitalisasi media dakwah memberikan mereka jawaban melebihi yang mereka harapkan. Komunikatif bermakna bahwa pesan dakwah yang diperoleh bukan saja sekadar tanya jawab ala majlis taklim sebagaimana yang lazim berlangsung. Jauh lebih krusial bahwa pola dakwah via media menjadikan komunikasi antara artis sebagai mad’u (murid) dan murabbi (guru) lebih intens, bergerak dari dunia offline menuju ranah online.
Pola dakwah yang lebih personal dan komunikatif mendorong banyak artis memiliki banyak ustadz sebagai penasihat spiritual. Bila dulu kebanyakan artis lebih banyak memanfaatkan jasa paranormal atau dukun demi ketenaran, kini mereka mulai menjadi lebih rasional dan manusiawi dengan berkonsultasi dengan para ulama dalam mendefisinikan perjalanan karir mereka. Mereka mulai menyadari bahwa kebutuhan terhadap agama bukan sekadar makanan di hari tua.
Kedua, terjadinya kebangunan wirausahawan Muslim. Di samping bangkitnya ekonomi syariah, faktor lain yang memegang kontribusi besar bagi meningkatnya minat masyarakat terhadap Islam adalah keberhasilan pengusaha Muslim yang mulai mengendalikan tren Islamisasi. Keberhasilan para pengusaha Muslim ini bulan sekadar menciptakan lapangan kerja tapi juga menjadi trend setter yang melapangkan jalan bagi dakwah buat penggiat dunia hiburan.
Nurhayati Subakat, Pendiri dan Presiden Komisaris Paragon Corp dan Dian Pelangi, perancang busana Muslimah ternama, adalah sedikit nama yang membuktikan bahwa keberislaman bukan menjadi penghalang bagi kesuksesan bisnis dan kemampuan memimpin pasar. Dengan omset 200 miliar sebulan (sebelum Covid-19), PTI yang terkenal dengan merk kosmetik Wardah kini bukan saja diminati oleh kaum Muslimah tapi sudah menjadi pemimpin pasar. Demikian pula dengan sosok Dian Pelangi. Kemudaannya tidak menghalangi untuk menjadi perancang busana Muslimah kelas atas dan go international dengan karya-karyanya mulai mendapat pengakuan di Paris, Milan dan New York.
Secara tidak langsung, hadirnya tokoh-tokoh Muslimah sebagai trend setter dan issue maker memberikan efek luar biasa bagi perjalanan dakwah para selebriti Tanah Air. Sungguhpun bermula dari ragam pengalaman yang berbeda—sebagai brand ambassador, pertemanan, maupun sekadar konsumen—semuanya bermuara pada satu hal: mewujudnya kepercayaan diri untuk berbusana Muslimah. Tak kalah pentingnya, kemampuan inovasi para pebisnis Muslim tersebut pada gilirannya membuat banyak artis yakin bahwa keputusan untuk “berhijrah” bukan berarti tidak mengikuti tuntutan zaman dan tertutupnya pintu rezki.
Kontroversi Hijrah
Secara umum, ada dua pola hijrah selebritas tersebut. Pertama, mereka yang benar -benar meninggalkan industri hiburan dan yang kedua tetap berada di dunia hiburan tetapi hanya menerima pekerjaan yang dibolehkan oleh syariat Islam. Kelompok literalis Salafi, misalnya, percaya bahwa seni pertunjukan seperti bernyanyi, menari dan seni peran adalah Haram. Penyanyi Noor al-Kautsar atau Ucay, vokalis Rocket Rockers, meninggalkan band mereka pada 2013 dan menjadi aktif terlibat dalam dakwah dan bisnis Islam. Lainnya termasuk Sakti (Saktia Ari Seno) dari Sheila on 7, yang mengubah namanya menjadi Salman al-Jugjawy, Derry Sulaiman, mantan gitaris pengkhianat, dan Yuki Arifin Martawidjaja, Yuki dari Pas Band, dan yang terbaru Uki eks Noah.
Segenap musisi ini—yang memilih hijrah dengan berbagai alasan termasuk pengalaman tragis pribadi—kini menggunakan musik sebagai alat untuk menarik orang untuk belajar lebih banyak tentang Islam. Para artis ini mengikuti generasi artis yang lebih senior. Almarhum Gito Rollies dan Harry Moekti adalah contoh paling terkenal dari hijrah artis dan selebritas. Aktris-akris semisal Astri Ivo dan Eva Arnaz juga meninggalkan industri film dan berfokus pada dakwah Islam. Yang membedakan hijrah artis yang lebih senior dari yang lebih junior adalah respons publik, terutama di antara fan mereka lewat media sosial.
Generasi kontemporer artis dan selebritas ini bermain dengan media sosial, memposting dan memperbarui aktivitas mereka, seperti bergaul dengan sesama seleb yang hijrah dan mengadakan ceramah agama yang mengundang ustadz atau ulama terkenal. Namun, terkadang perubahan dalam pilihan pribadi mereka menciptakan kontroversi, terutama jika terkait dengan nilai yang ditolak oleh pengikutnya. Ambilah contoh pembawa acara TV Rina Nose yang memutuskan untuk mengenakan hijab, lalu melepasnya lagi. Beberapa netizen mengkritik pedas keputusannya, bahkan menuduhnya sebagai murtad.
Menurut sosiolog Bryan Turner, kesalehan adalah tentang perkembangan gaya hidup yang pasti dan khas dari cita rasa dan preferensi agama baru (piety is about the construction of definite and distinctive lifestyles of new religious tastes and preferences). Ini dapat diwujudkan melalui banyak kegiatan; dari membangun masjid dan mengenakan hijab hingga menghadiri pengajian.
Kesalehan ini tidak hanya dipraktikkan secara pribadi, tetapi juga dapat dipromosikan melalui budaya populer oleh selebritas. Termasuk dalam pola ini adalah munculnya musik Islami dan film Islami serta program televisi dengan lebih banyak konten tentang Islam. Damai Indonesia di TV One, Islam Itu Indah di Trans TV dan Mamah & Aa di Indosiar adalah contoh dari "hiburan saleh." Tren seperti itu dapat didefinisikan sebagai kesalehan ruang publik, sebagaimana dicatat oleh sarjana Karin van Nieuwkerk.
Persoalan yang muncul dari gerakan hiijrah yang melibatkan kalangan artis dan selebritas ini adalah ketika ia memasuki ruang publik. Pertama, para artis dan selebritas yang baru memantapkan diri berhijrah bisa terjebak diri mereka sendiri dalam propaganda Islam radikal karena kurangnya pengetahuan mereka tentang pemikiran Islam klasik atau modern yang sarat penafsiran.
Fakta bahwa sejumlah selebritas ini mendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang sekarang ideologinya dilarang karena berseberangan dengan Pancasila yang hendak mendirikan negara Islam, adalah contoh yang jelas. Kedua, para artis dan selebritas ini dapat dengan mudah terlibat atau tertarik untuk mendukung politisasi agama.
Nadirsyah Hosen, seorang guru besar di Universitas Monash, mengatakan hijrah dalam arti perubahan individu menuju kesalehan yang lebih dalam adalah proses yang panjang. Niat siapa pun untuk menjadi Muslim yang lebih baik itu baik.
Namun, mereka tidak bisa hanya melompat dari satu kutub ekstrem ke kutub ekstrem lainnya. Hal terbaik adalah belajar tentang Islam selangkah demi langkah dengan niat murni.
Jika mereka yang hijrah bergerak dari satu kutub ekstrem ke kutub ekstrem lainnya, mereka dapat dengan mudah menyalahkan bahkan mengafirkan saudara Muslim lainnya yang mereka anggap berdosa atau kurang Islami.
Tujuan hijrah adalah untuk memiliki kebajikan yang baik, bukan hanya mengubah penampilan dan tindakan fisik.
*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas