Langgam.id - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatra Barat (Sumbar) menyorot rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar untuk membangun plaza di kawasan Air Terjun Lembah Anai.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata Sumbar, Luhur Budianda menyebutkan, bahwa di kawasan Air Terjun Lembah Anai juga bisa dibangun plaza.
"Jadi, nanti kita akan coba rencanakan membuat jalur opsional ke air terjun, sehingga kita bisa membangun plaza yang bisa menjadi tempat untuk berwisata tanpa menganggu bangunan yang sudah ada. Gorong-gorong air terjun juga akan kita perdalam untuk mengatasi limpahan air terjun, tanpa meninggalkan nilai estetikannya," ujar Luhur dikutip dari situs resmi milik Pemprov Sumbar.
Menyikapi hal itu, Direktur Walhi Sumbar, Wengki Purwanto menilai, hadirnya plaza akan berdampak terhadap pemusatan kegiatan dan pengumpulan orang banyak pada satu lokasi (Plaza-red) tersebut.
Sementara, kata Wengki, dari data histrois kebencanaan, Lembah Anai merupakan daerah yang rawan terhadap banjir, banjir bandang dan longsor. Intensitas itu akan semakin diperparah saat musim penghujan.
"Bila merujuk pada aspek kebencanaan, gagasan ini terdengar konyol karena tidak memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan, salah satunya dampak korban jiwa yang semakin banyak ditimbulkan bila terjadi bencana," ujar Wengki dikutip dari siaran pers resmi Walhi Sumbar, Selasa (29/11/2022).
Analisis Wahlhi Sumbar, kata Wengki, saat ini masalah utama yang dihadapi di kawasan Lembah Anai adalah alih fungsi lahan yang masif, salah satunya hutan pada kawasan cagar alam maupun kawasan hutan lindung. Seperti daerah wisata baru ke arah Air Terjun Proklamator, serta pembukaan di tepi sungai ataupun di daerah atasnya.
Lalu, adanya pembangunan vila-vila baru. Sehingga, sejak lama sudah mengurangi kualitas DAS Anai pada daerah hulu. Sehingga, bencana banjir dan banjir bandang hanya salah satu dampak ketika alih fungsi lahan itu terjadi. "Wajar Lembah Anai dan sekitarnya dapat dikatakan daerah yang rawan terhadap bencana," ungkapnya.
Kemudian, lebih lanjut dikatakan Wengki, jika kini muncul ide untuk membuat Plaza di Lembah Anai, tentunya bertolak belakang dengan kondisi kekinian yang ada di kawasan tersebut.
"Pembangunan plaza akan berdampak terhadap tinggi risiko ancaman keselamatan jiwa yang dihadapi bagi pengunjung Lembah Anai. Dalam aturan kebencanaan dan tata ruang, pembangunan suatu objek yang berpotensi menghadirkan dan mengumpulkan orang banyak adalah sesuatu hal yang dilarang," tegasnya.
Perencanaan tata ruang wilayah, sebut Wengki, harus dimulai dengan penetapan kawasan yang boleh dilakukan pembangunan dan kawasan larangan membangun. "Pemerintah pun harus tegas mengimplementasikan dan melakukan pengawasan peraturan tersebut. Termasuk salah satunya daerah yang mempunyai risiko rawan terhadap bencana seperti Lembah Anai," jelasnya.
Wengki menegaskan, Pemprov Sumbar harus mensetop rencana untuk membangun Plaza di kawasan Lembah Anai tersebut. "OPD seharusnya memikirkan matang-matang konsep pembangunan yang akan dilakukan, apalagi di lokasi yang rawan terhadap bencana. Mitigasi bencana adalah hal yang mutlak untuk dilakukan," paparnya.
Kemudian, Wengki meminta kepala daerah harus memiliki kesadaran terhadap risiko bencana. Ketegasan pengendalian tata ruang sangat dibutuhkan untuk menerapkan rencana tata ruang wilayah berbasis risiko bencana. Pemerintah juga harus berani berkata tidak terhadap proyek proyek yang menyebabkan risiko bencana menjadi tinggi, sehingga akan menelan banyak korban.
Baca juga: Pemprov Sumbar Bakal Tata Ulang Objek Wisata Lembah Anai Tanpa Kurangi Eksotisme dan Nostalgia
"Lembah Anai seharusnya tidak dipandang sebagai suatu kawasan yang bernilai ekonomis uang saja, tapi juga dilihat sebagai satu kesatuan ekosistem DAS yang saling berhubungan dengan satu sama lain (hilir) dan memberikan dampak bagi daerah di sekitarnya. Tugas pemerintah saat ini bagaimana memastikan perlindungan daerah sekitar lembah anai dari perusakan hutan (alih fungsi lahan) yang dilakukan selama ini. Apabila kawasan tersebut tetap akan dikembangkan, harus ada kajian risiko bencana dan Kajian kelayakan," katanya.
—