Langgam.id - Selain batik tanah liek, Dewi Hapsari Kurniasih (42), warga Nagari Lunang, Kecamatan Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), juga mengembangkan Batik Mande Rubiah.
Dikutip dari webiste resmi milik Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Senin (7/10), Dewi mengatakan bahwa berprofesi sebagai pengrajin atau pengusaha batik sangatlah menguntungkan secara ekonomi. Sebab, batik sudah dijadikan sebagai pakaian resmi oleh pemerintah, swasta, termasuk juga anak sekolah di daerah itu.
Sehingga tidaklah mengherankan dari usahanya sebagai pengusaha atau pengrajin batik, bisa menghasilkan omset hingga puluhan juta rupiah per bulan. Tentunya, dari ratusan potong pakaian yang berbahan dasar batik dari usaha yang digeluti.
"Selain Batik Tanah Liek, Batik Mande Rubiah yang memiliki keunikan tersendiri ini, sekarang semakin dikenal oleh masyarakat. Sebab motif batik yang berasal dari iluminasi ragam hias yang ada dalam naskah kuno yang tersimpan di rumah gadang Manderubiah ini, sudah dilaunching oleh Pemkab Pessel pada Agustus lalu," katanya.
Dia mengatakan, bahwa melalui usaha membatik itu, setiap bulanya dia telah menghasilkan omset hingga Rp75 juta. Angka itu dihasilkan dari tiga bentuk batik yang dikembangkan, yaitu batik tulis, cap, dan batik printing.
Untuk batik printing, setiap bulannya dia mampu menghasilkan hingga 300 meter dengan harga per meternya berkisar antara Rp80 ribu hingga Rp100 ribu.
Tapi harga itu juga tergantung dari jenis kain yang digunakan, sehigga tidaklah mengherankan jika harganya bisa mencapai ratusan ribu per meternya.
"Khusus batik tulis, tergantung kepada permintaan pasar. Jenis ini harganya lebih mahal karena dikerjakan dengan tangan hingga menghabiskan waktu sampai dua minggu lebih. Makanya harga batik tulis untuk satu potong pakaian bisa mencapai Rp500 ribu per potongnya. Sedangkan batik cap mencapai Rp400 ribu pula. Jika permintaan jenis ini cukup tinggi setiap bulannya, produksi juga kita tingkatkan," ujarnya.
Ditambahkanya, bahwa pengembangan motif batik mande rubiah itu dimulainya sejak dua tahun lalu.
"Ide untuk mengembangkan batik bande rubiah ini karena memang diawali keinginan untuk tampil beda. Sebab batik tanah liek yang telah saya kembangkan sebelumnya, tidak saja ada di Pessel, tapi juga dikembangkan oleh daerah lainya di Sumbar" ungkapnya.
Diungkapkanya bahwa dari penggalian naskah kuno yang terdapat di rumah gadang mande rubiah itu, ada sebanyak 20 motif yang bisa dikembangkan.
"Namun untuk saat ini baru tercapai sebanyak empat motif. Empat motif yang juga sudah pernah ditampilkan di New York Fashion Week (NYFW) pada September 2019 lalu itu, saya kembangkan pada rumah Batik Dewi Busana Lunang yang saya miliki bersama enam orang karyawan," ungkap Dewi lagi.
Diceritakanya bahwa ketertarikan pada dunia batik itu memang berasal dari bakat keluarga besarnya. Sebab kakeknya di Yogyakarta adalah juragan batik.
"Kami dan keluarga tinggal di Lunang sebagai mana saat ini, karena orang tua saya bertransmigrasi sejak tahun 1973 lalu," jelasnya.
Karena memiliki keinginan dari kecilnya untuk bisa memiliki galeri batik, sehingga istri Sunardi, kepala SMPN 1 Lunang itu saat kuliah memiliki jurusan Tata Busana di Universitas Negeri Padang (UNP), dengan tugas akhirnya langsung ke daerah produksi batik.
Mulai terjun ke dunia batik, dia juga sempat belajar kepada beberapa orang pengrajin batik di kecamatan itu. Melalui hasil produksi yang didapatkan secara manual ketika itu, dibuatkannya untuk pakaian sendiri.
Memasuki tahun 2013 , dia mengajukan proposal kepada Kementrian Transmigrasi dan tenaga kerja. Upaya itu dilakukanya untuk memuluskan usahanya untuk mendirikan pabrik batik di Lunang.
Ternyata usahanya itu membuahkan hasil, sehingga mulailah dia memproduksi batik ketika itu. Jenis batik yang dikembangkan hanya jenis batik tanah liek saja, belum batik mande rubiah sebagaimana saat ini.
Melalui usaha itu, sehingga dia memberikan peluang bagi enam orang tenaga kerja yang diambil dari masyarakat sekitar.
"Selain enam orang tenaga kerja, saya sekarang juga memiliki dua orang tenaga operator yang memiliki keahlian mengoperasikan mesin printing," jelasnya.
Ditambahkan lagi bahwa dalam mengembangkan usaha tidak selalu berjalan dengan mulus. Kendala utama yang masih sering dialaminya adalah keterbatasan modal.
Dia mengaku akan mengalami kesulitan ketika mendapatkan orderan besar. Bila itu terjadi, maka dia terpaksa mencarikan pinjaman untuk bisa menutupi memenuhi kebutuhan orderan tersebut .
"Saya bersyukur kerana usaha yang saya geluti ini mendapatkan apresiasi dari konsumen. Makanya tidak heran jika pemesanya juga datang dari luar Sumbar, seperti Jambi, Riau, Bengkulu, Medan, dan juga Jakarta," ujarnya.
Ditambahkan lagi bahwa keberhasilanya sebagai pengajin batik juga tidak terlepas dari binaan dari Kementrian Transmigrasi dan Tenaga Kerja, dan pemerintah daerah (Pemda) Pessel.
Banyak pembinaan yang sudah dilakukan, bahkan setiap tahunnya Rumah Batik Dewi Busana Lunang selalu diundang untuk mengisi pameran di Kementrian Transmigrasi dan Tenaga Kerja. Selain itu, Pemkab Pessel juga telah memanfaat karyanya sebagai pakaian pada kegiatan-kegiatan resmi.
"Saya juga menyampaikan terimakasih kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Pessel, sebab dalam bulan ini dinas tersebuat akan menempatkan pelatihan membatik di sini. Karena ini merupakan peluang yang tidak selalu ada, sehingga ini akan kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sebab ada sebanyak 32 orang yang akan diberikan pelatihan membatik melalui kegiatan itu," tutupnya. (OSH)