Langgam.id - Musim kemarau dan terjadinya peningkatan suhu dapat memicu kemunculan satwa pemangsa jenis buaya di wilayah Sumatra Barat (Sumbar). Masyarakat diminta untuk menjauhi habitat hewan itu untuk menghindari terjadinya konflik.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar Ardi Andono mengatakan, buaya memiliki keunikan perilaku. Sebagai satwa yang bersifat semi-akuatik yang kesehariannya selain berada di lingkungan perairan, juga sering berada di lingkungan daratan.
"Perilaku bergerak di perairan yang paling sering dilakukan adalah mengambil napas dengan muncul ke permukaan air guna menambah konsumsi oksigen," katanya, Selasa (12/7/2022).
Beberapa peneliti, katanya, menyebutkan bahwa perilaku sering mengambil napas atau muncul ke permukaan air juga berguna untuk menghemat energi yang digunakan serta untuk mengurangi panas yang berlebih.
Selain itu, peningkatan suhu akibat semakin meningkatnya intensitas cahaya juga mengakibatkan berkurangnya oksigen. Meningkatnya suhu air akan menurunkan kemampuan mengikat oksigen, sehingga tingkat kejenuhan oksigen di dalam air menurun.
Kondisi cuaca saat ini berdampak pada peningkatan suhu udara di perairan. Dihubungkan dengan perilaku harian buaya muara, dapat disimpulkan bahwa fenomena kemunculan buaya muara yang semakin sering terlihat dalam hari-hari belakangan ini karena adanya peningkatan suhu udara.
"Kondisi ini berdampak pada turunnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Sementara kebutuhan oksigen semakin meningkat karena adanya peningkatan suhu tubuh dan laju metabolisme sehingga menyebabkan buaya lebih sering muncul di permukaan dan terlihat masyarakat," katanya.
Gangguan manusia terhadap buaya juga dapat menyebabkan perpindahan buaya ke tempat lainnya. Seperti adanya penambangan pasir dilokasi kemunculan yang terjadi di Kota Padang beberapa waktu lalu.
Peningkatan aktivitas manusia di sungai juga dapat memicu kemuculan buaya seperti mandi, cuci dan perluasan keramba ikan hingga mendekati habitat aslinya.
Di lain pihak, fenomena adanya sosial media juga memicu kaula muda untuk masuk ke habitat asli buaya dan memvideokannya dengan harapan menjadi viral. Hal ini tentu akan mengundang masyarakat luas untuk memasuki wilayah habitat buaya dan memungkinkan terjadinya konflik satwa.
Ardi merekomendasikan sejumlah upaya untuk mengurangi konflik antara manusia dan buaya, yaitu dengan melakukan pembatasan atau pelarangan kegiatan masyarakat pada masa bertelur dan menetas di habitat aslinya.
Apabila ada sarang buaya agar segera melapor ke BKSDA Sumbar dan memberikan papan peringatan kepada masyarakat untuk tidak beraktivitas di sekitar sarang buaya. Kemudian tidak menggembalakan ternak di sekitar habitat buaya atau memperluas keramba hingga ke habitat aslinya.
Baca Juga: Seekor Buaya Muncul di Aliran Sungai di Padang Jadi Tontonan Warga
"Kemudian, jangan memviralkan kemunculan buaya yang berdampak terjadinya kerumunan massa, lebih baik melaporkan kepada BKSDA Sumbar atau aparat keamanan lainnya dan damkar," katanya.
---