Berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Dinilai Masih Kurang, Pemerintah Diminta Lengkapi Infrastruktur Mitigasi Bencana.
Langgam.id - Upaya mitigasi bencana di Sumatra Barat (Sumbar) dinilai mulai berkurang. Pasca gempa M6,7 di zona megathrust Mentawai, pemerintah daerah diminta kembali gencar melakukan sosialisasi dan melengkapi infrastruktur mitigasi.
Di Sumbar, terdapat terdapat tujuh kabupaten kota yang berada sejajar dengan zona megathrust Mentawai. Ahli Geologi Sumatra Barat Ade Edwar mengatakan, daerah tersebut berhadapan langsung dengan pantai.
"Untuk itu pemerintah perlu menambah fasilitas penunjang mitigasi tsunami. Infrastruktur mitigasi tsunami di pesisir barat Sumbar masih kurang," katanya.
Salah satunya, kata Ade, perlunya penambahan sirine peringatan tsunami di sepanjang pantai barat. Kebutuhan sirine ada 600 unit, namun jumlah sirine saat ini belum sampai 200.
Ade mengingatkan pemerintah untuk tidak boleh stagnan dalam mempersiapkan kemungkinan terburuk yang ada. Gempa yang berulang terjadi dua hari terakhir harus membuat semua pihak menambah kesiapsiagaan.
"Kita bukan mempertakut. Tapi ingin membuat semua pihak membangun mitigasi yang mapan," tuturnya.
Selain perlunya peningkatan infrastruktur mitigasi, Ade menekankan perlunya sosialisasi dan edukasi kebencanaan secara berkelanjutan. Sebab saat ini banyak masyarakat Sumbar yang belum memahami ancaman bencana tsunami yang bisa terjadi kapan saja.
Perlu adanya produksi terus menerus pengetahuan tentang ancaman tsunami. "Generasi terus berganti, artinya sosialisasi ini perlu dilanjutkan selalu," katanya.
Akhir-akhir ini sosialisi mulai berkurang. "Yang agak sering itu di sekolah dasar. Kalau di perguruan tinggi memang minim sekali," katanya.
Misalnya, Ade mencontohkan soal berapa menit gelombang tsunami akan sampai di pantai barat Sumbar seandainya terjadi gempa megathrust M8,9.
Ade mengatakan, apabila terjadi gempa megathrust Mentawai dan memicu tsunami, butuh waktu 20-30 menit bagi gelombang tsunami sampai di Padang.
Minimnya pemahaman masyarakat tentang bencana tsunami terbukti dari penelusuran Langgam.id di lapangan. Dari belasan warga yang ditanyai, tidak ada satupun mengetahui berapa menit gelombang tsunami akan mencapai bibir pantai seandainya gempa megathrust terjadi.
Langgam.id menanyai lima orang mahasiswa di Padang, lima warga di Ulak Karang dan lima pengunjung di pasar raya. Tidak satupun dari mereka yang menjawab benar.
Seperti pengakuan mahasiswa perguruan tinggi negeri di Padang, Elfina. Katanya sudah lama tidak mendapatkan edukasi soal kebencanaan. "Tidak tahu, emangnya berapa menit?" kata dia bertanya balik.
Salah seorang pengunjung di Pasar Raya Erlianti (34) juga tidak tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa. "Tidak terbayangkan, lari jauh dari bangunan," katanya.
Warga Pasir Jambak ini juga tidak tahu dimana keberadaan shelter apabila terjadi gempa dan sirine peringatan dini tsunami dibunyikan. Hal serupa juga diakui Arifin (29), saat ditanyai Langgam.id di Pasar Raya Padang.
Kepala Bidang Kebencanaan BPBD Sumbar Indraveri mengatakan, pihaknya selalu melakukan pengecekan sirine tanggal 26 tiap bulannya. "Mengaktivasi sirine, provinsi akan selalu support itu. Kita selalu menguji peralatan," katanya.
Indraveri menyebut, BPBD terus mengupayakan kelompok siaga bencana di tujuh kabupaten kota di Sumbar yang langsung bersinggungan dengan pantai.
"Untuk fisiknya, jalur evakuasi memang perlu diupgrading, shelter juga perlu pemeliharaan," kata Indraveri kepada Langgam.id, Senin (14/3/2022).
Tugas warning sistem, kata dia, juga diberikan kepada tujuh kabupaten kota. Mereka bertanggungjawab untuk daerah masing-masing.
Indraveri mengaku tidak tahu pasti soal jumla kebutuhan sirine di sepanjang pantai. Di masterplan, katanya, bukan 600 sirine.
"Saya lupa berapa di masterplan. Kalau 600 sirine kebutuhnnya itu berarti per kilometer dari Pasaman Barat sampai Pesisir Selatan itu berapa, kan tidak semua wilayahnya yang dipasang sirine," kata Indraveri.
Ia menyebutkan, kemampuan pemerintah untuk menyiapkan infrastuktur masih terbatas. Sehingga kearifan lokal masyarakat, dinilai dapat membantu ketika terjadi gempa.
Selain itu, Indraveri juga menyebutkan bahwa edukasi kebencanaan selalu diberikan pada siswa secara berjenjang, dari tingkat SD hingga perguruan tinggi.
Baca juga: Kata Ahli Geologi Soal Gempa M6,7: Peringatan Dini di Zona Megathrust Mentawai
"Kita di 900 nagari atau desa yang ada di pesisr barat Sumbar juga membentuk kelompok siaga bencana, yang terdiri dari 30 orang per kelompoknya," tambah Indraveri.
—