Langgam.id - Ratusan mahasiswa bersama Lembaga Kajian Korupsi Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat (UMSB) menyuarakan penolakan revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah diusulkan Dewan Pimpinan Rakyat (DPR).
Penolakan bertajuk "Save KPK" ini digelar Selasa (10/9/2019) kemarin. Aksi tersebut spontan digelar mahasiswa usai aktivitas perkuliahan.
"Mahasiswa spontan saat mau pulang kuliah bersama Lembaga Kajian Korupsi UMSB menyuarakan penolakan terhadap rencana RUU KPK tersebut,” kata Wakil Dekan Fakultas Hukum UMSB Wendra Yulnaldi saat dihubungi langgam.id, Rabu (11/9/2019).
Aksi penolakan itu adalah bentuk penyelamatan terhadap lembaga anti rasuah. Padahal saat ini, KPK merupakan lembaga dengan tingkat kepercayaan masyarakat yang sangat tinggi.
“Terlepas dari segala kelemahan dan kekurangan KPK, bukan berarti ada kekurangan sistem, tapi itu harus kita perbaiki. Hari ini, kelihatan secara peraturan ada beberapa hal yang aneh dalam rencana RUU KPK itu,” katanya.
“Kalau ada kritikan ke KPK dan ada yang tidak puas denga kinerja KPK misalnya terlampau banyak OTT. Tapi bukan berarti kepercayaan publik yang sangat tinggi di lembaga ini hilang nantinya,” sambungnya.
Wendra mengatakan, misalkan ada hal-hal yang lemah dari KPK seperti, pencegahan seharusnya diperkuat tapi bukan penindakan yang diperlemah. Sehingga bagaimana kemudian KPK didorong kedepan pencegahan dan supervisi lebih kuat.
"Hari ini yang terjadi munculnya dalam naskah RUU KPK seperti dicabutnya hak privilet, KPK boleh SP3 pemberhentian kasus. Sehingga KPK kehilangan kekuatan dalam penindakan pidana korupsi yang merupakan extra ordinary crime," ucapnya.
Wendra menegaskan, UMSB menolak berbagai cara yang kemudian dapat menghambat pemberantasan korupsi. Termasuk juga petisi undangan-undang tindak pidana korupsi yang dapat merugikan semangat penolakan anti korupsi.
"Kami berharap sebenarnya dalam posisi ini Presiden Joko Widodo tegas. Sesuai dengan visi misinya Pak Jomo Widodo baik saat periode pertama dan kedua komitmen untuk memperkuat pemberantasan korupsi. Presiden harus turun tangan selaku Presiden Eksekutif dalam Pemerintahan," pungkasnya. (Irwanda/RC)