Langgam.id - Masyarakat Sumatra Barat banyak yang rugi akibat tidak selektif memilih instrumen investasi. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sejak 2011, masyarakat Sumbar sudah kehilangan uang lebih dari Rp117 triliun.
Kepala OJK Sumbar Yusri menyebutkan banyak masyarakat yang tergiur tawaran investasi yang menjanjikan keuntungan besar, sehingga lupa menyeleksi apakah investasi tersebut legal atau tidak.
"Ini data selama 10 tahun terakhir, sejak 2011, masyarakat Sumbar mengalami kerugian akibat investasi ilegal mencapai Rp117 triliun," katanya, Rabu (8/12/2021).
Kerugian terbesar terjadi pada 2011 sebesar Rp68,62 triliun. Uang itu hilang lewat investasi ilegal di Virgin Gold Mining Corporation dengan korban lebih dari 40 orang. Kemudian di Golden Trader Indonesia Syariah (GTIS) dengan korban 3.000 orang lebih, PT Makira Nature korban sekitar 1.500 orang, PT TVI Express Indonesia, dan PT Gold Bullion Indonesia.
Pada 2012 kerugian mencapai Rp7,92 triliun lewat investasi ilegal di Koperasi Langit Biru (PT Trasindo Jaya komara), PT Gradasi Anak Negeri, PT Andalas Mandiri (Investasi Amanah), dan PT Lautan Emas Mulia.
Selanjutnya, pada 2014 uang hilang Rp235 miliar lewat PT Dua Belas Suku (DBS), pada 2015 uang masyarakat Sumbar hilang Rp289 miliar lewat PT Bintara Eximindo, Gunarni Gunawan (Wondermind), pada 2016 kehilangan uang sebesar Rp5,4 triliun lewat PT Pandawa Group, dan PT Cakrabuana Sukses Indonesia.
Lalu, pada 2017 terjadi kehilangan uang Rp4,4 triliun lewat investasi ilegal Dream for Freedom, pada 2018 kehilangan uang Rp1,4 triliun lewat PT Solusi Balad Lumumpah dan ABU Tour, pada 2019 kerugian sebesar Rp4 triliun lewat Guardian Capital Group (GCG) Asia Indonesia.
Pada 2020, masyarakat Sumbar kehilangan uang Rp5,9 triliun lewat PT Kam and Kam (Memiles), CV Tri Manunggal Jaya, PT Indosterling Optima Investas, PT Hanson International Tbk, dan Kampoeng Kurma. Dan pada tahun ini kehilangan uang Rp2,5 triliun lewat EDC Cash, Share Results, dan Lucky Star.
Yusri mengajak masyarakat untuk waspada dan hati-hati, serta tidak tergoda dengan tawaran investasi dengan imbal hasil hasil tinggi, serta tanpa risiko.
"Yang namanya investasi pasti ada risiko. Jadi harus waspada dengan iming-iming investasi untung besar dan tanpa risiko. Tidak masuk akal itu," katanya.