Langgam.id - Aksi penangkapan ikan menggunakan pukat harimau kian meresahkan para nelayan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat (Sumbar). Tersebab itu, masyarakat yang menggantungkan hidup dari potensi laut meminta pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI menindak tegas kapal pukat harimau terus beroperasi di kawasan laut Pesisir.
Ketua Laskar Anak Nagari Muara Kandis Eko Irwan mengatakan, jumlah kapal pukat harimau di daerahnya saat ini mencapai belasan unit dan kerap beroperasi setiap hari. Jarak operasinya hanya sekitar 500 meter dari bibir pantai.
“Pemerintah daerah seperti tidak berdaya. Kami sudah berkirim surat kepada kementerian terkait agar ini ditindak cepat,” katanya kepada sejumlah awak media di Pesisir Selatan, Selasa (20/8/2019).
Eko mengatakan, tahun 2017 lalu, nelayan sempat membakar satu unit kapal pukat harimau. Namun, aksi tersebut tidak memberikan efek jera.
Di sisi lain, rencana penggantian alat tangkap ikan untuk pengguna pukat harimau tidak menemukan kata sepakat dengan Pemkab setempat. Pengguna pukat harimau enggan mengganti alat tangkap mereka.
Padahal, Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan dan Pemerintah Provinsi Sumbar telah mengalokasikan Rp5 miliar untuk penggantian alat tangkap ikan.
Tak hanya itu, lanjut Eko, permintaan pendirian pos patroli TNI Angkatan Laut (AL) pun hingga kini belum mendapat respon. Padahal, masyarakat sudah bersedia menghibahkan lahan untuk pendirian pos.
“Keberadaan kapal pukat harimau berimbas pada pendapatan nelayan tradisional. Dari hari ke hari, hasil tangkap semakin berkurang,” katanya.
Terkait hal itu, Kepala Dinas Perikanan Pesisir Selatan Andi Syafinal mengatakan, sampai saat ini, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa untuk menindak keberadaan kapal pukat harimau. Sebab, wilayah penindakan berada di tangan pemerintah Provinsi.
Ia juga membenarkan jika sebagian kelompok dari pemilik kapal pukat harimau di Muara Kandis, enggan mengganti alat tangkapnya.
“Ya, memang kami akui itu. Sudah ada surat pernyataan dari pemilik kapal di atas materai terkait penolakan penggantian alat tangkap mereka,” sebutnya.
Soal penindakkan, Pemkab Pesisir Selatan telah menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah provinsi Sumbar. Bahkan, pihaknya telah melaporkan setiap adanya pengaduan masuk.
Hal itu sesuai Undang-undang nomor 9 tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), tentang kewenangan penindakkan alat tangkap terlarang kini ada di pemerintah provinsi.
"Sebagai tindak lanjutnya, segera akan di bangun pos pengawasan terpadu. Kami sudah koordinasikan dengan DKP Sumbar dan Lantamal II Teluk Bayur,” pungkasnya. (Rahmadi/RC)