Setidaknya, waktu yang ditentukan dalam undang-undang jika terjadi kekosongan wakil presiden selambat-lambatnya diberi tenggat 60 hari, sebagaimana bunyi UUD 1945 pasal 8 ayat (3). Namun, di kota Padang hingga hari ini, belum nampak tanda-tanda akan terjadinya pengisian kekosongan jabatan Wakil Walikota Padang.
Padahal, jika dihitung semenjak Hendri Septa dilantik menjadi wali kota Padang pada 7 April 2021 lalu. Tepat pada bulan Agustus ini, sudah memasuki empat bulan atau sudah 120 hari kursi wakil wali kota kosong berdebu karena tidak diberi kehangatan oleh yang bakal mendudukinya.
PP 12/2018
Berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengaturan Pengisian Kekosongan Jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Menurut PP ini, salah satu tugas dan wewenang DPRD Provinsi, Kabupaten, Kota adalah memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan kursi jabatan.
Selain itu, kewenangan DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota juga berwenang mengusulkan pengangkatan kepala daerah kepada presiden melalui menteri.
Tapi apa yang diharapkan dalam PP ini tidak menemukan titik solusi. Yang menjadi inti permasalahan dalam PP ini adalah tidak adanya ketentuan yang mengatur berapa lama batas minimal yang diberikan pemerintah untuk mengisi jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah itu.
Berangkat dari asumsi ini, penulis dapat menarik satu kesimpulan kenapa hingga hari ini belum ada kelanjutan dan ketegasan dari kepala daerah dan DPRD untuk segera mengisi kursi wakil wali kota Padang.
Secara mekanisme peraturan perundang-undangan tidak ada dalil hukum yang mendukung untuk segera mempercepat proses pengisian jabatan wakil wali kota. Walaupun alih-alih telah beredar kabar bahwa kesepakatan yang terjadi antara PKS dan PAN tidak menemukan titik temu sehingga kursi wakil wali kota belum mendapatkan kepastian.
Otomatis publik semakin banyak berspekulatif karena lamanya proses politik yang belum mencapai kata “deal” tersebut. Jika diamati dari mekanisme secara umum, yang semestinya duduk menggantikan posisi Hendri Septa sebagai wakil wali kota ialah dari kader PKS. Karena, kedua koalisi ini - baik PKS dan PAN - merupakan pasangan pada pemilihan walikota dan wakil walikota Padang pada 2019 lalu. Tapi ini kan mekanisme secara tertulis, namun belum tentu dengan aturan tidak tertulisnya.
Oleh karenanya, jika aturan tidak tertulis tersebut belum menemukan kesepakatan di PKS dan PAN maka masalah baru akan muncul. Masalah baru seperti menangguhkan kursi wakil wali kota hingga akhir periode karena secara otomatis nama yang dimunculkan nanti akan sangat berpengaruh terhadap elektabilitas ketokohan pada pemilihan wali kota 2024 mendatang.
Bisa saja terjadi “deal-deal” berupa gerakan untuk menunggalkan posisi Hendri Septa selaku wali kota Padang oleh sebagian partai. Yang besar kemungkinan ini merupakan panggung bagi PAN untuk melanggengkan posisi Hendri Septa untuk periode 2024 mendatang.
Atau kader dari PAN memberi peluang kepada PKS untuk berkoalisi lagi pada agenda pemilihan mendatang sehingga kedua koalisi dari PAN dan PKS pada 2024 mendatang semakin mesra dalam percaturan politik di Sumatera Barat.
Kehadiran PKS di panggung Sumatera Barat tidak bisa diabaikan begitu saja oleh PAN, karena sebagian besar kepala daerah kabupaten/kota di Sumatera Barat dikendalikan penuh oleh PKS. Di sisi lain, walaupun PKS dan PAN menguasai kursi eksekutif di Kota Padang.
Tapi belum tentu bisa menguasai kursi legislatif di DPRD, karena intrik dan kongkalikong di DPRD Padang tidak mudah untuk dikendalikan begitu saja tanpa ada “mahar” yang diharapkan.
Butuh “pendorong” untuk bisa berjalan sesuai dengan keinginan PKS dan PAN jika ingin berjalan mulus. Di samping itu, hal yang tidak bisa disepelekan ialah kehadiran Gerindra sebagai partai penguasa legislatif di DPRD. Otomatis, PKS dan PAN mau tidak mau harus mendekatkan diri kepada Partai Gerindra sebagai penguasa DPRD Padang.
Urgensi Posisi Wakil Wali Kota
Posisi Hendri Septa sekarang ibarat burung terbang dengan dua sayap yang oleng pesakitan, sehingga terbang menjadi tidak stabil. Begitu juga dengan posisi wali kota dan wakil wali kota yang merupakan satu komponen yang saling melengkapi, tanpa kehadiran wakil wali kota posisi wali kota akan ruwet.
Lihat saja baru-baru ini, karena kepanikan Hendri Septa yang tidak memiliki wakil untuk berbagi masalah, akhirnya secara tidak langsung posisi Sekko Amasrul di bebas-tugaskan karena wakil wali kota yang belum juga datang.
Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014, setidaknya terdapat 16 tugas dan wewenang wali kota selaku kepala daerah. Memimpin pelaksanaan setiap urusan pemerintahan dan setiap kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
Kedua, memelihara ketenangan dan ketertiban masyarakat, menyusun dan mengajukan rancangan peraturan daerah tentang rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), mewakili kota yang dipimpin di dalam dan di luar pengadilan, mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah, melaksanakan segala tugas yang diamanahkan UU dan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan wilayah kota.
Di samping berwenang menetapkan sekaligus memberlakukan Perda yang sudah mendapat persetujuan dari DPRD, dan menetapkan peraturan kepala daerah atas suatu permasalahan, juga mengambil tindakan tertentu yang diperlukan untuk mendesak keadaan yang sangat dibutuhkan dan juga menghadiri kegiatan formal resmi baik undangan pemerintah di atasnya maupun undangan dari masyarakat.
Maka, tidak mungkin seorang wali kota mengerjakan ke-16 tugas dan wewenang ini keseluruhnya mengingat kemampuan dari seorang kepala daerah yang juga terbatas. Maka, di sinilah peran pembantu wakil wali kota untuk melimpahkan sebagian tugas penting wali kota kepada wakil wali kota agar setiap tugas dan kewajiban yang ditunaikan wali kota baik yang bersifat formal maupun informal menjadi lebih terbagi secara proporsi, teratur dan fleksibel.
Walaupun yang lebih banyak mendapat sorotan dari media adalah wali kota tidak menutup kemungkinan juga kehadiran wakil wali kota dipungkiri demi suksesnya jalannya roda pemerintahan.
Oleh sebab itu, ada sebenarnya salah satu jalan pintas yang bisa dilakukan wali kota Padang yaitu menunjukkan langsung siapa yang bakal menjadi pendampingnya. Dengan pertimbangan partai pemenang PKS dan PAN.
Jika bisa dirembukkan dan dibicarakan baik-baik dengan berbagai aspek, maka proses politik tidak membutuhkan waktu untuk segera memilih wakil wali kota. Salah satu wewenang wali kota yang tertera dalam UU 23/2014 adalah memilih wakil wali kota dalam kerangka aturan yang berlaku.
Terakhir, penulis yakin dan yakin sekali bahwa wali kota kita Hendri Septa adalah orang yang berjiwa besar, orang yang lebih mementingkan kepentingan rakyat daripada kepentingan golongan. Dengan tekad dan niat membangun kota Padang ini agar lebih maju dan tumbuh sebagaimana visi dan misi wali kota dan wakil wali kota pada 2019 lalu. Allahu A`lam. [*]
---
Muhammad Irsyad Suardi
Mahasiswa Pasca Sosiologi Unand - Direktur Eksekutif Social Politics Ibnu Khaldun Indonesian (SPIKI) Center