Langgam.id - Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatra Barat (Sumbar) Sayuti Dt. Rajo Pangulu memberi tanggapan soal pernyataan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri yang menyebut Sumbar hari ini sudah berbeda dibandingkan dulu.
Sebagaimana diketahui, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menilai kondisi masyarakat di Sumbar saat ini sudah berbeda dibandingkan dulu. Menurutnya sudah tidak banyak tokoh-tokoh besar yang dilahirkan dari Sumbar.
Megawati juga mempertanyakan peran ninik mamak, alim ulama, kaum cerdik pandai. Kesemuanya merupakan kepemimpinan yang khas yang disebut di Minangkabau sejak dahulu. Dia mempertanyakan apakah semua itu tinggal simbol dan kenangan saja?
Ketua LKAAM Sumbar Sayuti Dt Rajo Pangulu membenarkan pernyataan Megawati, bahwa saat ini tidak ada lagi tokoh-tokoh kelas nasional. Orang Minang biasanya kalau cukup ilmunya di surau seperti belajar agama dan silat, lalu dia merantau maka biasanya dia jadi tokoh di perantauan.
"Saya bukan pendukung bu Mega ya, tetapi pernyataan beliau memang benar, kalau orang Minang itu dulu sebelum merantau ke surau dulu, orang seperti itu disegani oleh orang," katanya, Jumat (13/8/2021).
Kemudian terkait pertanyaan Megawati soal fungsi tungku tigo sejarangan menurutnya, pada pemerintahan zaman dulu memang hidup seperti di masa Gubernur Sumbar Harun Zain, Azwar Anas, dan Hasan Basri Durin. Namun sekarang tidak hidup lagi dan sudah lama mati.
"Dulu hidup tungku tigo sejarangan, sudah lama mati apalagi dalam 10 tahun terakhir, cuman disebut-sebut saja tapi tidak ada tindak lanjut programnya, dulu itu diberi tugas oleh pemerintah daerah," katanya.
Baca juga: Sebut Sumbar Sudah Beda, Megawati Pertanyakan Peran Tungku Tigo Sajarangan
Dia mengatakan, orang yang biasanya menjadi tokoh nasional itu biasanya tidak akan lepas dari unsur tungku tigo sejarangan dan tahu adat tahu agama. Sebut saja Tan Malaka, dia orang yang tahu adat dan tahu agama.
Begitu juga dengan Agus Salim yang tahu adat dan agama. Kemudian Buya Hamka, Sutan Syahrir, Bung Hatta, termasuk suami Megawati Taufik Kemas, semua rata-rata adalah datuk yang juga paham dengan agama.
"Jadi sebenarnya bu Mega rindu tokoh-tokoh yang seperti suaminya, suaminya ketua MPR malahan, jadi dia rindu mungkin menurut saya," katanya.
Menurutnya, Megawati tidak marah dan tidak menyindir Sumbar. Tetapi ingin mengungkapkan kerisauannya karena dulu Sumbar banyak tokoh nasional bahkan internasional, namun sekarang tidak ada lagi.
Pernyataan Megawati harus menjadi introspeksi luar biasa bagi masyarakat Sumbar. Harapannya dengan ini pemerintah daerah menghidupkan kembali peran tungku tigo sejarangan dan tali tigo sapilin yang menjadi pemimpin informal di tengah masyarakat.
"Ini harus menjadi koreksi luar biasa bagi kita, jadi saya setuju dengan pernyataan itu, yang dikeluhkan bu Megawati itu pemimpin, ini kerisauannya," katanya.
Menurutnya, program seperti dulu harus dihidupkan kembali seperti LKAAM masuk sekolah dan kampus. Yaitu dengan memberikan pengarahan nilai adat, sehingga bisa membentuk generasi muda yang tangguh.
"Saat ini perantau banyak yang pergi tanpa bekal. Kemudian di perantauan bukannya malah berjuang seperti membuka toko, tapi malah menjadi pelayan toko kebanyakan," bebernya.