Langgam.id - Rul Tanjuang tampak sibuk dengan arang batok kelapa pada Minggu (27/6/2021). Arang itu lalu ia masukkan ke dalam setrika kuno. Kegiatan ini selalu rutin dilakukan pria 62 tahun itu pagi hari, sebelum memulai pekerjaan.
Rul Tanjuang merupakan satu dari tiga penyedia jasa setrika arang batok kelapa yang masih bertahan di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar). Kedai yang dikontraknya berada di lantai dua Padang Theater, Pasar Raya Padang yang hanya berukuran 3x2 meter
"Proses menghidupkannya tidak begitu rumit. Cukup dimasukkan arang, disiram minyak tanah, lalu dikasih api. Tidak begitu rumit menghidupkan pokoknya," kata Rul Tanjuang bercengkrama dengan langgam.id.
Tangan Rul Tanjuang yang menghitam terlihat begitu cekatan. Sesekali ia memercikkan air dan memegang setrika kuno miliknya untuk merasakan kadar panas.
Sembari menunggu, ayah tiga anak ini pun duduk santai sembari merokok. "Sampai bisa dirasakan panasnya, kita kan bisa mengetahui, kadar panasnya yang bisa dipakai. Ini yang harus dipahami," ujarnya.
Rul Tanjuang telah menekuni profesi penyedia jasa setrika arang batok kelapa sejak puluhan tahun lalu. Keahliannya ini merupakan turun temurun mulai dari kakek, paman hingga dirinya.
Ia memulai bekerja secara mandiri dan buka kedai sejak 1991. Sebelumnya, ia menjadi anak buah orang dimulai pada 1973. Namun siapa disangka, dengan profesinya yang kian tergerus dengan perkembangan teknologi, Rul Tanjuang mampu mengantarkan anaknya sarjana.
"Dengan cara inilah (bayar kuliah anak), istri bisa menabung. Waktu muda, tahun 1991 sampai 1999 saya bisa dikatakan siang malam kerja. Sore kerja di sini, lalu sambung di rumah. Itu ketika masih tinggal di pusat kota," ceritanya.
"Tapi sebanyak tahun 2000, sekarang sudah pindah ke Lubuk Buaya, tidak boleh sama anak (pulang malam). Anak tinggal satu yang masih kuliah, dua lagi udah sarjana, sudah nikah, satu diantaranya jadi PNS. Sekarang sudah empat cucu," sambung Rul Tanjuang.
Profesi yang dilakoni Rul Tanjuang tak mudah dan harus memiliki skill tertentu. Terutama, soal merasakan kadar panas untuk memulai menyetrika pakaian orang. Kadar panas ini juga menentukan kerapian pakaian.
Bahkan jika melakukan kesalahan, bisa-bisa pakaian milik orang rusak karena terbakar. Rul Tanjuang yang telah ahli di bidang ini pun tak menampik mengalami hal tersebut. Sehingga ia terlaksana harus mengganti pakaian orang.
"Kelihatannya mudah, tapi harus ada skill juga untuk mengetahui tinggi kadar panasnya. Kalau tidak tentunya nanti merusak ke barang orang. Kalau tidak tahu, barang (pakaian) hasilnya tidak bagus, orang tidak puas. Kepuasan orang ini menjadi utama," kata dia.
Meskipun profesi yang terbilang lawas, Rul Tanjuang tetap memiliki langanan yang setia. Mereka para konsumen yang masih ingin merapikan pakaian dengan setrika arang. Salah satunya, para tukang jahit pakaian.
"Konsumen kebanyakan 80 persen itu dari tukang jahit. Langganan saya memang para tukang jahit. Sebagian 20 persen baru yang pakaian sudah dipakai, tapi tidak banyak," tuturnya.
Rul Tanjuang menceritakan perbedaan hasil setrika arang dengan listrik sangat jauh berbeda. Salah satunya, soal kerapian hingga wangi. Hal ini sesuai dari pengakuan para konsumennya.
Namun ia mengalami kesulitan soal mencari bahan utama dalam melakoni pekerjaan. Seperti sulitnya mencari arang batok kelapa. Selain itu, harganya cukup tinggi.
"Jadi arang ini kalau dapat ada terus. Tapi sampai sekarang, arangnya dari batok kelapa, batok kelapa ini juga langka. Harganya cukup tinggi. Dulu tidak ada perkilogram, sekarang perkilogram yang harganya Rp10 ribu. Mahal. Satu lagi kadang barang sering putus," keluhannya.
Rul Tanjuang bisa menghabiskan dua kilogram arang batok kelapa dalam sehari untuk mengerjakan 80 lembar pakaian. Satu lembar pakaian, ia mendapat upah sebesar Rp3.500. Namun tak jarang pelanggannya memberi lebih.
"Saya berharap, profesi langka seperti saya dapat bertahan terus. Adanya perhatian pemerintah. Jalan untuk mengangkat profesi ini. Sekarang profesi ini tidak ada yang melanjutkan dari generasi muda. Sekarang hanya tinggal tiga orang di Padang Theater, udah usia lanjut. Saya yang rutin dari pagi, yang lain buka siang," ucapnya.