Langgam.id - Kepala Balitbang Sumbar, Reti Wafda mengatakan, berdasarkan data yang tersedia sementara, jumlah keramba jaring apung (KJA) yang tidak aktif di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, sekitar 40 persen dari total yang ada.
Reti menambahkan, bahwa diperkirakan butuh anggaran sekitar Rp2,3 miliar untuk mengangkat KJA yang tak aktif tersebut keluar dari danau.
"Anggaran tersebut dibebankan pada Kabupaten Agam yang memiliki kewenangan di bidang budidaya ikan," ujar Reti saat rapat Koordinasi Pengurangan KJA Maninjau di ruang rapat Istana Gubernur Sumbar, Kamis (24/6/2021).
Sementara itu, Bupati Agam Andri Warman mengatakan, bahwa pihaknya telah menggelar rapat dengan semua pihak terkait di Agam dan menjadwalkan gotong royong sambil mengangkat KJA yang terbengkalai dan tidak punya pemilik sekaligus menverifikasi data tentang pemilik KJA.
"Saat ini data pemilik KJA itu sudah selesai diverifikasi pada empat nagari sementara empat nagari lagi masih dalam proses. Diharapkan sebelum 16 Juli semua data itu sudah selesai diverifikasi untuk disinkronkan dengan data Pemprov Sumbar," katanya.
Sebelumnya, proses revitalisasi Danau Maninjau akan dimulai dengan mengangkat KJA yang terbengkalai dan tidak memiliki pemilik atau telah ditinggalkan oleh pemiliknya.
Baca juga: Penertiban Keramba di Danau Maninjau Segera Dimulai, yang Tak Aktif Diangkat Lebih Dahulu
"Kita samakan dulu datanya dengan Kabupaten Agam. Kalau sudah jelas terverifikasi keramba yang tidak ada pemilik dan terbengkalai, itu dulu yang kita tertibkan," ungkap Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy.
Dirinya memprediksi berdasarkan konsumsi pakan, jumlah KJA yang aktif itu hanya sekitar 7 ribu-8 ribu dari total 17.400 unit yang ada di Danau Maninjau. Dia juga waspadai, bahwa dalam proses penertiban itu akan timbul potensi masalah sosial karena itu perlu langkah-langkah konkret untuk meredam dan solusinya sejak awal.
Salah satu alternatif yang menjadi kesepakatan adalah alih sumber ekonomi bagi masyarakat pemilik keramba di selingkar danau. Perlu ada maping yang jelas terhadap pemilik keramba ini atau by name by adress agar penanganannya bisa disesuaikan dengan kondisi ril di lapangan.
"Karena pada dasarnya pemilik keramba ini adalah nelayan, bukan petani atau peternak. Jadi program alih sumber ekonomi harus disesuaikan dengan latar belakang itu," katanya.
Menurutnya, jika ada program yang tidak berkaitan dengan latar belakang mereka, maka perlu difikirkan pelatihan-pelatihan agar bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaan baru.
"Misalnya yang akan dialihkan ke sektor pariwisata, harus disiapkan penguatan potensi SDM melalui pelatihan," ujarnya. (Rahmadi/yki)