Langgam.id - Wakil Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Audy Joinaldy mengingatkan masyarakat sekitar Danau Singkarak untuk bersama menjaga kelestarian ikan endemik, bilih, agar tidak punah dan hanya bisa dilihat lewat layar gawai.
Audy menyampaikan itu saat menghadiri kegiatan penyerahan bantuan mesin tempel 2,5 PK bagi nelayan Danau Singkarak di UPTD Konservasi dan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Instalasi Konservasi Jenis Perikanan Perairan Umum Danau Singkarak Kabupaten Solok, Senin (21/6/2021).
"Ikan bilih atau nama latinnya mystacoleucus padangensis adalah satwa endemik. Salah satu kekayaan plasma nutfah dari Sumbar. Kalau tidak dipelihara bisa punah," katanya.
Menurutnya, jika ikan tersebut hampir punah bisa saja dimasukkan dalam kategori satwa yang dilindungi sehingga tidak boleh lagi ditangkap dan dikonsumsi.
Hal itu terang Audy, tentu akan sangat merugikan bagi 6 ribu orang masyarakat selingkar danau yang menggantungkan nasib dari menangkap dan menjual ikan bilih.
"Karena itu mari bersama-sama kita menjaga agar populasi ikan bilih ini tetap terjaga dan tetap bisa menjadi roda perekonomian masyarakat selingkar danau," ujarnya.
Bersamaan dengan itu, ia meminta Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar untuk terus mengundang ahli dalam upaya pelestarian dengan teknologi pemijahan yang sampai saat ini belum berhasil.
"Nanti coba lagi undang para ahli untuk upaya pemijahan ini," ujarnya.
Dukungan pemerintah untuk upaya pelestarian itu adalah dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 18 tahun 2018 yang salah satunya melarang eksploitasi penangkapan ikan yang tidak terkendali menggunakan alat tangkap ilegal seperti bagan.
"Bagan dalam aturan itu tegas dilarang. Ini harus ditegakkan," katanya.
Selain itu kata Audy, Pemprov Sumbar bersama Pemkab Solok dan Tanah Datar juga mengalokasikan anggaran untuk bantuan alat tangkap ramah lingkungan bagi nelayan sekitar danau.
Alat tangkap itu diantaranya mesin tempel 2,5 PK sebanyak 14 unit untuk 14 orang nelayan yang tergabung dalam 11 kelompok nelayan di Danau Singkarak masing-masing tujuh penerima dari Nagari Paninggahan Solok, tujuh penerima dari Kabupaten Tanah Datar.
Bantuan lainnya adalah penyediaan 16 jaring langli (jaring ikan bilih) untuk 16 nelayan di Tanah Datar dan Solok. Kemudian penyediaan 14 unit Gilnet (jaring ikan nila) untuk 14 orang nelayan dua daerah.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, Yosmeri mengatakan, penangkapan ikan dengan bagan bukan kearifan lokal tapi pola yang ditiru diimpor dari Danau Toba.
Ia bercerita pada tahun 2004 ikan bilih Danau Singkarak diintroduksi ke Danau Toba dan ternyata berkembang pesat. Mereka di sana menggunakan bagan sehingga hasil tangkapan sehari bisa mencapai 100 ton.
"Namun karena tidak bisa mengolah seperti di Sumbar mereka mengundang nelayan Singkarak untuk membantu memberikan pelatihan pengolahan ikan bilih," katanya.
Setelah memberikan pelatihan di Toba ungkap Yosmeri, nelayan ini membawa pulang cara penangkapan dengan bagan yang kemudian makin berkembang hingga populasi ikan menjadi terganggu.
"Sekarang kita mencoba mengembalikan cara menangkap ikan itu sesuai kearifan lokal dengan jaring langli atau pancing supaya populasi ian terjaga dan tidak menjadi punah," katanya.
Menurut Yosmeri, jika tidak dilakukan upaya pelestarian sejak sekarang, diyakini ikan bilih akan punah dalam waktu dekat. (Rahmadi/yki)