Langgam.id - Setiap tahunnya masyarakat Jorong Sikaladi Nagari Pariangan, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar memiliki cara dan tradisi tersendiri dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri, tepatnya di Hari Rayo Anam atau 6 hari pasca lebaran.
Masyarakat di daerah ini biasa menyambutnya dengan berbagai tradisi dan permainan anak nagari. Uniknya perayaan ini dilaksanakan setiap hari Kamis walaupun sudah lewat dari enam hari.
Dilansir dari situs resmi Humas Tanah Datar, masyarakat setempat percaya bahwa arwah para leluhur akan datang pada hari Kamis tersebut, jadi masyarakat sangat mempercayai hari Kamis hari yang baik untuk dirayakan.
Tradisi diawali dengan melakukan ziarah dan berdoa bersama keluarga masing-masing kaum setelah selesai melakukan puasa enam di bulan Syawal. Hal ini mereka namakan katompat yaitu ziarah ke makam (pandam perkuburan). Masyarakat akan melakukan doa bersama dan kaum ibu akan membawa dulang yang berisikan makanan.
Setiap rumah membawa bekal dengan talam ke pemakaman. Di dalam talam berisikan nasi bungkus untuk diserahkan kepada masyarakat yang hadir, mulai dari anak-anak hingga tokoh masyarakat dan para perantau.
Puncaknya, warga yang berkumpul melakukan tahlil dan zikir bersama yang mereka namakan Ratik Tagak atau tahlilan sambil berdiri.
Mamak Pakiah Batuah dari persukuan Pisang salah seorang mamak kaum mengatakan, acara tersebut sudah menjadi tradisi dari nenek moyang di Jorong Sikaladi dan masih bertahan sampai saat ini.
Konon katanya, merayakan Hari Rayo Anam bermula di bawah kepemimpinan Kampuang Panji Datuak Tanjuang, kemudian turun kepada Datuak Garang, dari Datuak Garang turun temurun hingga saat ini.
Diperkirakan acara tersebut sudah diwariskan sekitar 400 tahun yang silam dan akan diturunkan kepada anak kamanakan di setiap generasi berikutnya.
Kendati demikian, merayakan Hari Raya Anam bukan sembarangan dapat dirayakan. Harus ditentukan hari dan waktunya agar doa yang dibacakan benar-benar tepat tujuan dan maksudnya.
Baca juga: Mengintip Pesona Rakik-rakik di Danau Maninjau dalam Menyabut Hari Kemenangan
Biasanya, masyarakat Sikaladi merayakannya pada Kamis pertama setelah puasa enam dibulan Syawal. Puncaknya pada petang Kamis di pandam pekuburan Sipuan Raya Suku Pisang dengan menggelar doa, zikir, dan tahlil bersama.
Mereka meyakini petang Kamis dan malam Jumat adalah waktu kembalinya arwah nenek moyang mereka ke dunia untuk melihat anak cucunya.
Bagi masyarakat Sikaladi, Hari Rayo Anam lebih meriah jika dibandingkan dengan hari raya Idul Fitri. Karena pada Hari Rayo Anam ini, seluruh anak kemenakan Jorong Sikaladi, baik yang tinggal di kampung halaman maupun di perantauan akan pulang kampung dan berkumpul semuanya.
Selain itu, Hari Rayo Anam juga sebagai bentuk merajut tali silaturahmi masyarakat kaum dari pesukuan itu. Dengan berkumpul bersama, seluruh masyarakat kaum dapat saling mengenal satu sama lain.
Slah seorang warga Sikaladi, Sukarni (56) mengatakan Hari Rayo Anam adalah waktunya anak kemanakan Sikaladi berkumpul di kampung halaman. Yaknidengan berziarah ke pandam pekuburan kaum bersama-sama.
Masing-masing kaum datang ke pemakaman dengan membawa nasi dengan talam. Di pemakaman itu warga akan melakukan doa, zikir, serta makan bersama di pemakaman tersebut.
"Biasanya kalau hari bagus, diperkirakan 200-250 talam yang dibawa ke pandam pekuburan Sipuan Raya tersebut. Dan semua yang ada pertalian atau hubungan kekeluargaan dengan suku Pisang akan datang ke acara tersebut, acara ini juga dimeriahkan dengan permainan anak nagari panjat pohon pinang," ujarnya dilansir dari situs resmi Humas Tanah Datar, Minggu (16/5/2021).(*/Ela)