Langgam.id - 17 orang menjadi korban longsor di lokasi tambang emas di Nagari Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat (Sumbar). Delapan orang di antaranya ditemukan tertimbun dinyatakan meninggal dunia.
Sedangkan sembilan orang lainnya mengalami luka dan patah tulang. Keseluruhan korban telah ditemukan dan dievakuasi dari lokasi tambang emas tersebut.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar angkat bicara dari peristiwa ini. Catatan Walhi Sumbar, kejadian longsor di lokasi tambang telah beberapa kali terjadi.
Pada 8 April 2020, insiden serupa menewaskan sembilan penambang emas tanpa izin juga terjadi. Lokasinya berada di Talakiak, Nagari Ranah Pantai Cermin, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan.
"Tapi kejadian ini seakan tak memberikan pelajaran kepada pemerintah mulai di tingkat kecamatan, kabupaten bahkan gubernur untuk benar-benar mencarikan alternatif solusi dari permasalahan tersebut," kata Kepala Departemen Kajian Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar Tommy Adam dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/5/2021).
Ia menambahkan, Walhi Sumbar terus menyampaikan harus ada upaya serius mencarikan alternatif mata pencaharian bagi masyarakat penambang agar tak terjadi lagi bencana yang merenggut nyawa. Namun keseriusan pemerintah dalam mencarikan alternatif solusi mata pencaharian tak kunjung direalisasikan dan dimaknai serius oleh pemerintah.
Baca juga: Terkendala Akses Jalan Sulit, Korban Terakhir Pekerja Tambang di Solsel Ditemukan
"Nyatanya IUP (Izin Usaha Pertambangan) masih saja tetap ada dan bahkan banyak izin-izin baru yang akan keluar," jelasnya.
Tommy mengungkapkan, dari data pihaknya terdapat sebanyak delapan IUP minerba dengan luas 4.461.8 hektare dengan komoditi antaranya adalah besi, emas, tembaga galena. Umumnya IUP ini berlokasi dekat dengan kawasan hutan lindung dan di sepanjang sempadan sungai.
"Alih-alih melakukan evaluasi menyeluruh terhadap IUP yang ada, pemerintah malah melanggengkan kegiatan pertambangan yang ada dengan bungkusan legal yang sah di mata hukum," ujarnya.
Menurutnya, penerbitan izin baru ini tentu saja menjadi trigger bagi masyarakat untuk tetap terus menambang secara ilegal. Di samping pemerintah tak kunjung memberikan solusi mata pencaharian alternatif, kebutuhan pokok untuk kehidupan sehari-hari juga tetap harus dipenuhi.
Dari kajian Hidrologis, kata Tommy, Solok Selatan merupakan Hulu DAS Batang Hari. Hulu ini seharusnya berfungsi sebagai fungsi lindung bagi DAS Batang Hari.
Baca juga: Pekerja Tambang Emas yang Meninggal Tertimbun di Solok Selatan Jadi 8 Orang
Ia menjelaskan, dari penggunaan lahan serta tutupan lahannya adalah kawasan hutan dengan telah ditetapkan fungsi hutan lindung dan konservasi (SK Menhut 35/2013). Kemudian, akibat masifnya aktivitas tambang, pembukaan kawasan hutan menyebabkan tingginya bencana ekologis yang terjadi karena hutannya dirusak.
Secara kajian bencana terangnya, Kabupaten Solok Selatan termasuk dalam wilayah yang memiliki potensi risiko bencana tanah longsor dalam indeks kategori sedang hingga tinggi.
Terdapat tujuh wilayah kecamatan yang masuk dalam kawasan risiko bencana tanah longsor dengan luas bahaya mencakup hingga 208.764 Ha (InaRisk BNPB). Artinya, dengan kondisi bencana yang tinggi di Solok selatan harusnya menjadi rujukan bagi pemerintah dalam mengatur dan menegakan regulasi. Secara aspek keselamatan kondisi alamnya tak mungkin di tambang karena akan menyebabkan bahaya.
"Walhi Sumbar mendesak pemerintah kabupaten agar segera mengambil langkah tegas dalam upaya mencarikan solusi alternatif ekonomi bagi masyarakat penambang. Dimulai dari mendata jumlah penambang yang ada di sana," tambah Tommy.
Kemudian ungkapnya, melakukan investigasi mendalam dalam rangka melakukan penindakan tegas kepada para cukong dan pemodal tambang. Melakukan penataan kembali tata ruang wilayah yang menjamin keberlanjutan dan fungsi ekologis Hulu DAS Batanghari yaitu Kabupaten Solok Selatan yang telah rusak akibat masifnya bukaan kawasan hutan akibat pertambangan. (Irwanda/yki)