79 Tahun Merdeka, Petani Indonesia Masih Terjajah

Tanggal 17 Agustus 1945 adalah tonggak bersejarah bagi bangsa Indonesia, di mana kemerdekaan diproklamirkan dan harapan baru mulai bersinar untuk rakyat. Setelah 79 tahun merdeka, banyak aspek kehidupan masyarakat yang telah mengalami perubahan signifikan. Namun, di tengah berbagai kemajuan yang diraih, para petani Indonesia merasa masih terjajah dalam banyak hal.

Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan sebagian besar penduduknya bergantung pada sektor pertanian. Petani adalah tulang punggung perekonomian nasional, karena mereka memproduksi berbagai komoditas pangan yang dibutuhkan oleh seluruh masyarakat. Namun, meskipun peran mereka sangat vital, kondisi kehidupan petani sering kali jauh dari layak.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022, sekitar 29,5% dari populasi bekerja di sektor pertanian. Meskipun jumlah petani masih signifikan, banyak dari mereka yang hidup dalam kemiskinan. Pendapatan petani seringkali tidak sebanding dengan usaha keras yang mereka lakukan. Harga komoditas yang volatile, ditambah biaya produksi yang terus meningkat, mengakibatkan petani sering terjebak dalam lingkaran kemiskinan.

Ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh petani Indonesia yang menyebabkan mereka masih merasa terjajah meskipun telah merdeka selama 79 tahun. Beberapa tantangan tersebut antara lain adalah  Fluktuasi harga pangan, menyebabkan petani sering kali mengalami kerugian. Musim panen bisa menjadi saat yang penuh harapan, tetapi saat harga jatuh, panen melimpah justru bisa menjadi bumerang. Pemerintah sering kali tidak mampu menjaga kestabilan harga, dan petani pun terpaksa menjual hasil pertanian mereka dengan harga yang rendah.

Meski teknologi pertanian modern terus berkembang, akses terhadap teknologi tersebut masih terbatas bagi banyak petani. Terutama petani kecil yang kesulitan untuk mendapatkan alat dan teknologi yang efisien. Tanpa dukungan teknologi, produktivitas mereka terhambat, yang berujung pada pendapatan yang rendah.

Berbagai kebijakan pertanian yang dikeluarkan pemerintah sering kali tidak menguntungkan bagi petani. Subsidi yang tidak merata, akses pasar yang dibatasi, serta kurangnya perhatian terhadap kesejahteraan petani menjadi faktor utama yang membuat mereka merasa terabaikan. Banyak kebijakan yang lebih mendukung kepentingan perusahaan besar daripada petani kecil.

Pembatasan pembelian pupuk subsidi yang kurang tepat, petani kesulitan mendapatkan pupuk, sama kita ketahui bahwa pupuk adalah kebutuhan paling vital dalam pertanian. Sampai saat ini kebutuhan akan pupuk kimia masih belum bisa digantikan secara keseluruhan, jika pupuk sulit  didapatkan tentu saja mempengaruhi terhadap hasil panen petani. Pendistribusian pupuk yang tidak tepat sasaran serta periode distribusi pupuk yang tidak masuk akal, jika pupuk kurang tentu saja petani tidak bisa menggarap lahan mereka. Belum lagi persoalan kelangkaan bibit, harga bibit tanaman mahal dan sulit didapatkan semakin mempersulit petani.

Banyak petani yang terjerat dalam utang kepada tengkulak atau pihak ketiga untuk mendapatkan modal. Hal ini sering kali menyebabkan mereka terjebak dalam siklus utang yang sulit untuk dilunasi. Mereka bekerja keras tetapi hasilnya sering kali tidak dapat dirasakan secara signifikan karena besarnya potongan dari hasil panen yang harus diserahkan kepada tengkulak. Mereka dipaksa membayar hutang tetapi hasil panen dibeli dengan harga murah, petani yang bersusah payah menggarap sawah dan ladang tidak bisa merasakan jerih payah usahanya, karena harus membayar hutang kepada tengkulak dan dibeli dengan harga yang tidak layak

Agar petani Indonesia tidak lagi merasa terjajah, perlu ada upaya yang lebih serius dari berbagai pihak, khususnya pemerintah, maupun sektor swasta. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang lebih berpihak kepada petani. Hal ini termasuk memberikan subsidi yang merata dan akses pasar yang lebih baik. Selain itu, pemerintah juga perlu melibatkan petani dalam proses perumusan kebijakan agar kebutuhan serta suara mereka didengar. Seperti kebijakan impor yang perlu dikaji lebih dalam, sering kali pemerintah kurang tepat dalam mengimpor kebutuhan pokok seperti beras. Jika ketersediaan beras terlalu banyak tentu saja membuat harga pasaran anjlok dan merugikan petani.

Pendidikan dan pelatihan sangat penting untuk meningkatkan kemampuan petani dalam mengelola pertanian. Dengan pengetahuan yang lebih baik tentang teknik bertani, penggunaan teknologi baru, dan manajemen bisnis, petani diharapkan dapat meningkatkan produktivitas mereka.

Pemerintah serta sektor swasta perlu berkolaborasi untuk memberikan akses kepada petani terhadap teknologi pertanian yang modern. Hal ini bisa berupa penyediaan alat pertanian yang efisien, akses terhadap informasi pasar, serta jalan untuk menjual produk mereka dengan harga yang lebih baik.

Pemerintah harus menyediakan jaminan perlindungan bagi petani terhadap risiko yang disebabkan oleh perubahan iklim, harga yang tidak stabil, dan bencana alam. Asuransi pertanian bisa menjadi salah satu solusi yang membantu petani untuk melindungi diri dari kerugian.

Sebagai negara yang telah merdeka selama 79 tahun, sudah saatnya kita merenungkan nasib para petani Indonesia. Mereka adalah pahlawan yang sering kali terlupakan dalam perjalanan panjang bangsa ini. Dengan adanya kesadaran kolektif dan tindakan nyata dari semua pihak, diharapkan petani Indonesia dapat meningkatkan kesejahteraan mereka dan menghapuskan rasa terjajah yang masih ada. Mari kita dukung upaya untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi petani, agar mereka dapat menikmati hasil jerih payah mereka dan berkontribusi lebih maksimal terhadap kemajuan bangsa.

*Penulis: Wahyu Saptio Afrima (Mahasiswa prodi Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas), dan Aktif berkegiatan di Lembaga Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau

Baca Juga

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena buzzer telah menjadi sorotan, seiring dengan semakin pesatnya perkembangan media sosial sebagai.
Disinformasi Berbayar: Ancaman Buzzer terhadap Demokrasi
Budaya Pop dan Realitas Sosial? Simak Hubungan Keduanya!
Budaya Pop dan Realitas Sosial? Simak Hubungan Keduanya!
Islam dan Barat dalam Perspektif Orientalisme Kontemporer
Islam dan Barat dalam Perspektif Orientalisme Kontemporer
Filsafat sudah menjadi bahan pembicaraan dan konteks diskusi yang digandrungi oleh berbagai kalangan di Indonesia saat ini. Bahkan dari
Filsafat Timur: Kearifan Pergumulan Pemikiran dari Dunia Timur
Ungkapan "suara rakyat, suara Tuhan" sering kita dengar untuk menggambarkan demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai penguasa tertinggi.
Vox Populi, Vox Dei: Harapan Luhur di Tengah Manipulasi Realitas
Langgam.id - KPK RI menetapkan Nagari Kamang Hilia, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam masuk 10 besar Desa Antikorupsi 2022.
Mencegah Korupsi Sejak Dini: Pentingnya Peran Pendidikan