Langgam.id - Taman Budaya Sumatera Barat kembali menghadirkan ruang ekspresi bagi seniman muda melalui Pertunjukan Tari Kontemporer 3 yang digelar pada 6–7 September 2025. Ajang ini menampilkan karya enam koreografer muda hasil seleksi dari workshop tari yang sebelumnya diikuti 25 peserta.
Kepala Taman Budaya Sumbar, M. Devid, menyebut kegiatan ini merupakan bagian dari program pembinaan UPTD Taman Budaya Sumbar terhadap kesenian tari. Dengan mengusung tema “Ruang dan Waktu dalam Ingatan Kolektif Minangkabau,” acara ini diharapkan mampu memperkaya khazanah seni pertunjukan di Ranah Minang.
“Melalui kegiatan ini, kami berkomitmen memberikan ruang bagi koreografer muda Sumbar untuk terus berkarya, berinovasi, serta melahirkan tafsir baru atas tradisi dalam konteks kekinian,” ujar Devid.
Menurutnya, tema “ruang” tidak hanya dimaknai sebagai wilayah geografis Minangkabau, tetapi juga ruang spiritual, psikologis, hingga imajinasi. Sedangkan “waktu” ditafsirkan sebagai perjalanan sejarah, siklus kehidupan, bahkan sesuatu yang kabur seperti dalam mimpi dan ingatan.
Tiga Karya di Hari Pertama
Di hari pertama pergelaran, tiga koreografer muda tampil dengan karya masing-masing. Yuni Pratiwi membuka panggung dengan karya berjudul “Maniti Golok.” Dibawakan oleh empat penari, tarian ini menggambarkan perjalanan hidup yang penuh tantangan. Gerakan para penari yang perlahan dan hati-hati di atas kayu sempit merepresentasikan pesan: setiap langkah sulit bisa dilalui dengan ketekunan, satu demi satu, hingga sampai tujuan.
Pertunjukan berikutnya hadir dari Muhammad Fadhlan Dhaifullah melalui karya “Antara Aku dan Aku.” Ditarikan oleh lima penari, karya ini menjadi cermin tentang pilihan hidup, konsekuensi, luka, dan proses bertahan. Gerakan yang kontras menampilkan pergulatan batin antara jatuh, tumbuh, dan bertahan tanpa perubahan.
Penutup malam pertama adalah karya Alsafitro berjudul “Diam Adalah Siksa.” Enam penari membawakan tarian ini dengan tubuh terbungkus plastik, melambangkan perasaan terpendam yang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Karya ini terinspirasi dari pituah Minangkabau “bialah rabab nan manyampaian,” sebuah ungkapan tentang bagaimana rasa yang terdalam mencari jalannya lewat medium lain.
Pertunjukan akan berlanjut hingga hari kedua dengan tiga karya lainnya, memperlihatkan beragam interpretasi para koreografer muda terhadap ruang dan waktu dalam ingatan kolektif masyarakat Minangkabau.
"Kegiatan ini sejalan dengan program strategis Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya yang dicanangkan Kementerian Kebudayaan yang dilaksanakan Taman Budaya Sumbar dalam bentuk pembinaan talenta seni budaya secara komprehensif mulai dari pelatihan (workshop), pembinaan lanjutan (pendampingan produksi karya), hingga presentasi karya berupa festival," terang M. Devid.