Langgam.id - Sejumlah literatur mencatat tanggal 4 Januari dalam sejarah Sumatra Barat. Pada tanggal tersebut, terjadi dua peristiwa di wilayah Sumbar pada 1927 dan 1949:
4 Januari 1927
Belanda Padamkan Pemberontakan di Silungkang
.
Silungkang - Pemerintah Hindia Belanda tercatat memadamkan pemberontakan di Silungkang pada 4 Januari 1927. Hal itu, setelah bantuan militer datang dari berbagai kota di Sumbar seperti Bukittinggi dan Padang Panjang. Pada 4 Januari itu, satu brigade militer bantuan dikirim lewat kereta api dari Solok ke Sawahlunto dipimpin seorang letnan. Ia menggantikan Letnan Simons yang tewas sebelumnya. Di tengah jalan saat melewati Silungkang, massa memasang rintangan berupa rantai besi yang diikatkan ke rel untuk menghalangi kereta. Saat membersihkan rintangan itu, muncul serangan. Belanda menembak 4 orang.
.
Sumber:
- Rosihan Anwar dalam "Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia - Volume 4" (2002) hlm 145
- Mestika Zed dalam "Pemberontakan Komunis di Silungkang 1927: Studi Gerakan Sosial di Sumatera Barat" (2004) hlm 141
4 Januari 1949
Rombongan PDRI Menuju Solok Selatan
.
Sungai Dareh - Mr. Sjafruddin Prawiranegara dan para pimpinan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) meninggalkan Sungai Dareh (kini berada dalam wilayah Kabupaten Dharmasraya). Mereka menuju Bidar Alam (kini dalam wilayah Kabupaten Solok Selatan) melalui Abai Sangir.
Sejarawan Mestika Zed dalam Buku "Somewhere in The Jungle, PDRI, Sebuah Mata Rantai Sejarah yang Terlupakan" (1997) menyebut, untuk mencapai nagari tersebut hanya ada dua jalur pilihan.
"Keduanya sama sulit. Pertama melalui jalur setapak lewat hutan belantara lebih dari seratus kilometer. Jalur kedua adalah dengan berperahu menyongsong arus hulu Sungai Batang Hari yang cukup deras dan berbahaya," tulisnya.
Saat menuju Bidar Alam, menurutnya, rombongan lebih kecil. Sebagian mendapat tugas kembali ke Payakumbuh untuk memantau situasi selain untuk mencari onderdil pesawat zender.
Dari Sungai Dareh, rombongan PDRI dibagi tiga. Rombongan pertama, Sjafruddin beserta 20 rombongan naik perahu ke arah hulu. Rombongan kedua, Wakil Ketua PDRI Teuku Muhammad Hasan bersama sejumlah petinggi dan petugas radio melalui jalur setapak berjalan kaki. Sementara, rombongan ketiga Mr. Lukman Hakim beserta rombongan memutar melalui Muaro Bungo Jambi dan baru sampai di Bidar Alam dua pekan kemudian.
Banyak cerita dalam perjalanan itu. Salah satunya, rombongan TM Hasan yang melalui jalur jalan setapak selalui diikuti seekor harimau dari jarak sekitar 20 meter. Saat rombongan berhenti, harimau juga berhenti. Saat rombongan berjalan, harimau tersebut juga ikut berjalan.
Salah satu Guru Silek Pangean Sungai Dareh Edison Datuk Pucuak dalam seminar "Dharmasraya di Lintasan PDRI" yang digelar Pemkab Dharmasraya pada Kamis (2/1/2020) menyebut, fenomena tersebut merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat setempat.
Menurutnya, jalur yang dilalui rombongan PDRI tersebut memang jalur harimau Sumatra. Namun, bila berniat baik, harimau tak akan mengganggu, malah akan membantu menunjukkan jalan bila tersesat. Ia percaya, rombongan PDRI kala itu, dibantu oleh para tetua silek Pangean.
TM Hasan dan rombongan sendiri, seperti ditulis Mestika, akhirnya terbiasa dengan kehadiran harimau tersebut. Mereka akhirnya merasa nyaman dan menganggap harimau tersebut mengawal perjalanan menuju Bidar Alam. (HM)
Catatan: Tulisan ini diperbarui dan dilengkapi pada 4 Januari 2021