Langgam.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Barat secara resmi melaporkan dugaan maladministrasi terkait penundaan pembongkaran bangunan hotel di kawasan Lembah Anai kepada Ombudsman RI Perwakila Sumbar, Selasa (1/10/2024).
Laporan ini mengkritisi keterlambatan Pemprov Sumbar dan Pemkab Tanah Datar dalam menindaklanjuti eksekusi bangunan yang dianggap melanggar peraturan tata ruang dan lingkungan.
Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, Tommy Adam mengatakan, bahwa seharusnya pembongkaran bangunan hotel tersebut dilaksanakan pada Juni 2024. Namun, hingga saat ini, tindakan tersebut belum direalisasikan oleh pemerintah daerah.
"Kami meminta Pemprov Sumbar, khususnya Gubernur Sumbar, segera menindaklanjuti proses pembongkaran ini. Langkah ini penting agar lembaga eksternal seperti Ombudsman juga dapat menjalankan tugasnya dalam memastikan pelayanan publik yang sesuai aturan," ujar Tommy Adam usai melapor di kantor Ombudsman Sumbar.
Ia mengungkapkan adanya pelanggaran yang signifikan, setidaknya terhadap tiga peraturan penting. Pertama, pelanggaran terhadap Undang-Undang Tata Ruang. Di mana bangunan tersebut berada di kawasan hutan lindung dan sempadan sungai, yang melanggar peruntukan ruang di kabupaten Tanah Datar.
Kedua, tidak adanya izin terkait dengan Undang-Undang Kehutanan, yang mensyaratkan izin khusus untuk setiap kegiatan di kawasan hutan lindung. Ketiga, pelanggaran Undang-Undang Cipta Kerja yang mengharuskan setiap bangunan memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
"Dari data yang kami telusuri, bangunan ini sama sekali tidak memiliki izin yang sah, baik dari Pemkab Tanah Datar, PSDA, maupun instansi terkait lainnya," ujar Tommy.
Selain itu, bangunan hotel yang berada di sempadan sungai Batang Anai ini terangnya, tidak mematuhi aturan jarak minimal 100 meter dari tepi sungai. Pelanggaran ini menambah daftar masalah yang berpotensi menimbulkan kerugian lingkungan dan bencana.
Tommy Adam juga menyinggung dugaan adanya relasi kuasa yang memperlambat penindakan.
"Kami menemukan spanduk bergambar gubernur di depan bangunan tersebut, yang mengindikasikan adanya keterlibatan atau pengaruh politik di balik lambatnya eksekusi ini. Ini bukan hanya soal maladministrasi, tapi juga ketidakseriusan pemerintah provinsi dalam menegakkan hukum," ucapnya.
Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan Ombudsman Sumbar, Rendra Catur Putra mengatakan bahwa laporan dari Walhi telah diterima.
"Kami akan memproses laporan ini sesuai dengan prosedur yang ada, mulai dari verifikasi formil dan materiil. Jika laporan ini dinyatakan lengkap, maka akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap instansi yang berwenang," kata Rendra.
Rendra menjelaskan akan melakukan klarifikasi dengan instansi terkait untuk menindaklanjuti laporan Walhi dan mencari solusi atas penundaan yang terjadi.
Penundaan pembongkaran bangunan di kawasan Lembah Anai telah menjadi perhatian sejak lama. Pada Mei 2024, tim gabungan dari Pemprov Sumbar, Pemkab Tanah Datar, Kementerian ATR/BPN, BWS Padang, serta instansi terkait lainnya telah melakukan pemasangan plang peringatan sebagai bagian dari penegakan aturan tata ruang di kawasan tersebut.
Meskipun telah ada kesepakatan untuk membongkar bangunan yang melanggar, hingga kini proses pembongkaran belum terlaksana.
Dugaan adanya relasi politik dan kurangnya keseriusan dari pihak pemerintah menjadi alasan utama yang diangkat oleh Walhi dalam laporan mereka kepada Ombudsman. (Haris/yki)