Wacana Pajak Kebutuhan Pokok Tak Baik untuk Kestabilan Ekonomi

TANAH ULAYAT TOL PADANG-PEKANBARU

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas (Unand), Syafruddin Karimi (Foto: Zulfikar/Langgam.id)

Langgam.id - Pakar Ekonomi Universitas Andalas (Unand) Padang, Syafruddin Karimi menyebut, wacana pemerintah ingin mengenakan pajak terhadap kebutuhan pokok, bukan suatu hal yang positif terhadap stabilitas perekonomian Indonesia.

Ia menjelaskan, hal itu justru memperparah keadaan ekonomi yang sudah terpuruk karena situasi pandemi covid-19 berkepanjangan. Dia percaya wacana itu tidak positif terhadap stabilitas ekonomi Indonesia yang makin parah dilanda krisis pandemi.

"Mampu saja rakyat kita menghasilkan kebutuhan pokok dan mampu beli untuk kebutuhan pokok keluarganya, kita mestinya bersyukur," katanya Sabtu (12/6/2021).

Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Unand itu, pemerintah memberi subsidi karena rakyat masih kesulitan akibat krisis pandemi. Dia menilai dengan memunculkan wacana mengenakan pajak terhadap kebutuhan pokok ini mengesankan pemerintah tidak merasakan kesulitan rakyat yang sedang dalam kesulitan kesehatan dan ekonomi.

Dilanjutkannya, pemerintah yang sudah melakukan beberapa upaya untuk merangsang perekonomian rakyat dengan mengucurkan berbagai bentuk bantuan sudah merupakan langkah yang benar. Tapi persoalan lain dari upaya tersebut dimunculkan karena adanya oknum yang justru mengeruk keuntungan sendiri dengan perbuatan korupsi.

"Seperti korupsi dana bansos. Bantuan sosial yang besar sejak awal pandemi mestinya telah berdampak positif buat perekonomian kita," katanya.

Ternyata bantuan sosial yang besar itu terangnya, tidak sampai ke rakyat, tapi kandas di tangan koruptor. Rakyat kita tidak hanya butuh bantuan sosial, tetapi bantuan ekonomi agar ekonomi mereka bergerak.

Ia menyarankan pemerintah supaya memfokuskan bantuan sosial dan bantuan ekonomi kepada masyarakat lapisan 40 persen paling bawah. Karena masyarakat 40 persen paling bawah merupakan penggerak utama perekonomian domestik.

"Bila kelompok ini bergerak ekonominya, pertumbuhan akan didorong positif, kesempatan kerja akan bertambah, dan kemiskinan akan turun. Kelompok ini mesti menjadi target langsung pemulihan ekonomi," katanya. (Rahmadi/yki)

Baca Juga

Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Bisnis Trump: Dari Perang Dagang Menuju Perang Nuklir
Tapping box padang
Alami Kontraksi 12,34 Persen, Penerimaan Pajak di Sumbar hingga April 2025 Capai Rp1,22 Triliun
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Perang Dagang Sebagai Tantangan Sistem Ekonomi Pancasila
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Asumsi Makro 2026: Antara Optimisme dan Kewaspadaan
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
America First: Strategi Negara Dagang
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Risiko Stagflasi Global: Apa Dampaknya bagi Rupiah dan Ekspor Indonesia?