Turki Setelah Kudeta 15 Juli

Turki Setelah Kudeta 15 Juli

Erol Bulut salah seorang veteran yang turut melawan pengkudeta 15 Juli 2016, mendatangi petilasan di Memorial & Museum 15 Juli yang terletak di sisi Asia, Istanbul, tak begitu jauh dari Jembatan Bosporus, jelang peringatan 5 tahun peristiwa kudeta tersebut. Foto: Yose Hendra

Langgam.id - Silir yang berembus dari Selat Bosporus, Selasa (8/7) sore, meredam sangarnya panas berderik di kompleks Museum dan Memorial 15 Juli (Hafiza 15 Temmuz Muzesi), Bagcilar, Istanbul, Turki. Kala itu, Gazi Erol Bulut dan keluarga kecilnya, dengan penampilan cogah; berjas dan dasi, datangi memorial yang dipersembahkan bagi mereka yang menjadi martir dalam kudeta berdarah 5 tahun lalu.

Seikat bunga yang digenggam tangannya, diarak menuju petilan di lereng tak begitu jauh dari memorial bercat putih tersebut. Bendera Turki dalam ukuran besar berdiri di tengah situs petilasan, berkibar dengan gagah, menyambut kedatangan Erol Bulut.

Lalu, Erol Bulut menaruh seikat bunga yang ia genggam, pada petilasan yang bernama, salah seorang martir kudeta 15 Juli 2016.

Seketika ia melafalkan doa di depan para syuhada itu. Erol Bulut tampak takzim.

Erol Bulut adalah salah seorang veteran dalam perlawanan terhadap mereka yang mengudeta bertarikh 15 Juli 2016. Ia selamat. Tapi terjangan peluru pada sadelnya, meninggalkan jejak perlawanan yang hebat di malam itu.

Di malam epik itu, Erol Bulut mengisahkan, putra satu-satunya, Avkat Erol Bulut juga turut turun ke jalan menghadang serbuan para pengkudeta.

"Anak saya adalah salah satu pahlawan yang bertempur malam itu, tetapi anak saya tidak tertembak. Yang paling berharga kita tertembak dan syahid kita tertembak di pahlawan kita yang paling bangga, dan para veteran kita melakukannya tidak melihat diri kita sebagai korban karena kita adalah warga negara yang diterima sebagai prioritas baik di mata Bangsa maupun Negara," ungkap Erol Bulut.

Peristiwa kudeta 15 Juli 2016 adalah noda hitam bagi demokrasi Turki modern. Kudeta ini dilakukan oleh the Fetullah Terrorist Organization (FETO), kelompok yang dipimpin oleh Fethullah Gulen, menargetkan untuk membunuh Presiden Recep Tayyip Erdogan yang terpilih secara demokratis dalam pemilihan sebelumnya.

Upaya kudeta ini ditengarai akan mengubah tatanan pemerintahan Turki dari konstitusional dan parlementer demokrasi ke arah junta militer.

Malam kelabu bagi Turki karena diserbu oleh sekelompok orang dengan pakaian militer lengkap dengan peralatan militer. Mereka menbom Turkish Grand National Assembly (TBMM) sebanyak 11 kali, menyerang The Presidential Complex, markas kepolisian, the National Intelligence Organization (NIO), dan juga manargetkan organisasi media.

Presiden Erdogan menangkisnya dengan menghimbau rakyat turun ke jalan untuk menghadap para pengkudeta.

Seketika, puluhan ribu rakyat sipil tak bersenjata mengalir ke jalan-jalan untuk melindungi demokrasi Turki. Tapi pengorbanan rakyat yang begitu heroik pun harus rela melepas para martir menjadi syuhada.

Kudeta 15 Juli 2016, tercatat 251 orang rakyat menjadi martir. Ribuan orang cacat.

Lampiran Gambar

Di Museum dan Memorial 15 Juli (Hafiza 15 Temmuz Muzesi) di Istanbul, pengunjung bisa melihat barang pakaian para martir seperti sepatu, kendaraan, dan lainnya. Semuanya diabadikan, dipajang, untuk mengingat kepahlawanan mereka dalam menghentikan kudeta yang dilakukan FETO tersebut. Foto: Yose Hendra

Erol Bulut mengatakan, peristiwa 15 Juli adalah epik heroik yang membangunkan dan membangkitkan sebuah bangsa raksasa di bawah kepemimpinan Tayyip Erdoğan.

“Pada tanggal 15 Juli, bangsa ini berteriak ke 7 lapisan tanah, bahwa mereka tidak akan pernah menerima perbudakan dan kolonialisme. Para teroris yang mencoba kudeta ini juga merasakan tamparan dari Bangsa Turki,” ujar Erol Bulut.

Kepala Departemen Komunikasi Strategis dan Manajemen Krisis di Direktorat Komunikasi Kepresidenan Turki (Head of the Strategic Communication and Crisis Management Department at the Presidency's Directorate of Communications) Gökhan Yücel, mengatakan upaya kudeta FETO pada 15 Juli 2016 dapat digagalkan sebagai akibat dari perlawanan besar dari negara dan bangsa yang dipimpin oleh Presiden Recep Tayyip Erdoan.

“Perlawanan dari semua masyarakat. Sepertinya semua orang punya kisah sendiri tentang apa yang dialami saat itu. Semuanya melawan kudeta yang dilakukan orang-orang berseragam militer, tapi mereka sama sekali bukan tentara Turki,” katanya.

Kudeta tersebut, lanjut Gokhan, menunjukkan FETO merupakan ancaman serius bagi semua negara di mana ia beroperasi. “Turki mengalami serangan cukup besar saat itu. Fetullah Gulen sendiri berada di Amerika Serikat saat itu. Mereka berniat untuk menguasai negara dengan mengabaikan demokrasi,” ungkapnya.

Gokhan menyebutkan, sampai saat ini sudah lebih dari 200 anggota FETO ditangkap. Termasuk kasus penangkapan terbaru beberapa hari lalu.

“Hukum bagaimana pun adalah koridornya,” tukasnya di hadapan 18 jurnalis dari Indonesia, Serbia, Bosnia dan Herzegovina, Bulgaria, dan Montenegro dalam konfrensi pers di Direktorat Komunikasi Kepresidenan Turki, Senin (12/7).

Mengenang 5 Tahun Kudeta 15 Juli

Berjalan-jalan di dua kota utama Turki; Istanbul dan Ankara, memorabilia kudeta 15 Juli kentara di beberapa titik. Misalnya saja di pangkal jembatan Bosporus di sisi tanah Asia, monumen dan memorial 15 Juli yang didirikan, tampak bersiap diri mengenang peristiwa 5 tahun lalu tersebut.

Sejumlah acara disiapkan. Sementara beberapa hari jelang peringatan besok, 15 Juli, keluarga para korban berdatangan. Mereka membawa seikat bunga, dan kemudian ditaruh di atas petilasan para korban, di komplek monumen.

Masuk lebih jauh ke dalam museum, kronologi kudeta terpampang saksama. Video rekaman kudeta dan perlawanan rakyat diputar. Mobil yang ringsek imbas kudeta menjadi saksi bisu malam mendebarkan itu.

Juga ada sepatu para martir yang dijajar rapi di lantai 2 museum. Kaca-kaca berlubang karena tikaman peluru pengkudeta dikemas dengan baik, mengingatkan betapa mematikan serangan mereka.

Yang jelas museum dan memorial 15 Temmuz atau 15 Juli adalah sejarah kudeta 15 Juli yang dihidupkan secara abadi. Api perlawanan rakyat yang terus dinyalakan, pengingat siapa saja yang mencoba merampok demokrasi akan mendapatkan perlawanan nyata.

Bergeser ke Ankara, dengan mudah kita akan menemukan jargon-jargon dan monumen pengingat kudeta 15 Juli. Di salah satu jalan protokol, Eskisehir Road, Ankara, baliho memanjang memuat foto-foto para martir.

Lampiran Gambar

Kolase bagaimana kronologi kudeta 15 Juli 2016. Mobil yang terimbas bom yang kemudian dijadikan artefak, lalu foto para martir yang dipajang di jalan sebagai bentuk penghormatan kepahlawanan mereka, dan monumen 15 Juli simbo peristiwa tersebut di kawasan The Presidential Complex, Ankara. Foto: Yose Hendra

Di area bekas terjadinya ledakan bom seperti The Presidential Complex dan The Grand National Assembly of Turki atau gedung parlemennya Turki, kesibukan mempersiapkan diri memperingati 5 tahun Kudeta 15 Juli tampak betul.

Akses ke gedung semakin diperketat. Di luar gedung, sekitar monumen Kudeta 15 Juli, para pekerja memasang rumput, dan ditebar kelopak dengan membentuk bendera Turki.

Demikian kira-kira, bagaimana bangsa dan pemerintah Turki menghormati para martir.

Di bawah koordinasi Direktorat Komunikasi Kepresidenan, setiap tahunnya di dalam dan luar negeri, peristiwa 15 Juli diperingati sebagai kemenangan demokrasi, dan warga yang syahid oleh komplotan kudeta.

“Semua Kedubes akan selenggarakan peringatannya. Kenapa 15 Juli digaungkan? Karena FETO adalah organisasi teror internasional. Mereka adalah teroris. Titik. Mereka menembaki orang sipil dengan persenjataan lengkap, tank, heli, dan lainnya. Negara kami tidak akan melupakan itu,” tandas Gokhan

Stabilitas Politik Kerek Pertumbuhan Ekonomi

Kudeta berdarah yang dilakukan FETO ditengarai bukan bermotif politik, melainkan juga menargetkan sektor ekonomi. Api kudeta yang dapat dipadamkan, bukan saja semakin menjahit rasa nasionalisme rakyat Turki, melainkan juga meneguhkan stabilitas politik.

Lalu bagaimana perekonomian Turki setelah peristiwa tersebut? Di masa sulit seperti pandemi saat ini, Turki di bawah kepemimpinan Presiden Erdogan menatap penuh optimisme dipelbagai bidang terutama ekonomi.

Sepekan menyigi dua kota vital di Turki; Istanbul dan Ankara di masa pandemi, geliat pertumbuhan terlihat dari masifnya pembangunan seperti Kanal Istanbul dan properti oleh swasta, sesaknya pusat-pusat ekonomi seperti di pasar, dan abadinya kehidupan di destinasi wisata.

Turki punya sejarah peradaban yang panjang dan berliku. Negara yang 97 persen wilayahnya secara geografis masuk benua Asia ini adalah salah satu Negara besar dan maju di dunia dari sisi ekonomi. Turki pun masuk Negara G20, kelompok Negara yang menghimpun hampir 90 persen Produk Nasional Bruto (PBN atau GNP) dunia.

Lampiran Gambar

Turkish Presidential Library atau Perpustakaan Kepresidenan Turki yang diresmikan awal tahun 2020 oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan, bukan saja megah, namun juga punya koleksi yang sangat lengkap. Ada empat juta buku cetak dari berbagai disiplin ilmu, 120 juta artikel dan laporan serta lebih dari setengah juta e-book. Perpustakaan yang berdiri di Kompleks Presidensial di Ankara ini menunjukkan keseriusan Turki di bidang ilmu pengetahuan untuk menuju bangsa yang maju. Foto: Yose Hendra

Setahun pasca noda hitam 15 Juli 2016, pertumbuhan ekonomi Turki berkisar di bawah 5 persen. Pada kuartal pertama 2016, kinerja pertumbuhan masing-masing 4,8% dan 4,9%. Kemudian tumbuh 4,2% pada kuartal terakhir, yang dipicu langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mendukung sektor riil.

Menutup tahun 2016, tingkat pertumbuhan ekonomi Turki 3,2%.

Setelah tahun 2016 sebagai masa transisi selamat dari upaya kudeta, di tahun 2017, ekonomi menetap pada pita pertumbuhan 5% pada tahun 2017.

Mengutip sejumlah sumber seperti www.dailysabah.com, tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi daripada kebanyakan negara Eropa. Ekonomi meninggalkan tahun itu dengan pertumbuhan 7,4%.

Pada tahun 2018, meski bukan tahun yang baik, namun perekonomian tetap di zona pertumbuhan.

Imbas perang dagang AS-China yang mulai terasa di seluruh dunia, perkembangan Brexit, keputusan kenaikan suku bunga Federal Reserve (Fed) AS, risiko geopolitik, serta ketegangan hubungan AS-Turki semuanya tercermin pada perekonomian negara.

Produk domestik bruto (PDB) negara itu tumbuh sebesar 7,4% pada kuartal pertama dan 5,6% pada kuartal kedua, sebelum tumbuh sebesar 2,3% pada kuartal ketiga meskipun volatilitas spekulatif dalam nilai tukar pada Agustus 2018 di samping perkembangan global lainnya.

Kinerja tersebut membantu negara mencapai keberhasilan pertumbuhan selama delapan kuartal berturut-turut setelah resesi pada kuartal ketiga 2016 ketika upaya kudeta terjadi.

Menutup tahun 2018, tingkat pertumbuhan 2,8%.

Perekonomian Turki kehilangan momentum setelah volatilitas tersebut, efek dari proses penyeimbangan pada 2019. Awalnya berkontraksi pada dua kuartal pertama tahun 2019, kemudian memasuki jalur pertumbuhan lagi pada paruh kedua dan tumbuh sebesar 0,9% secara keseluruhan pada tahun 2019.

Lalu bagaimana di masa covid-19? Turki juga terkena imbas pandemi, tapi mulai bangkit.

Menurut laporan Bank Dunia (World Bank), PDB riil Turki tumbuh sebesar 5,9 persen tahun-ke-tahun pada kuartal keempat tahun 2020, menyelesaikan rebound yang luar biasa pada paruh kedua tahun ini dan menghasilkan pertumbuhan setahun penuh sebesar 1,8 persen, terlepas dari kejatuhan ekonomi akibat pandemi virus corona.

Turki berhasil menjadi salah satu dari sedikit negara yang menunjukkan pertumbuhan tahun 2020.

Pemulihan tersebut didorong oleh melonjaknya permintaan domestik yang ditopang oleh kredit pada triwulan II dan III. Pihak berwenang melonggarkan kebijakan moneter dan memberikan program stimulus sebesar 13 persen dari PDB, yang sebagian besar adalah dukungan melalui sektor perbankan dalam bentuk penjaminan kredit parsial dan penangguhan pinjaman.

Dukungan fiskal lainnya termasuk pembayaran dukungan sosial untuk rumah tangga, bantuan untuk pekerja yang diliburkan, penangguhan pajak, dan dukungan lain untuk perusahaan.

Pertumbuhan dari kebijakan ini datang dengan mengorbankan kenaikan harga dan kerentanan keuangan makro. Inflasi cenderung naik, mencapai 15,6 persen pada Februari 2021 - level tertinggi dalam 18 bulan.

Lira Turki terdepresiasi sebesar 20 persen terhadap dolar AS pada tahun 2020. Dari surplus pada tahun 2019, transaksi berjalan kembali menjadi defisit ($36,7 miliar, atau 5,1 persen dari PDB) karena pendapatan pariwisata menguap, ekspor barang dagangan turun, dan impor emas meningkat.

Nah, di kuartal pertama tahun 2021, kinerja ekonomi Turki semakin menjajikan. Tumbuh sebesar 7%. Ini menempatkan Turki di urutan teratas dari semua negara Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dengan tingkat pertumbuhannya yang tinggi.

Kuartal kedua tahun ini menunjukkan bahwa tren pertumbuhan ekonomi nasional terus berlanjut.

Pada tahun 2016, ekspor negara tersebut menurun sebesar 1,2% dibandingkan tahun sebelumnya dan berjumlah $142,1 miliar (TL 1,22 triliun).

Namun, Turki telah berhasil menghilangkan efek dari upaya kudeta di bidang ekspor juga.

Ekspor negara tersebut meningkat 10,5% secara tahunan pada tahun 2017 menjadi $156,9 miliar, kemudian sebesar 12,7% pada tahun 2018 menjadi $176,9 miliar dan sebesar 2,2% pada tahun 2019 menjadi $180,8 miliar.

Dengan efek pandemi pada perdagangan global, ekspor, yang turun 6,3% pada 2020 tahun-ke-tahun, berjumlah $169,5 miliar selama periode itu.

Menurut data ekspor Juni 2021 terbaru, Turki memecahkan rekor sejarah secara bulanan, triwulanan, dan enam bulan. Dalam enam bulan pertama, ekspor melonjak 40% dibandingkan tahun sebelumnya dan mencapai level $105 miliar.

Lokomotif ekonomi, ekspor diperkirakan akan melampaui ambang batas $200 miliar tahun ini, memecahkan rekor sepanjang masa.

Setelah Bank Sentral Republik Turki (CBRT) masuk untuk membiayai sebanyak 80 persen dari defisit transaksi berjalan, cadangan devisa turun tajam, mencapai posisi terendah yang belum pernah terjadi sebelumnya secara bersih.

Dolarisasi deposito naik menjadi 55 persen. Penerimaan pajak yang tinggi mengakibatkan pemerintah pusat mengalami defisit sebesar 3,4 persen dari PDB pada tahun 2020, lebih baik dari defisit yang direncanakan sebesar 4,9 persen.

Ekonomi Turki diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,0 persen pada tahun 2021 dan 4,5 persen pada tahun 2022 dan 2023.

Lampiran Gambar

Distrik Nisantasi, Istanbul, konsentrasinya butik fashion internasional kembali buka normal. Akhir pekan Juli 2021, kawasan itu cukup ramai dijejali oleh pengunjung, hal yang kembali menghidupkan aktivitas ekonomi di sana. Foto: Yose Hendra

Pertumbuhan ekonomi Turki ini bukan isapan jempol. Cara sederhana untuk melihatnya, pergilah ke Grand Bazaar, jalan Istiklal dan Nisantasi di Istanbul. Hotel-hotel di kawasan itu juga mulai mendapat banyak penghuni. Ini menunjukkan di masa pandemi, aktivitas ekonomi di sana sangat bergairah.

Distrik Nisantasi yang dijejali butik fashion internasional terkemuka, tak kesepian pembeli. Dan menariknya, para pembeli umumnya wajah-wajah Turki, hal yang menunjukkan daya beli warga lokal cukup tinggi untuk barang-barang yang tergolong mahal.

Baca Juga

Tiga Kali Khotmil Kubra Al-Qur'an, Muhammad Ibnu Sabri Harumkan Nama Indonesia di Turki
Tiga Kali Khotmil Kubra Al-Qur'an, Muhammad Ibnu Sabri Harumkan Nama Indonesia di Turki
PAD Padang Jelang Tutup Tahun Masih Jauh di Bawah Ekspektasi
PAD Padang Jelang Tutup Tahun Masih Jauh di Bawah Ekspektasi
Pohon Enau, Peluang Ekonomi Baru di Sumatera Barat
Pohon Enau, Peluang Ekonomi Baru di Sumatera Barat
Memperingati Hari Bumi, WALHI dan Ford Foundation Dorong Ekonomi Nusantara untuk Pulihkan Indonesia
Memperingati Hari Bumi, WALHI dan Ford Foundation Dorong Ekonomi Nusantara untuk Pulihkan Indonesia
Produksi Udang Vaname Agam Capai 1.431 Ton Sepanjang Tahun 2023
Produksi Udang Vaname Agam Capai 1.431 Ton Sepanjang Tahun 2023
UNP Sepakati Kerjasama dengan Universitas di Turkiye
UNP Sepakati Kerjasama dengan Universitas di Turkiye