Oleh Ami Sukma Utami, Ph.D
Bidang pertanian semakin tidak dilirik kaum muda. Jumlah petani muda di Indonesia semakin menurun. Berdasarkan data (BPS 2023) jumlah petani muda dalam kelompok usia 25-59 sejak tahun 2020 berkurang 217.342 jiwa. Sementara sektor non-pertanian mengalami peningkatan tenaga kerja dari 90.229.813 di tahun 2020 menjadi 97.937.939 di tahun 2023.
Peningkatan di sektor non-pertanian ini telah mengerus tenaga kerja sektor pertanian sebanyak 1.22.867 orang. Kecendrungan ini tentu saja menjadi persoalan pembangunan yang serius, karena sektor pertanian di Indonesia masih memainkan peran strategis dalam pembangunan ekonomi dan lapangan kerja.
Pekerja muda, khususnya yang berusia antara 15-24 tahun, menunjukkan minat yang sangat rendah terhadap pekerjaan di bidang pertanian. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah tenaga kerja muda di sektor pertanian sekitar 3,89 juta, atau sekitar 10,80% dari total tenaga kerja pertanian. Jumlah ini terus menurun sekitar 2,12% setiap tahun.
Bidang non-pertanian telah menarik lebih banyak pekerja, terutama dari generasi muda. Hal ini terlihat dari probabilitas lebih tinggi bagi kaum muda untuk menemukan pekerjaan di sektor manufaktur dan jasa dibandingkan di bidang pertanian
Kecendrungan semakin berkurangnya kaum muda bekerja di bidang pertanian, ternyata tidak hanya di Indonesia. Jepang juga mengalami hal yang serupa. Laporan tahunan pemerintah Jepang yang dirilis pada 31 Mei (Kompas, 25/6-24) menunjukkan bahwa terdapat penurunan drastis jumlah orang yang bekerja di bidang pertanian. Di tahun 2000, jumlah orang yang bekerja di bidang tersebut mencapai 2,4 juta orang.
Namun, di tahun 2023, jumlah orang Jepang yang bekerja di bidang pertanian hanya mencapai 1,16 juta orang. Lebih buruknya lagi, hanya 20 persen di antara mereka yang berusia di bawah 60 tahun. Akibatnya, saat ini, Jepang harus mengimpor sebagian besar makanan yang dikonsumsi penduduknya. Rasio swasembada pangan negara itu hanya 38 persen.
Menurunnya minat kaum muda bekerja di bidang pertanian pertanian di Indonesia, dari berbagai studi disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain adanya persepsi bahwa sektor pertanian kurang bergengsi dan dianggap kurang menjanjikan.
Persepsi ini muncul disebabkan berbagai faktor, yakni sektor pertanian punya risiko yang cukup tinggi, pendapatan yang tidak stabil, dan kurangnya kepastian dibandingkan sbidang non-pertanian.
Selain itu, kepemilikan lahan yang kecil, terbatasnya peluang diversifikasi, termasuk lambatnya suksesi manajemen lahan, adalah penyebab enggannya kaum muda untuk mengejar karir di bidang pertanian. Persepsi sosial juga berperan, di mana banyak petani tua tidak mendorong anak-anak mereka untuk melanjutkan pekerjaan di bidang pertanian, karena menganggap bidang non-pertanian lebih menjanjikan.
Sebetulnya sektor pertanian memiliki posisi strategis untuk masa depan, terutama terkait dengan keterlibatan generasi muda. Dengan terus meningkatnya populasi global, pertanian berperan penting dalam memastikan ketahanan pangan, mendorong praktik-praktik berkelanjutan, dan menangani perubahan iklim.
Bagi generasi muda, sektor ini menawarkan peluang inovasi dan kewirausahaan, terutama melalui adopsi teknologi modern seperti pertanian presisi, platform digital, dan praktik berkelanjutan.
Melibatkan generasi dalam pertanian sangat penting untuk merevitalisasi ekonomi pedesaan, meningkatkan produktivitas, dan membentuk generasi pemimpin baru yang dapat menggerakkan sektor ini ke depan dalam dunia yang semakin kompleks dan saling terhubung.
Intervensi Strategis
Untuk mengatasi persoalan di atas, nampaknya dibutuhkan intervensi strategis, yang diharapkan mampu untuk meningkatkan citra bidang pertanian yang pantas untuk dipilih kaum muda. Intervensi strategis yang dibutuhkan antara lain, perbaikan praktik pertanian, peningkatan penggunaan teknologi digital, penyediaan pendidikan dan pelatihan yang lebih baik, serta menawarkan insentif untuk membuat pertanian lebih menarik.
Di samping itu, juga perlu diupayakan untuk meningkatkan produktivitas dan memastikan pendapatan pertanian yang lebih stabil dan menguntungkan. Namun ini tidaklah mudah. Pemerintah Jepang telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendorong orang menjadi petani, termasuk memberikan biaya hidup, namun sejauh ini dampaknya belum begitu efektif.
Menghadapi situasi yang cukup rumit ini, peran penyuluhan menjadi salah satu alat strategis yang ampuh dalam menarik kaum muda ke sektor pertanian, dengan melakukan transformasi penyuluhan itu sendiri.
Selama ini pendekatan penyuluhan yang diterapkan masih bersifat konvensional, berbasis pada model transfer teknologi top-down. Pendekatan konvensional nampaknya tidak cukup untuk menarik minat kaum muda bekerja di bidang pertanian.
Sejarahnya, penyuluhan telah memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan antara penelitian ilmiah dan aplikasi praktis di bidang pertanian. Namun, meningkatnya kompleksitas tantangan seperti perubahan iklim, penipisan sumber daya, dan globalisasi pasar, mengharuskan adanya adanya pendekatan penyuluhan pertanian yang lebih relevan dan kontekstual.
Hal ini melibatkan tidak hanya penyebaran informasi tetapi juga pengembangan dan adopsi solusi inovatif.
Inovasi Manajemen
Saat ini, banyak pemikiran global yang menekankan perlunya transformasi penyuluhan pertanian ke arah manajemen inovasi. Dalam buku The Oxford Handbook of Innovation Management, yang diedit oleh Mark Dodgson, dkk, mengeksplorasi manajemen inovatif sebagai konsep luas yang mencakup pengembangan dan penerapan ide-ide, proses, dan teknologi baru dalam organisasi.
Dalam konteks penyuluhan dan pengembangan pertanian, manajemen inovatif merujuk pada pengenalan metode dan alat modern untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas praktik pertanian serta layanan penyuluhan. Ini melibatkan integrasi teknologi, mendorong pendekatan partisipatif, dan mengadopsi praktik berkelanjutan untuk lebih memenuhi kebutuhan petani dan komunitas pedesaan.
Pendekatan baru ini menekankan pada pengembangan lingkungan di mana inovasi dapat berkembang, yang dapat mengatasi kompleksitas tantangan yang dihadapi sektor pertanian dan sumber daya alam dalam lanskap global yang dinamis.
Pergeseran ke arah manajemen inovasi dalam penyuluhan pertanian didorong oleh kebutuhan untuk mengatasi tantangan yang kompleks dan terus berkembang di bidang pertanian. Caranya antara lain adalah dengan menumbuhkan lingkungan yang mendorong kreativitas, kolaborasi, adopsi teknologi, praktik baru, dan akses ke pasar.
Melalui pendekatan yang seperti ini penyuluhan yang menerapkan manajemen inovasi akan lebih siap untuk menarik generasi muda masuk ke bidang pertanian. Integrasi teknologi canggih, keterlibatan pemangku kepentingan, dan bukti dari studi kasus yang berhasil, akan semakin memperkuat manajemen inovasi sebagai arah baru dan penting untuk penyuluhan pertanian.
Manajemen inovasi dalam penyuluhan pertanian sangat penting untuk menarik minat generasi muda bekerja di sektor pertanian terutama di Indonesia. Sebabnya tidak lain umumnya kaum muda telah menguasai teknologi dan informasi.
Pendekatan manajemen inovatif dapat memanfaatkan teknologi untuk membuat pertanian lebih menarik bagi kaum muda. Solusi pertanian digital, seperti yang disediakan perusahaan AgTech seperti TaniHub dan eFishery, telah menjadi solusi menyeluruh, karena dapat menyederhanakan proses dan meningkatkan efisiensi.
Platform ini telah menghubungkan petani langsung ke pasar, menyediakan data real-time, dan menawarkan layanan keuangan. Platform ini telah membuat pertanian menjadi usaha yang lebih menarik dan menguntungkan bagi kaum muda.
Pendidikan Vokasional
Investasi dalam pendidikan vokasional dan teknis, yang khusus ditujukan untuk praktik pertanian modern, juga penting untuk dikembangkan. Layanan penyuluhan yang mengintegrasikan e-learning dan alat digital dapat memberikan petani muda pengetahuan dan keterampilan terbaru. Misalnya, inisiatif seperti e-Agriculture dan sistem e-Extension dapat membantu menjembatani kesenjangan pengetahuan dan membuat pendidikan pertanian lebih mudah diakses dan menarik bagi kaum muda.
Ekosistem yang mendukung, termasuk akses ke pendanaan, input berkualitas tinggi, dan mekanisme harga yang transparan, sangat penting. Program seperti cultivhacktion, yang didukung oleh berbagai pemangku kepentingan termasuk pemerintah, dapat mendorong inovasi dalam pertanian dengan mendorong para inovator muda untuk mengembangkan solusi digital. Inisiatif ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih dinamis dan menarik bagi kaum muda yang mempertimbangkan karir di bidang pertanian.
Sejumlah penelitian menyoroti pergeseran ke arah manajemen inovasi dalam penyuluhan pertanian, yang menggarisbawahi manfaat mengadopsi pendekatan yang berpusat pada inovasi. Artikel-artikel penelitian memberikan bukti bahwa mengintegrasikan teknologi inovatif ke dalam layanan penyuluhan pertanian ,dapat meningkatkan produktivitas, keberlanjutan, dan ketahanan di antara para petani.
Sebagai contoh, tinjauan menyeluruh tentang aplikasi teknologi dalam penyuluhan pertanian menunjukkan bahwa penggunaan teknologi pendidikan (ET) dan inovasi pertanian telah secara signifikan meningkatkan praktik pertanian. Hal ini mencakup pemanfaatan video, ponsel pintar, pelatihan online, dan tablet, yang meningkatkan transfer informasi dan aksesibilitas bagi para petani, terutama di daerah terpencil (Xu Z, Adeyemi AE, Catalan E, Ma S, Kogut A, Guzman C, 2023).
Selain itu, berbagai penelitian menekankan efektivitas penggabungan pengetahuan tradisional dengan praktik teknologi modern. Sebagai contoh, sebuah tinjauan tentang sekolah lapangan petani agribisnis yang tahan iklim mengintegrasikan Sekolah Lapangan Petani, Sekolah Lapangan Iklim, Pertanian Cerdas Iklim, dan pengetahuan teknis lokal, yang menyoroti peningkatan ketahanan terhadap guncangan iklim dan hasil pertanian yang lebih baik (Osumba JJL, Recha JW, Oroma GW, 2021).
Temuan-temuan ini secara kolektif menunjukkan bahwa manajemen inovasi dalam penyuluhan pertanian tidak hanya merupakan arah yang menjanjikan, tetapi juga evolusi yang diperlukan untuk mengatasi kompleksitas pertanian modern dan memastikan pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Secara keseluruhan, manajemen inovasi dalam penyuluhan pertanian yang memanfaatkan teknologi, meningkatkan pendidikan, menciptakan ekosistem yang mendukung, dan mengatasi insentif sosial dan ekonomi adalah hal yang esensial untuk menarik minat generasi muda ke sektor pertanian di Indonesia.
Pendekatan seperti ini dapat membantu memodernisasi pertanian dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan di sektor ini.
Dr. Ami Sukma Utami, S.P., M.Sc. Dosen Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, alumni Fakultas Pertanian Unand, S2 di Goettingen University, Jerman dan S3 di Ehime University, Jepang.