Langgam.id - Tradisi balimau jelang puasa, yang banyak dilakukan masyarakat di Sumatra Barat, seringkali mendapat kritik tokoh agama. Hal itu karena kegiatan mandi-mandi bersama di berbagai pemandian, sering kali bercampur laki-laki dan perempuan.
Tradisi asli balimau, sebenarnya tak terkait mandi bersama di tempat pemandian. Balimau dalam arti sebenarnya, merupakan wujud mensucikan diri dengan saling bermaafan dan juga silaturahim jelang puasa.
Hal ini terlihat dari tradisi Petang Balimau di Nagari Indrapura, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat yang masih dipertahankan hingga kini.
Pewaris Kerajaan Kesultanan Indrapura Sutan Heriyardi dalam wawancara dengan wartawan Langgam.id pada 2017 menyebutkan, tradisi ini merupakan adat para raja dan sultan sejak masa jaya Kerajaan Kesultanan Indrapura pada abad ke-17.
"Tradisi ini sudah ada sejak 1604, pada masa Tuanku Berdarah Putih gelar Sultan Gagar Alamsyah," kata Sutan Heriyardi yang juga Pucuk Adat Melayu Tinggi Kampung Dalam, itu.
Jelang puasa tahun ini, upacara balimau di Indrapura juga digelar pada Ahad (5/5/2019) sore ini. Meski kali ini dalam guyuran hujan, prosesi balimau tetap dilangsungkan.
Setiap tahun, upacara adat balimau di Indrapura dimulai dengan mengumpulkan 'limau' di Masjid Agung Indrapura. Ramuan limau terdiri dari air bercampur potongan jeruk nipis, daun pandan, beragam bunga, bedak dan juga minyak wangi.
Ramuan limau ini merupakan sumbangan dari Ninik Mamak Nan 20, sebagai petinggi adat di Indrapura. Setelah prosesi shalawat dan upacara di masjid, ramuan limau kemudian diarak ke menuju lapangan di pinggiran Muaro Sakai, sekitar dua kilometer dari masjid.
Dalam tradisi, ribuan masyarakat Indrapura dan nagari tetangga ditambah tamu dan undangan tumpah ruah ke jalan mengarak limau. Rebana, suling dan gendang kulit mengiringi arak-arakan limau dengan lantunan shalawat.
Ninik Mamak Nan 20, pejabat pemerintahan, undangan dan masyarakat kemudian berkumpul di lapangan, pinggir Muaro Sakai.
Upacara didahului sambutan dengan silat gelombang, kemudian ramuan limau diletakkan berjejer di atas meja panjang di tengah lapangan.
Setelah upacara adat dan sambutan dari berbagai pihak, puncak acara balimau pun digelar. Didahului oleh petinggi adat, para pejabat dan masyarakat. Secara bergiliran, masing-masing mengusapkan ramuan limau yang berjejer di atas meja di kening dan kepala.
Setelah itu, semua saling bersalaman dan bermaaf-maafan, sebagai kewajiban jelang masuk Ramadan. Tak ada prosesi mandi. Tak ada berendam bersama di pemandian. Mandi dilakukan di rumah masing-masing usai balimau.
Sutan Heriyardi mengatakan, makna prosesi balimau tersebut adalah mensucikan diri sebelum puasa. Mensucikan diri itu berikutnya juga terwujud dengan dengan saling bermaafan setelah prosesi balimau.
"Selain juga untuk menyambung silaturahim, karena pada momen ini pimpinan adat dan masyarakat berkumpul bersama," ujarnya. (HM)