Jurnalisme mahasiswa yang sering juga dikenal dengan pers mahasiswa memiliki peran penting dalam penyaluran informasi untuk warga kampus yang dinaunginya. Hidup dalam zaman yang serba hoxs dan manipulatif membuat peran pers semakin krusial. Dengan kemunculan “post-truth” atau pasca-kebenaran, emosi dan opini pribadi dianggab lebih penting dan mudah dipercaya dari pada fakta yang objektif. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi jurnalisme mahasiswa untuk tetap memihak pada fakta yang ada dan tidak takut pada kedudukan yang berkuasa.
Pers mahasiswa menjadi pertahanan terakhir untuk melihat berita berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan. Hal ini dapat menjadi peluang yang cukup menguntungkan untuk pers mahasiswa akan kepercayaan yang diberikan. Namun, tentu peluang tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan harapan yang di bangun pembaca saat membaca berita yang dikeluarkan oleh pers mahasiswa. Hal ini jugalah yang mendasari jurnalis mahasiswa harus lebih banyak belajar tentang penulisan artikel dan berita. Kepandaian dalam merangkai kata dan memadukan informasi serta fakta yang ada sudah dapat melihat masa depan seperti apa yang akan di tuju oleh kampus tersebut.
Meskipun terbangun dalam lingkup kampus dan menjadi penyambung lidah antara kampus dan mahasiswa yang lain, Jurnalis mahasiswa harus menjaga prinsip kemandirian dan independensi dalam setiap penulisannya. Pers mahasiswa tidak boleh terjebak dan berpusat pada kepentingan penguasa yang diperlihatkan dengan narasi publik. Segala bentuk keberpihakan dan ketakutan akan kekuasaan harus menjadi pondasi jurnalis mahasiswa dalam membuat sebuat tulisan.
Kemunculan fenomena pasca-kebenaran tentu juga menjadi pertimbangan bagi jurnalis mahasiswa dalam penlisan. Banyaknya opini pribadi yang berkembang, bahkan hal tersebut dijadikan acuan bagi orang lain dalam membenarkan informasi yang tidak terkonfirmasi kebenarannya. Jurnalis mahasiswa harus dapat memilih informasi yang benar meski berada pada tekanan dari berbagai pihak dengan tetap menjaga integritas jurnalistik. Jurnalis mahasiswa juga harus bersiap dengan tekanan komersial dan juga tekanan politik yang pastinya akan muncul untuk menekan jurnalis mahasiswa.
Dengan berbagai teknologi yang ada, jurnalis mahasiswa sebenarnya tidak hanya diuntungkan, namun juga dapat terbenam dalam teknologi itu sendiri. Ketergantungan pada algoritma media yang menciptakan filter buble dapat membuat mahasiswa hanya fokus pada kebenaran versi dirinya dan video yang dilihatnya. Oleh karena itu, penting untuk seorang jurnalis mahasiswa memiliki pemikiran yang kritis dan peduli pada resiko yang akan muncul. Jurnalis mahasiswa harus memiliki perspektif yang beragam dan hal tersebut tidak boleh berdasarkan paksaan atau tuntutan dari pihak lain.
Tidak memihak bukan berarti jurnalis mahasiswa tidak mendapatkan dana secara komersial. Dengan memiliki prinsip tidak memihak, jurnalis mahasiswa memberikan ruang yang seimbang bari mahasiswa melihat berbagai perspektif tanpa mengaburkan fakta yang ada. Jurnalis tetap dapat menerima manfaat komersial dalam pemberitaan yang di tulis, namun hal tersebut tidak serta merta membuat jurnalis mahasiswa menulis berdasarkan opini yang disampaikan banyak mahasiswa tanpa pembuktian yang jelas. Begtitupun dengan penguasa, komersial yang ditawarkan bukan untuk membuat kedudukan yang salah bertahan lebih lama, namun memastika kesejahteraan kampus yang diberikan untuk mahasiswa.
Intimidasi dan tekanan yang datang dari atas merupakan hal yang dianggap normal dalam dunia jurnalis mahasiswa. Hal ini harus ditanamakan dalam benak setiap jurnalis mahasiswa agar tetap fokus pada misi utama untuk membuka cakrawala berfikir mahasiswa yang membaca tulisan dari jurnalis mahasiswa. Untuk membangun mental baja yang tidak mudah takut itu, maka diperlukaan keberanian dan dukungan dari sekitar atau komoditas yang diikuti. Disinilah bukti pentingnya integritas dan kerja sama dalam jurnalistik sangat ampuh untuk menimbulkan keberanian dalam membuat tulisan yang durasa akan merusak citra kampus dan sebagainya.
Meskipun tantangan yang dihadapi jurnalis mahasiswa semakin banyak dan beragam, apalagi pada era pasca-kebenaran, ada banyak alasan-alasan kecil yang juga harus diperhatikan agar tetap optimis dan tidak mudah dibodohi orang lain. Kerja sama yang baik dengan media partner akan membuat kerja sama yang saling menguntungkan, terutama masalah pertukaran informasi yang pasti akan lebih akurat dari pada hanya membaca tanpa henti.
Di era pasca-kebenaran, peran jurnalis mahasiswa menjadi lebih penting dan krusial jika ditelisik dari sebelumnya. Jurnalis mahasiswa menjasi harapan bagi siswa lain untuk mewujudkan pers yang lebih baik, adil, tidak takut, dan tidak memihak. Dengan dedikasi dan ilmu yang tepat, masa depan jurnalis di tangan mahasiswa akan lebih maju dan berkembang. Apalagi dengan maraknya penggunaan hp, kerusakan sistem negara, dan berita kenaikan ukt yang dinilai tidak manusiawi. Jika jurnalis mahasiswa bungkan dan tidak bersuara, maka kampus tersebut akan mengalami masa kekelaman yang nyata.
*Penulis: Fransiska Vazyabila (Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)