Tanpa Pengawasan Orang Tua, Anak di Bawah Umur Belum Pantas Menggunakan Sosial Media

Tanpa Pengawasan Orang Tua, Anak di Bawah Umur Belum Pantas Menggunakan Sosial Media

Deno Ferdian Putra. (Foto: Dok. Pribadi)

Di zaman yang serba modern ini, media sosial tidak lagi tabu oleh semua kalangan tak terkecuali orang tua dan anak-anak kecil. Media sosial dapat diakses dengan mudah menggunakan ponsel selular ataupun komputer selagi masih tersambung dengan jaringan.

Kesukaan orang-orang dengan media sosial sulit untuk dihentikan karena sudah menjadi sarana penghibur dikala bosan atau diwaktu senggang. Tak bisa dipungkiri, media sosial memang sudah menjadi kebutuhan yang cukup besar bagi beberapa pekerjaan dan kehidupan manusia.

Sesuatu yang viral bersumber dari media sosial dan bahkan orang biasa pun bisa menjadi artis yang sangat terkenal. Tak hanya itu, pedagang sekarang banyak menggunakan media sosial sebagai alat untuk menjual barang-barang dagangan mereka agar jangkauannya lebih luas dan tak terbatas. Hal ini memang sangat berpengaruh terhadap pedagang-pedagang dunia maya, dibuktikan dengan hasil penjualan mereka yang laku keras. Begitu besarnya pengaruh media sosial terhadap hidup banyak orang.

Tiktok, Instagram, Facebook, Youtube dan Twitter adalah contoh-contoh media sosial yang akrab dengan kita. Media sosial yang sedang hangat sekarang ini adalah Tiktok dan hampir semua orang memiliki aplikasi ini di ponsel mereka masing-masing. Selain fitur-fitur yang mudah digunakan semua kalangan, isi video yang muncul di “for your page” atau “fyp” adalah video yang akan menyesuaikan dengan kesukaan masing-masing dengan sendirinya. Tak sedikit artis dadakan memulai karir karena aplikasi ajaib ini.

Hanya saja tak semua orang suka dengan konten-konten yang kita buat, bahkan orang-orang tak segan untuk melayangkan komentar kasar dan jahat. Lebih disayangkan lagi ternyata orang dibalik jahatnya komentar tersebut adalah anak-anak dibawah umur yang mungkin belum mengerti akibat tindakan yang mereka lakukan. Masalahnya, rata-rata video yang mereka hujati adalah video orang yang tidak melakukan kesalahan, melainkan seperti orang-orang yang mengalami obesitas atau cacat yang mereka anggap jelek dan pantas untuk dihujat.

Banyak sekali kasus ujaran kebencian yang dilakukan anak-anak semacam ini. Tak sedikit artis yang dihina fisiknya, dilecehkan, bahkan difitnah sehingga mempengaruhi orang lain. Tak sedikit pula korban yang mengambil tindakan hukum dan melaporkannya ke pihak berwajib atas kasus pencemaran nama baik.

Ternyata setelah diselidiki, orang dibalik itu semua adalah anak kecil yang ketakutan atas perbuatannya. Ujung-ujungnya orang tua mereka yang mendapat malu dan melakukan klarifikasi didepan umum, bukan anak kecil yang menjadi biang kerok atas kejadian tersebut. Seperti yang sedang viral belakangan ini, ada seorang anak smp yang mengkritik pemerintah namun dengan bahasa yang kasar dan banyak hal-hal yang disampaikan adalah hal yang tidak benar.

Video yang dibuat juga sangat memprovokasi dan menebar kebencian. Jelas saja, ujung-ujungnya orang tuanya lah yang akhirnya meminta maaf dan menanggung malu sedangkan anaknya berbalik badan tidak mau menghadapi media atas perbuatannya yang tidak bijak bersosial media.

Sebenarnya sulit untuk mengidentifikasi usia pengguna akun tersebut, namun kita bisa melihat foto profil atau isi konten untuk mengetahuinya.  Inilah dampak negatif media sosial, semua orang bebas menghakimi dan menghujat bahkan anak-anak sekalipun. Tentunya hal ini tak akan terjadi jika orang tua lebih memperhatikan anak-anaknya dalam menggunakan ponsel.

Banyak anak-anak tidak diawasi dalam menggunakan alat canggih tersebut, padahal anak-anak di bawah umur perlu adanya edukasi dan pengajaran langsung dari orang tua agar tidak terjadi penyalahgunaan. Namun juga tak adil rasanya hanya menyalahkan orang tua. Disatu sisi orang tua kadang sibuk dengan pekerjaan mereka, dan disisi lainnya anak-anak tidak mengerti dengan apa yang mereka lakukan.

Lalu apakah solusi yang paling tepat agar tidak ada lagi ujaran kebencian yang muncul apalagi bersumber dari anak-anak dibawah umur ?. Nyatanya sangat sulit untuk menghilangkan kebiasaan ini, hanya saja kita dapat menguranginya namun tidak dengan menghentikan. Pertama sekali kita harus introspeksi diri masing-masing, termasuk saat akan membagikan video yang kiranya akan memancing keributan dan hujatan yang pada akhirnya hanya menyakitkan hati dan merugikan diri kita sendiri.

Kita sudah mengetahui bahwa sesuatu hal yang mungkin tak biasa dan berbeda akan menimbulkan pro dan kontra, padahal perbedaan tak selalu buruk, malah perbedaan lah yang menyatukan kita. Namun apaboleh buat, kita harus memikirkan hal ini matang-matang sebelum mengunggah konten yang pada akhirnya tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.

Selanjutnya para orang tua harus lebih memperhatikan anak-anaknya dalam bermedia sosial, perhatikan konten yang sering mereka tonton, dan berikan edukasi agar pola pikir anak tidak mengarah kepada kejahatan. Semua orang bebas mengekspresikan diri mereka di media sosial, dan semua orang juga bebas berpendapat. Namun kita sebagai masyarakat Indonesia harus menjunjung tinggi yang namanya adab, karena adab membuat hidup aman dan tentram dalam indahnya perdamaian.

*Penulis: Deno Ferdian Putra (Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Urgensi Berpikir Kefilsafatan dalam Pengembangan Keilmuan di Indonesia
Urgensi Berpikir Kefilsafatan dalam Pengembangan Keilmuan di Indonesia
Wartawan Amplop: Ketika Uang Mengaburkan Fakta
Wartawan Amplop: Ketika Uang Mengaburkan Fakta
Etika Jurnalistik di Persimpangan: Perjuangan Melawan Wartawan Amplop
Etika Jurnalistik di Persimpangan: Perjuangan Melawan Wartawan Amplop
Ketika Hak Tolak Menjadi Pertahanan Utama untuk Jurnalisme Independen
Ketika Hak Tolak Menjadi Pertahanan Utama untuk Jurnalisme Independen
Seberapa Jauh Hak Tolak Bisa Melindungi Wartawan dari Ancaman?
Seberapa Jauh Hak Tolak Bisa Melindungi Wartawan dari Ancaman?
Marriage Is Scary: Memahami Ketakutan Akan Pernikahan dan Bagaimana Cara Mengatasinya
Marriage Is Scary: Memahami Ketakutan Akan Pernikahan dan Bagaimana Cara Mengatasinya