Langgam.id – Kasus pembunuhan wartawan Rico Sempurna Pasaribu (47) bersama istri, anak, dan cucunya yang mengguncang Tanah Karo segera memasuki sidang perdana di Pengadilan Negeri Kabanjahe pada Senin, 25 November 2024. Sidang ini akan mengagendakan pembacaan dakwaan terhadap tiga terdakwa: Bebas Ginting, Yunus Tarigan, dan Rudi Sembiring, yang diduga sebagai eksekutor dalam pembunuhan berencana ini.
Awalnya, kematian Rico beserta keluarganya pada 27 Juni 2024 dini hari dikabarkan akibat kebakaran yang menghanguskan rumah sekaligus tempat usahanya. Namun, desakan dari keluarga korban, khususnya Eva—anak korban sekaligus ibu dari salah satu korban anak—bersama Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mengungkap adanya indikasi pembunuhan berencana yang bermotif pemberitaan investigasi Rico terkait praktik perjudian dan narkoba di Tanah Karo.
Rico diketahui aktif melaporkan bisnis judi tembak ikan yang diduga melibatkan oknum TNI bernama Koptu HB dari satuan Simbisa 125 Kabanjahe. Dalam laporannya, Rico secara gamblang menyebutkan lokasi, foto, dan identitas terduga pemilik bisnis ilegal tersebut. Sepekan sebelum kematiannya, pemberitaan Rico semakin intens, mengungkap dugaan keterlibatan Koptu HB.
Desakan publik dan investigasi KKJ berhasil mengubah narasi awal kasus ini. Polda Sumatera Utara dan Kodam I/BB menggelar konferensi pers yang mengonfirmasi bahwa kebakaran tersebut merupakan aksi pembunuhan. Dua pelaku awal berhasil ditangkap, dan kemudian satu pelaku tambahan diidentifikasi sebagai dalang yang memberi perintah pembakaran rumah Rico.
Dalam rekonstruksi kasus, terungkap adanya peran Koptu HB yang diduga memerintahkan para pelaku untuk menghentikan pemberitaan Rico. Fakta ini semakin menguatkan dugaan keterlibatan Koptu HB, namun hingga kini, PuspomAD dan Pomdam I/BB belum menetapkannya sebagai tersangka.
Eva, bersama LBH Medan dan KKJ, telah melaporkan dugaan pelanggaran ini ke berbagai lembaga, termasuk PuspomAD, Komnas HAM, dan KPAI. Mereka menegaskan, ketiga terdakwa hanyalah pelaksana dari "by order" otak pelaku sebenarnya, yang diduga adalah Koptu HB.
LBH Medan dan KKJ meminta masyarakat, khususnya warga Tanah Karo, serta rekan-rekan media untuk mengawal persidangan kasus ini. Selain sebagai bentuk dukungan terhadap keluarga korban, pengawalan ini juga bertujuan mencegah praktik impunitas dalam penegakan hukum.
Mereka juga menilai kasus ini mencakup pelanggaran serius terhadap berbagai aturan hukum nasional dan internasional, termasuk Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta sejumlah regulasi terkait HAM dan perlindungan anak.
“Kami meyakini keadilan bisa ditegakkan jika kasus ini diusut tuntas hingga ke aktor intelektualnya. Jangan ada lagi ancaman terhadap kebebasan pers,” tegas Eva, yang terus berjuang demi ayah dan keluarganya.
Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi aparat penegak hukum, tetapi juga cerminan bagaimana keadilan ditegakkan untuk melindungi jurnalis yang menjalankan tugasnya demi kepentingan publik. (*/Yh)