Sebenarnya biasa saja. Tepat di hari perayaan kemerdekaan, 17 Agustus 2022, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang menjalankan tugas. Mengawasi kawasan Pantai Padang: apakah pantai tetap rapi sesuai peruntukan.
Dekat Masjid Al Hakim aman. Di Pantai Padang Lama juga ok. Pantai Purus, dekat Taman Elo Pukek, juga terkendali. Soal ada di Pantai Cimpago. Beberapa pedagang berjualan di bibir pantai. Kabarnya, upaya persuasif sudah dilakukan petugas. Beberapa menerima. Ada juga yang tidak.
Informasi dari Kasatpol PP, di tengah penertiban, ada yang membawa clurit. Benda bengkok tajam itu sudah keluar dari sarungnya. Upaya pencegahan tentu harus dilakukan. Yang bersangkutan diringkus. Di sinilah keributan bermula. Yang diringkus berteriak. Dibilangnya dia dikeroyok petugas.
Keributan terjadi. Pedagang yang mendengar ada teman mereka dikeroyok mulai marah. Mereka tidak terima kawan mereka "dikeroyok". Batu-batu beragam ukuran melayang-layang. Sasarannya dua: petugas dan kendaraan dinas yang ditumpangi petugas. Ini saya tonton videonya.
Menurut infonya (dipaparkan oleh Kasatpol PP pada acara talkshow di sebuah televisi), ada petugas yang luka memar. Mobil patroli juga rusak. Lampu besar bagian kiri pecah. Kaca depan retak. Kaca belakang pembatas sopir dengan tempat duduk penumpang retak lebih besar. Saya punya rekaman video mobil rusak ini.
Saya tidak hendak membahas lebih detail kejadian tanggal 17 Agustus 2022 itu. Pasti kejadian hari itu meninggalkan jejak hukum. Menurut hukum, yang salah tentu harus dijatuhkan sanksi: kurungan atau denda. Tidak peduli siapa yang salah. Saya dengar ada yang menuduh petugas yang salah. Silakan saja dijalankan proses hukum. Tidak apa-apa. Memang begitulah seharusnya.
Saya bahas yang prinsip-prinsip saja. Yang pertama, paling prinsip, adalah soal ketertiban. Semua rakyat berhak hidup dalam suasana yang aman dan nyaman. Pantai adalah ruang publik. Semua orang berhak menikmati pantai yang indah, bersih, aman dan nyaman.
Pantai yang indah, bersih, aman dan nyaman tidak hanya milik yang beruang saja. Yang tidak beruang pun boleh melenggang ke pantai dengan bebas. Langkah anda tidak boleh terhalang ke pantai hanya karena tidak punya uang pembeli minuman sebab sedang di ujung bulan. Datang sajalah ke pantai sambil menenteng tumbler berisi air putih. Begitu benarlah contohnya.
Siapa yang dibebani kewajiban menjamin realisasi hak publik itu? Jawabannya pasti: penyelengara negara/daerah yang ditunjuk khusus untuk itu. Inilah prinsip kedua. Ya, di pundak kokoh penyelenggara negara/daerahlah terletak tanggung jawab itu. Ini prinsip negara hukum (Rechtsstaat).
Ini serius. Tidak main-main. Ketika negara modern dimulai, semua hak rakyat berderai menjatuhkan hukuman kepada para pelanggar hukum dicabut habis.
Saya beri contoh yang ekstrim, agar cepat paham: seorang anggota keluarga dibunuh. Keluarga terbunuh tidak dibenarkan menghukum balik, meskipun ada yang sanggup melakukannya. Hak menghukum terletak di tangan penyelenggara negara yang ditunjuk untuk itu saja.
Itulah yang sedang dijalankan Satpol PP hari itu. Terus terang, Satpol PP di bawah kendali pemerintahan Wako Hendri Septa agak deras. Pedagang yang selama ini menghuni jembatan Siti Nurbaya diturunkannya, tanpa riak. Penjual kelapa muda dan lainnya dekat Parak Kerambil dipindahkannya ke seberang jalan. Juga tanpa ribut-ribut. Pedagang di Pantai Padang lama juga tidak lagi menguasai trotoar. Banyak lagi yang lainnya.
Semuanya itu sudah di jalur yang benar. Wako Hendri nampaknya mulai ingat dengan contoh-contoh baik yang dilihatnya selama di perantauan dulu, dan mulai diterapkannya. Kewajiban utama pemimpin memang memastikan semua rakyat mendapatkan hak-hak mereka secara baik dan benar. Perkara ada yang tidak puas dengan sebuah kebijakan, itu biasa saja.
Lalu, bagaimana pula dengan hak pedagang untuk menyambung hidup? Bahasa tingginya hak ekonomi. Hak yang merupakan bagian dari Ecosoc Rights (hak-hak ekonomi sosial dan budaya), para pedagang kecil. Jawabannya sangat sederhana: menjalankan hak ekonomi tidak boleh melanggar hak-hak orang lain. Berdagang di bibir pantai berkemungkinan besar (kalau tidak boleh menggunakan kata pasti) melanggar hak orang lain, terutama hak untuk menikmati pantai yang tertib, indah, bersih dan nyaman.
Baca juga: Data LBH: Bentrok di Pantai Padang Dipicu Kata “Poyok” Personel Satpol PP ke Pedagang
Wako Hendri sedang berjalan di jalur yang benar. Saya berani jamin, sebagian besar warga merindukan lingkungan kota yang tertib, bersih, aman dan nyaman. Tak terkecuali di Pantai Cimpago. Kalaupun ada yang ingin melanggengkan ketidaktertiban sosial seperti sekarang, jumlahnya tidak banyak. Sebab itu, saya dukung Wako Hendri.
_
Miko Kamal
Pengamat Tata Kelola Kota