Langgam.id - Ronggeng selama ini dikenal sebagai salah satu seni pertunjukan di Jawa. Namun, Sumatra Barat (Sumbar) ternyata juga memiliki kesenian tradisional yang bernama Ronggeng Pasaman.
Ronggeng Pasaman adalah kegiatan berbalas pantun dalam bentuk nyanyian dengan iringan musik dan tarian yang masih eksis hingga sekarang. Alat musik pendukung kesenian ini diantaranya biola, gitar, rebana, dan tamburin.Seperti namanya, kesenian ini berkembang di sekitar Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat.
Dilansir dari wikipedia, Ronggeng Pasaman biasanya dimainkan oleh minimal sembilan orang yang terdiri dari satu orang ronggeng, tiga orang penampil pria dan lima pemain musik. Seorang ronggeng berperan mendendangkan pantun-pantun dalam pertunjukan.
Seorang ronggeng adalah orang yang mahir dan ahli dalam berpantun. Selain itu, dia juga harus bersedia berpenampilan seperti perempuan dan biasanya memiliki "paga diri" (ilmu batin penjaga diri). Paga diri diperlukan untuk memastikan keamanan ketika sedang tampil.
Dalam pertunjukannya, seorang ronggeng didampingi setidaknya tiga penampil pria. Satu dari tiga penampil bertugas membalas pantun yang dilontarkan ronggeng, sementara dua orang lainnya mendampingi sambil menari.
Penampil pria ini bebas dari mana saja, termasuk dari kalangan penonton, tidak harus ahli dalam berpantun dan biasanya bertugas secara bergiliran. Bahkan, seorang penampil tidak masalah ketika harus bertanya ke orang lain bahkan ke penonton untuk dapat membalas pantun-pantung ronggeng.
Pemain musik terdiri dari lima orang yakni satu orang pemain biola, dua orang pemain gitar, satu orang pemain rebana dan satu orang pemain tamburin. Pemain musik bertanggung jawab pada iringan musik selama pertunjukan berlangsung.
"Biasanya Ronggeng Pasaman itu digelar kalau lagi ada pesta nikah, atau acara turun mandi," kata Erniwati (68) salah seorang warga Lubuk Sikaping, Pasaman saat dihubungi Langgam.id, Selasa (23/3/2021).
Ia menyebut, biasanya pertunjukan dimulai pada malam hari hingga menjelang subuh. Pertunjukan juga murni hanya sebagai hiburan warga, tanpa ada unsur magis atau "sawer" seperti di Jawa.
"Ini memang hanya untuk hiburan saja, sudah dari dulu. Nggak ada itu pakai sawer-sawer seperti di Jawa. Ini berbalas pantun," ujarnya.
Sejarah Ronggeng Pasaman
Dikutip dari situs resmi Kemendikbud, munculnya ronggeng di Pasaman tidak lepas dari migrasi penduduk pada masa lalu. Beberapa dugaan menyatakan bahwa ronggeng pasaman berasal dari masyarakat Jawa yang migrasi ke Pasaman.
Mereka dibawa penjajang Jepang untuk kerja paksan di perkebunan karet. Kedatangan orang Jawa sekaligus membawa adat kebiasaan mereka, termasuk kesenian ronggeng.
Seiring berjalannya waktu, ronggeng kemudian diadaptasi sesuai dengan adat dan kepercayaan yang ada di Pasaman. Ronggeng pun kemudian mengalami modifikasi sesuai adat masyarakat setempat seperti bahasa syair yang umum menggunakan bahasa Minangkabau dan Mandailing.
Pemainnya yang berganti menjadi pria yang didandani seperti perempuan dan pertunjukannya hanya dimaksudkan sebagai hiburan. Kesenian ini juga menjadi marak ditampilkan pada acara-acara adat dan agama.
Perpaduan Beda Budaya
Ronggeng Pasaman merupakan adaptasi seni sesuai kekhasan daerah Pasaman yang mayoritas dihuni oleh suku Minangkabau dan Mandailing. Pertama, bahasa yang digunakan adalah Minangkabau dan Mandailing.
Ronggeng yang ditampilkan juga adalah pria yang dimake up seperti layaknya perempuan. Hal itu untuk menyesuaikan dengan keyakinan masyarakat yang beragama Islam yang tidak menampilkan perempuan di muka umum.
Tujuan penampilan ronggeng juga diperluas. Tidak hanya dilakukan pada acara pesta saja, tapi juga pada acara-acara keagamaan. Ronggeng ini juga telah sering ditampilkan pada acara-acara adat lainnya seperti acara turun mandi.
Keberadaan Ronggeng Pasaman pada masa kini sesungguhnya tidak lagi sebagaimana jayanya pada masa lampau. Namun nilai toleransi yang diwariskan telah memberikan kita pencerahan yang penting untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.(*/Ela)