Langgam.id - DPRD Riau mengklaim seratus persen penguasaan penerimaan Pajak Air Permukaan (PAP) PLTA Koto Panjang di Kabupaten Kampar. Padahal, PAP yang nilainya sekitar Rp3,4 miliar per tahun itu, sebelumnya bagi hasil dengan Sumatra Barat (Sumbar).
Parahnya, di sejumlah pemberitaan media terbitan Riau, disebutkan bahwa Sumbar selama ini hanya menerima 'pitih sanang' dari hasil pajak PLTA Koto Padang.
Polemik itu membuat Gubernur Sumbar Irwan Prayitno meradang. Dia memprotes sikap Riau yang mengklaim Sumbar hanya mendapatkan uang senang dari PLTA Koto Panjang. Menurutnya, kalimat tersebut dirasa kurang tepat dan kurang bijak dilontarkan, karena melukai hati warga Sumbar.
"Saya mengikuti dan selalu memonitor dinamika persoalan itu. Rasanya apa yang disampaikan oleh beberapa anggota DPRD Sumbar pantas didukung dan kami pemerintah provinsi Sumbar telah meresponnya dan memprosesnya secara administratif ke pusat," katanya melalui rilis Diskominfo Sumbar, Jumat (31/7/2020).
Respon itu disampaikan Pemprov Sumbar secara tertulis maupun upaya lainnya ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menurutnya, surat ke Kemendagri sudah diproses dengan melampirkan semua dokumen pendukung.
"Kami harapkan masyarakat Sumbar di ranah dan di rantau, untuk sementara tenang dulu. Percayakan saja kepada kami dan berikan kesempatan kami bersama DPRD mengurusnya ke pemerintah pusat " katanya.
Komentar DPRD Riau di sejumlah media juga menyulut amarah anggota DPRD Sumbar, Nurnas. Setelah itu, dilanjutkan dengan rapat di Komisi III yang dipimpin Afrizal. DPRD menyesalkan pernyataan anggota DPRD Riau yang seakan-akan melupakan sejarah pembangunan PLTA Koto Panjang.
Menurut Nurnas, wakil rakyat Riau melupakan pengorbanan rakyat Sumbar atas tenggelamnya 11 Nagari di Kabupaten Limapuluh Kota. Masyarakat Sumbar berjuang sampai ke Jepang untuk mendapatkan dana pembangunan waduk PLTA itu.
“Mungkin teman kita di DPRD Riau lupa, bahwa air yang mengalir itu asalnya dari mana," katanya.
Selama ini, kata Nurnas, tidak ada permasalahan soal jatah pembagian pajak antara Pemprov Sumbar dengan Provinsi Riau. Berapa pun hasilnya dari PLN, selalu dibagi dua. Namun, surat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri itu akhirnya memicu polemik. Ditambah lagi dengan pernyataan DPRD Riau yang sangat menyinggung perasaan masyarakat Sumbar.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar Yozawardi mengatakan, ada Daerah Tangkapan Air (DTA) atau Catchment di Koto Panjang seluas 150.000 hektare yang menampung air hujan, menyimpan serta mengalirkannya ke anak-anak sungai, terus ke sungai dan bermuara ke Danau Koto Panjang. Artinya, sumber air waduk Koto Panjang berasal dari hutan-hutan yang berada di Sumbar.
“Anak-anak sungai, terus ke sungai dan bermuara ke Danau Koto Panjang merupakan sumber utama penggerak turbin PLTA Koto Panjang yang berasal dari sungai-sungai dan hutan dari Sumbar," katanya.
Menurutnya, untuk memastikan hutan tetap terjaga di Catchment Area, Pemprov Sumbar melakukan kegiatan pengamanan dan perlindungan hutan pada wilayah tersebut. Serta melaksanakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) sebanyak lebih kurang Rp 2 miliar per tahun di APBD Provinsi Sumbar. (*/Rahmadi/ICA)