Langgam.id - Setelah mengalami inflasi dua digit sebesar 11,58 persen pada 2014 atau sewindu yang lalu, tingkat inflasi Sumatra Barat terjaga dan sangat terkendali. Namun, selama 2022 inflasi Sumbar kembali melonjak dan pecah rekor jadi 7,43 persen.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar mencatatkan inflasi daerah itu yang merupakan gabungan dua kota, Padang dan Bukittinggi mencapai 7,43 persen (year on year/yoy) per Desember 2022. Padahal, setaun sebelumnya inflasi Sumbar masih sangat terkendali di angka 1,40 persen.
Kepala BPS Sumbar Herum Fajarwati dalam rilis bulanan lembaga mengatakan inflasi Sumbar sebesar 7,43 persen per Desember didorong meningkatnya sejumlah komoditas pokok, terutama bahan makanan dan transportasi.
"Inflasi Sumbar sepanjang 2022 berada di angka 7,43 persen (gabungan dua kota Padang dan Bukittinggi) meningkat dari bulan sebelumnya 6,87 persen," katanya, dikutip langgam, Selasa (3/1/2023).
Ia menjelaskan secara tahunan, beberapa komoditas yang menjadi pendorong inflasi adalah bensin mengalami perubahan harga 30,22 persen dan memberikan andil 1,14 persen terhadap inflasi Sumbar. Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM beberapa bulan lalu memberikan efek signifikan terhadap laju inflasi daerah itu.
Kemudian, beras mengalami kenaikan 14,77 persen dengan andil 0,59 persen, angkutan udara naik 20,29 persen dan memberikan andil 0,51 persen, cabai merah naik 29,14 persen dengan andil 0,32 persen, dan telur ayam ras naik 29,64 persen dengan andil 0,24 persen.
Sementara itu, beberapa komoditas dan barang lainnya mengalami penurunan harga seperti minyak goreng, ikan sisik, laptop, bawang merah dan harga televisi.
Adapun, inflasi bulanan Sumbar sepanjang tahun 2022 yaitu 2,30 persen pada Januari, 2,77 persen pada Februari, 3,24 persen pada Maret, 3,93 persen pada April, 5,18 persen pada Mei, serta 6,60 persen pada Juni.
Kemudian, meningkat pada Juli menjadi 8,00 persen, Agustus sebesar 7,11 persen, September 8,49 persen, Oktober 7,87 persen, November sebesar 6,87 persen dan per Desember mencapai 7,43 persen.
Adapun, sesuai data BPS, sejak tahun 2014 inflasi tahunan Sumbar berturut-turut sebesar 11,58 persen. Lalu, 1,08 persen pada 2015, pada 2016 sebesar 4,89 persen, 2017 sebesar 2,02 persen, pada 2018 sebesar 2,60 persen, 2019 sebesar 1,66 persen, 2020 sebesar 2,11 persen, dan 1,40 persen pada 2021.
Sebelumnya, pada pertengah Agustus 2022 lalu, Gubernur Sumbar Mahyeldi dipanggil khusus ke istana oleh Presiden Joko Widodo terkait melonjaknya inflasi Sumbar. Saat itu, Sumbar dan Jambi menjadi dua provinsi dengan inflasi tertinggi secara nasional.
Di hadapan presiden, Mahyeldi menyatakan komitmennya untuk menekan tingkat inflasi di Sumbar.
"Terkait hal ini tiap provinsi harus peka terhadap angka kenaikan inflasi di daerah masing-masing, Gubernur harus bekerjasama dengan tim TPID di daerah maupun di pusat. Tanyakan di daerah mana harga pangannya naik," kata presiden dalam Rakornas bersama kepala daerah pada Kamis, (18/8/2022) lalu.
Sebagai langkah penanganan, Mahyeldi bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) menindaklanjuti arahan presiden tersebut dengan menyiapkan beberapa langkah strategis.
Diantaranya adalah penanaman cabe dengan menggerakkan Kelompok Wanita Tani (KWT), mendorong masyarakat memakai pupuk organik, dan melakukan bazar murah di depan Kantor Gubernur Sumbar.
"Terkait pupuk organik, kita akan membuat kebijakan untuk memberikan insentif berupa pemberian rumah kompos dan mesin pengolah kompos kepada kelompok tani," kata Mahyeldi.