Langgam.id – Mendapatkan informasi di media, terkait rencana pemerintah memberikan berbagai stimulus dalam program pengadaan tiga juta unit rumah, membuat Fahru (30) bersemangat untuk memiliki rumah sendiri.
Pegawai perusahaan swasta di Kota Padang, Sumatra Barat itu memang sudah lama ingin memiliki rumah, namun terkendala masih terbatasnya dana untuk uang muka alias down payment (DP), sehingga niatnya membeli rumah urung diajukan.
“Kalau lihat di pemberitaan media, sepertinya akan banyak kemudahaan dan subsidi yang kami dapat jika membeli rumah saat ini,” katanya, kepada Langgam, Jumat (14/2/2025).
Ia merujuk rencana pemerintah membebaskan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) serta pembebasan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi MBR.
Jika kebijakan itu terealisasi, menurutnya, jelas akan membantu dirinya dan masyarakat yang belum memiliki rumah untuk mendapatkan hunian dengan harga yang jauh lebih terjangkau.
Makanya, Fahru pun bergegas mencari perumahan yang ideal untuk kebutuhan ia dan istri yang baru dinikahinya beberapa bulan lalu. Ia juga menyiapkan DP sekitar 10 persen dari harga rumah subsidi yang dipatok pemerintah di harga Rp166 juta.
Semangat Fahru ini mungkin juga dirasakan ribuan warga lainnya di Tanah Air yang menginginkan segera memiliki rumah. Apalagi dengan berbagai stimulus yang diprogramkan pemerintah, serta sejumlah kemudahan dari perbankan tentu ingin pula mereka rasakan manfaatnya.
Seperti salah satu pegawai honorer di instansi pemerintah di Sumbar, Putri (33) misalnya, juga begitu ngebet mencari rumah subsidi yang ideal dan dekat dengan kantor tempatnya bekerja. “Sudah keliling-keliling cari (lokasi ideal), kebanyakan jauh dari tempat kerja,” katanya.
Ia ingin mencari lokasi perumahan yang tidak terlalu jauh dari kantornya, sehingga lebih efisien dan hemat ongkos. Kalaupun jauh, setidaknya masih terhubung dengan transportasi publik agar memudahkan akses ke tempat kerja.
Apalagi, kini pemerintah tengah menyiapkan pengadaan rumah besar-besaran untuk mengatasi backlog perumahan dengan menargetkan pembangunan tiga juta unit setiap tahun untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
“Presiden mau bangun (rumah) tiga juta unit, tentu peluang dapat rumahnya lebih besar, jadi kami siapkan saja persyaratannya,” katanya tersenyum.
Memang, pemerintah sudah menyiapkan berbagai relugasi. Salah satunya melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri, yakni Menteri Perumahan dan Permukiman, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Dalam Negeri untuk mendukung percepatan program tiga juta rumah yang dikeluarkan pada 25 November 2024 lalu.
SKB itu dikeluarkan dalam upaya mengurangi backlog perumahan dan mengentaskan kemiskinan. Salah satu yang diatur dalam SKB itu adalah pembebasan BPHTB bagi MBR, mempercepat proses pelayanan pemberian izin PBG bagi MBR, dan pembebasan retribusi PBG.
Dengan kebijakan itu diharapkan akan memberikan kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah. Karena, selain subsidi bunga dan bantuan uang pangkal yang sebelumnya sudah ada, kini juga pemerintah juga memberikan keringanan dari BPHTB dan retribusi PGB.
Masih Rendah Kepemilikan Rumah di Sumbar
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, Sumatera Barat termasuk provinsi dengan tingkat kepemilikan rumah warganya paling rendah di Indonesia. Sumbar berada di posisi dua terendah dengan persentase kepemilikan rumah sendiri hanya 72,63 persen, sedikit lebih baik dari DKI Jakarta dengan persentase kepemilikan sendiri 54,44 persen.
Artinya, dengan jumlah penduduk Sumbar sekitar 5,5 juta jiwa, maka masih ada sekitar 1,3 juta lebih penduduk yang belum memiliki rumah sendiri atau sekitar 350.000 rumah tangga (asumsi satu rumah tangga berisi 4 jiwa) belum memiliki rumah.
Tentu ini, menjadi tugas berat bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah untuk mendorong dan memfasilitasi warganya mendapatkan rumah.
Secara nasional, rasio kepemilikan rumah sendiri sudah mencapai 84,95 persen. Namun, BPS mencatat setidaknya 9,9 juta rumah tangga belum memiliki rumah. Dari jumlah backlog yang ada, 93 persen berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan 60 persen di antaranya masyarakat yang bekerja di sektor informal.
Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Provinsi Sumatra Barat Satria Eka Putra mengatakan kuota rumah subsidi di daerah itu hanya berkisar 12.000 unit per tahun. “Kami di REI menyalurkan sekitar 8.000 unit, sisanya pengembang-pengembang di asosiasi lain,” katanya.
Ia menuturkan minat warga untuk mendapatkan rumah subsidi sangat tinggi. Bahkan, sepanjang tahun lalu, kuota yang disalurkan pengembang yang tergabung di REI Sumbar sudah habis sebelum Agustus 2024.
“Makanya, setelah Agustus itu, pengembang-pengembang kami tidak bisa jualan lagi karena kuotanya sudah habis,” sebut Satria.
Sehingga, pengembang hanya bisa memasarkan KPR komersial dengan harga yang jauh lebih tinggi. Walau pasarnya ada, tetapi permintaan untuk KPR komersial masih tergolong kecil.
Menurutnya, kebutuhan rumah subsidi di Sumbar sangat tinggi mencapai 200.000 unit, karena masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki rumah, terutama di daerah perkotaan seperti Kota Padang, Bukittinggi, Payakumbuh, dan Solok.
Namun, ketersediaan rumah subsidi di kawasan perkotaan juga terbatas. Khusus di Kota Padang, misalnya, kebanyakan rumah subsidi yang tersedia memang agak jauh di pinggir kota. Hal itu disebabkan tingginya harga tanah yang membuat pengembang tidak mampu menyediakan rumah subsidi di tengah kota.
“Kalau harga tanah sudah di atas Rp300 ribu per meter, tidak mungkin kami bisa menyediakan rumah subsidi dengan kondisi layak di tengah kota,” kata Jefri A, salah satu pengembang lainnya di Padang.
Ia mengungkapkan harga tanah di Padang kian tak terbendung rerata berkisar Rp2,5 juta hingga Rp3,5 juta per meter. Makanya, pengembangan rumah subsidi hanya bisa dilakukan di pinggiran kota yang harga tanahnya masih terjangkau.
“Makanya, pengembang lebih banyak bangun di perbatasan, agak jauh dari pusat kota karena harga tanahnya lebih terjangkau,” ujarnya.
Terkait keterbatasan lahan, Wakil Menteri Perumahan dan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah mengatakan pemerintah akan melakukan pengadaan tanah dengan memanfaatkan aset-aset milik pemerintah maupun BUMN, serta skema pengadaan lainnya.
“Soal lahan untuk program tiga juta rumah ini, pemerintah komit akan menyediakan, tinggal nanti diatur bagaimana skemanya,” kata Fahri saat mengunjungi rumah percontohan di Indarung, PT Semen Padang awal Januari lalu.
Ia memastikan pemerintah akan mengatasi hambatan-hambatan dalam proses pengadaan program tiga juta rumah bagi MBR.
Aturan Turunan SKB 3 Menteri
Satria Eka Putra, Ketua DPD REI Sumbar melihat kebijakan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka dalam program tiga juta rumah akan membantu mempercepat penyediaan rumah bagi MBR, termasuk di Sumatra Barat.
Apalagi, dengan adanya tambahan stimulus pembebasan BPHTB dan retribusi PBG jelas akan meringankan beban nasabah.
Seperti di Kota Padang misalnya, pembebasan tarif BPHTB bisa memangkas pengeluaran konsumen hingga Rp6 juta lebih. Begitu juga dengan retribusi PBG bisa menghemat sekitar Rp4 juta. Dengan kebijakan tersebut, masyarakat konsumen rumah subsidi bisa menghemat lebih dari Rp10 juta.
“Sayangnya, daerah (Pemda) belum banyak yang menerbitkan peraturan turunan dari SKB tiga Menteri ini, sehingga tentu memperlambat proses penyaluran,” katanya.
Di Sumatra Barat, diketahui baru Kabupaten Dharmasraya dan Tanah Datar yang menerbitkan peraturan kepala daerah atau peraturan bupati (Perbup) terkait kebijakan pembebasan BPHTB dan retribusi PBG. Padahal, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sudah mengingatkan kepala daerah untuk segera menerbitkan peraturan turunan dari SKB tiga Menteri tersebut.
REI Sumbar, imbuh Satria, akan mendorong kepala daerah untuk segera menerbitkan peraturan turunan, agar stimulus yang dijanjikan pemerintah itu bisa segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Kemudahan KPR di BTN
Tak hanya berbagai stimulus dari pemerintah, perbankan sebagai penyalur juga diminta memberikan berbagai kemudahan untuk menyukseskan program tiga juta rumah.
BTN misalnya, sebagai market leader dalam pasar properti di Tanah Air memberikan berbagai kemudahan kepada nasabah untuk mendapatkan rumah subsidi, dari diskon hingga pelayanan lainnya yang lebih inklusif.
“BTN berkomitmen mendukung program tiga juta rumah dengan memberikan kemudahan masyarakat dalam pengajuan kredit secara online melalui aplikasi Bale by BTN maupun portal BTN property. Juga kecepatan dalam proses pengajuan kredit, hingga jangkauan layanan di kota dan kabupaten di wilayah Sumbar yang potensial,” kata Sudaryanto, Branch Manager BTN Cabang Padang kepada Langgam, Kamis (13/2/2025) lalu.
Selain itu, katanya, BTN juga memberikan dukungan pembiayaan konstruksi maupun pemilikan lahan kepada pengembang yang membutuhkan untuk membangun rumah subsidi maupun non subsidi.
Ia mengatakan BTN juga memperluas akses pembiayaan dengan menerapkan strategi yang lebih fleksibel bagi pekerja informal. Selama ini, pekerja informal, seperti pedagang kecil, tukang ojek, pengrajin dan pekerjaan informal lainnya kerapkali kesulitan mendapatkan akses KPR,
Guna mengatasi berbagai kendala itu, BTN berinovasi dengan memberikan peluang kepada pekerja informal untuk mengajukan KPR dengan menggunakan rekening tabungan atau laporan pendapatan usaha sebagai ganti slip gaji.
Selain itu, menyediakan pendamping untuk edukasi finansial, serta memanfaatkan platform digital untuk mempermudah pendaftaran dan persetujuan KPR bagi mereka yang belum memiliki akses perbankan formal.
Bahkan, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu manargetkan kuota pekerja informal mencapai 20 persen dari total penyaluran KPR subsidi perseroan.
“Selama ini pekerja di sektor informal mengalami kesulitan dalam mengajukan KPR karena keterbatasan dokumen pendukung. Oleh karena itu, kita mengusulkan agar skema FLPP (Fasilitas Likuidasi Pembiayaan Perumahan) dialokasikan setidaknya 20 persen untuk mereka yang di sector informal,” kata Nixon, dikutip dari laman perseroan.
Adapun, sepanjang 2024 lalu, penyaluran KPR subsidi BTN mencapai Rp173,84 triliun atau naik 7,5 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan KPR non subsidi tumbuh 10,2 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp105,95 triliun.
Di Sumatra Barat, penyaluran KPR BTN untuk subsidi mengalami peningkatan yang cukup signifikan mencapai 14 persen. “Di tengah keterbatasan kuota, penyaluran KPR BTN subsidi di KC Padang yaitu sebanyak 1.628 unit dengan nilai Rp251 miliar, meningkat 14 persen dibandingkan tahun 2023 sebanyak 1.436 unit atau dengan nilai kredit Rp217 miliar,” jelas Sudaryanto.
Untuk tahun ini, ia optimistis proyeksi penyaluran kredit khususnya KPR di Sumbar bisa sesuai target. Hal itu, didorong berbagai kebijakan stimulus pemerintah, serta kemudahan dari BTN sendiri dalam memberikan pembiayaan untuk mendukung program pemerintah pengadaan tiga juta rumah.
“Kita optimis melihat peluang tahun ini. BTN KC Padang memiliki kuota sebanyak 3.000 an unit, jumlah unit yang cukup banyak dan bisa mendorong pertumbuhan sektor properti di wilayah Sumatra Barat,” katanya. (*)