InfoLanggam - Juru Bicara Kantor Komunikasi Presiden atau Presidential Communication Office (PCO), Adita Irawati mengungkapkan bahwa Indonesia menghadapi runtutan bencana alam yang menimbulkan korban dan kerugian signifikan bagi masyarakat.
Dalam periode 1 November hingga 13 Desember 2024 saja, kata Adita, telah terjadi bencana seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan erupsi gunung berapi di lebih dari 50 wilayah.
Tercatat beberapa bencana yang cukup besar seperti banjir bandang di Sukabumi dan Cianjur, erupsi
Gunung Lewotobi Laki Laki di Nusa Tenggara Timur dan enam wilayah lain, gempa bumi di 10 wilayah
dengan skala rendah dan bencana-bencana lainnya.
“Presiden telah memberi apresiasi atas penanganan bencana, khususnya di Gunung Lewotobi, saat
Sidang Kabinet Paripurna. Hal ini menunjukkan kepedulian beliau terhadap aksi gerak cepat tanggap
darurat untuk membantu masyarakat yang terdampak,” ujar Adita dalam keterangan tertulisnya.
Adita menjelaskan bahwa pemerintah telah bergerak cepat melalui Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), kementerian/lembaga terkait, TNI dan POLRI serta pemerintah daerah untuk
memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak.
Perlu menjadi perhatian, tambah Adita, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, telah menyampaikan bahwa cuaca ekstrem diperkirakan akan terus terjadi hingga Maret-April 2025 akibat fenomena La Nina lemah yang meningkatkan curah hujan sebesar 20 persen
Asta Cita dan Visi Indonesia Maju yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto menekankan
pentingnya kesiapsiagaan dan solidaritas dalam menghadapi bencana.
“Ada tiga pesan utama Presiden Prabowo terkait bencana alam dan penanganannya,” terang Adita.
Pertama, Presiden Prabowo menekankan pentingnya “negara hadir”, sigap, gesit dalam merespons
bencana alam, memberikan tanggap darurat yang cepat dan tepat.
Presiden mengakui, tenaga terlatih Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas Nasional dan Daerah) dan Palang Merah Indonesia (PMI) sebagai first responders telah menunjukkan kapasitas yang unggul.
“Koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat untuk merespons bencana sudah terjadi
dalam waktu singkat, namun tetap efektif,” ujar Adita.
Kedua, Presiden Prabowo ingin pembangunan infrastruktur yang tangguh dan berkelanjutan seperti
gedung, jalan, kantor pemerintahan dan infrastruktur lainnya yang kuat dan tahan bencana penting untuk
mengurangi dampak bencana.
“Termasuk penggunaan teknologi. Hadirnya sistem peringatan dini, peta bencana digital buatan BNPB,
dan prakiraan juga modifikasi cuaca oleh BMKG, sangat penting memperkaya dan memutakhirkan
rencana kontinjensi,” terang Adita.
“Terakhir dan tidak kalah pentingnya, solidaritas dan gotong-royong. Dalam situasi bencana masyarakat yang saling membantu akan membuat recovery dan rehabilitasi lebih cepat,” terangnya.
Gotong royong dalam membersihkan puing-puing, menyediakan tempat penampungan sementara, dan
mendistribusikan bantuan logistik dan dukungan psikososial adalah contoh nyata dari solidaritas yang
dapat meringankan beban para korban.
“Visi Indonesia Maju adalah membangun masyarakat yang siap siaga, tangguh, dan saling mendukung
dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk menghadapi bencana alam. Early warning system,
dukungan teknologi, harus tetap dikaitkan dengan solidaritas dan gotong royong. Dengan demikian,
Indonesia dapat menjadi negara yang lebih maju, berdaulat, sejahtera, dan tangguh hadapi bencana,”
tutur Adita. (*)