Terlepas dari polemik pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Pulau Kalimantan yang tengah terjadi di ruang publik, perlu dipikirkan bagaimana IKN menjadi kota yang pro lingkungan berwawsan ekologi baru. Kota Nusantara, begitu nama IKN yang baru, juga harus bisa menjadi model bagi kota-kota lain di Indonesia untuk merespons isu diseputar krisis iklim yang menjadi perhatian dunia.
Proses ini harusnya sudah dimulai karena pembangunan Kota Nusantara juga akan segera dilakukan pasca penetapan UU IKN oleh DPR. Tentu perhatian tidak hanya kepada siapa yang layak menjadi Kepala Otorita IKN, tapi sudah harus meningkat pada isu apakah Kepala Otorita ini memahami bagaimana membangun peradaban baru yang menjadikan kota ini pro lingkungan.
Paradigma Ekologi Baru
Isu seputar bagaimana menjadikan kota sebagai basis mengelola lingkungan memang perlu dikembangkan karena kapasitas pemimpin kota memungkinkan untuk mengambil tindakan segera. Ihnji Jon (2021) dalam bukunya Cities in the anthropocene: new ecology and urban politics yang menggambarkan paradigma kehidupan yang memandang agen non manusia sangat mempengaruhi peradaban kota hari ini.
Sebut saja apa yang tengah berlangsung sekarang seperti perubahan iklim, evolusi mikro organisma di sekitar kita, dan keberadaan augmented intelengence yang mampu mengombinasikan kemampuan manusia dan teknologi. Semua itu sudah menjadi keseharian umat manusia dan mempengaruhi perilaku dan tindakan mereka.
Ekologi baru sudah tidak lagi sekedar membicarakan tentang implikasi moral dalam kerusakan lingkungan dan alam semesta. Juga bukan sekedar tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengurangi dampak dari kerusakan lingkungan tersebut.
Namun arahnya bergeser bagaimana menjadikan manusia sebagai bagian dari lingkungan dan alam semesta dan tidak sekedar bereaksi balik terhadap kerusakan lingkungan yang disuarakan oleh banyak pihak, termasuk negara-negara maju. Ekologi baru harus bisa menempatkan tindakan manusia agar pro lingkungan menjadi bagian pengalaman sehari-hari mereka untuk mencintai alam berpadu dengan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.
Paradigma ini menegaskan manusia menjadi aktor utama dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya baik yang hidup maupun yang tidak yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Manusia bertanggung jawab menjaga kelangsungan lingkungan secara bertanggung jawab, melestarikannya untuk kesejahteraan umat manusia.
Kota-kota di dunia harus dapat menjadi penggerak aksi pro lingkungan karena kekuatannya yang terbukti mempengaruhi sosial, ekonomi dan politik global. Bahkan jejaring para pemimpin kota di dunia dalam menyuarakan tentang pentingnya pembangunan yang pro lingkungan ini menjadi agenda penting abad ini.
Sebut saja beberapa organisasi yang menyertai kampanye ini seperti C40 Cities Climate Leadership Group, United Nation’s Cities for Climate Protection Campaign, dan Cities With Nature dari Pemerintah Daerah untuk Keberlanjutan (ICLEI). Lebih jauh Ihnji Jon menegaskan gerakan yang diprakarsai oleh para pemimpin kota-kota di dunia dapat mendorong hadirnya agenda bersama yang berorientasi pada paradigma ekologi baru yang melewati sempadan ideologi dan politik yang partisan. Apalagi banyak kota telah menjadi basis politik praktis partai tertentu untuk menggalang dukungan masyarakat.
Membangun IKN
Faktanya infrastruktur Kota Nusantara sudah mulai disiapkan. Bahkan gedung-gedung pemerintahan akan segera dimulai pembangunannya seusai diterbitkannya UU IKN. Pembangunan Kota Nusantara ini diperkirakan akan menghabiskan uang sebesar Rp 466,98 triliun dan jelas akan menjadi rebutan pengembang untuk mendapatkan proyek IKN.
Pengalaman selama ini proyek pembangunan besar selalu berhadapan dengan masalah lingkungan di sekitar pembangunan tersebut. Belum lagi masalah hak masyarakat adat dalam mengelola tanah ulayat mereka yang akan menjadi masalah baru dalam proses pembangunan Kota Nusantara ini. Walaupun ada kajian mengenai dampak lingkungannya, namun seringkali kajian ini tidak menjadi perhatian para pengembangan guna mengefisiensikan pengeluaran proyek yang mereka kerjakan. Akibatnya pembangunan Kota Nusantara ini tidak lagi pro lingkungan yang berwawasan ekologi baru.
Wilayah Kota Nusantara yang berada di Kabupaten Penajam Paser Utara adalah kawasan baru yang jelas akan mengubah ekosistem dengan limpahan keanekaragaman hayati yang ada. Masalah yang akan muncul adalah munculnya dalam setiap mega proyek adalah hilangnya pertimbangan bagaimana mendahulukan keselamatan lingkungan untuk mengatasi kerumitan pembangunan yang akan dihadapi atas nama efisiensi.
Akibatnya kerusakan alam sekitar tidak terhindarkan dan menjadi masalah baru di sekitar kawasan IKN. Padahal pembangunan Kota Nusantara akan diproyeksikan menjadi kota peradaban baru yang berbasis inovasi, teknologi, dan ekonomi hijau. Pada akhirnya, pembangunan Kota Nusantara ini dapat menjadi model di tengah kompetitifnya kota-kota di dunia.
Mewujudkan visi Kota Nusantara sebagaimana yang diinginkan Presiden Jokowi bukanlah perkara mudah. Oleh karena itu, desain utama mewujudkan harapan tersebut harus sudah dimulai dari awal pembangunan IKN termasuk menegaskan kepada pihak swasta tentang visi ini agar pembangunannya berwawasan ekologi baru.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah proses pembangunan Kota Nusantara ini tidak akan lepas dari kepentingan ekonomi kapitalisme global yang bisa saja mengabaikan visi Kota Nusantara yang disampaikan Presiden Jokowi. Dalam proses pembangunan Kota Nusantara tersebut kepentingan semua pihak akan bersaing sehingga memunculkan kartel politik yang ikut mengincar proyek IKN ini. Apalagi proses pembangunan Kota Nusantara ini akan segera dimulai setelah terbitnya UU IKN yang bersamaan waktunya dengan tahapan pelaksanaan Pemilu 2024.
Belajar dari pengalaman selama ini, mega proyek yang dikerjakan pihak swasta selalu memunculkan skandal besar yang melibatkan mereka yang memiliki kekuasaan. Walaupun tidak terkait langsung dengan kerusakan lingkungan, tapi dampak dari kemunculan kartel politik ini justru mengorbankan efisiensi melaksanakan pembangunan Kota Nusantara. Muaranya adalah pada kepentingan pihak swasta yang menginginkan efisiensi dengan cara mengurangi anggaran untuk penyelamatan ekosistem di sekitar Kota Nusantara.
(Asrinaldi A, Dosen Ilmu Politik dan Studi Kebijakan Universitas Andalas)