Pilgub Sumbar 2024: Kini Rakyat Tunggu Komitmen, Bukan Mimpi

Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.

Prof Dr Syafruddin Karimi SE MA (Foto: ist)

Pemilihan Gubernur Sumatera Barat semakin mendekat, dan kedua pasangan calon sudah memulai kampanye mereka. Momen ini penting karena rakyat menantikan gagasan yang akan ditawarkan oleh masing-masing calon, tetapi lebih dari itu, mereka menunggu komitmen yang dapat dijadikan pegangan, bukan sekadar mimpi indah yang dijual dengan retorika. Gagasan mungkin menarik, tetapi tanpa komitmen yang kuat, semua janji hanya akan menjadi angan-angan kosong.

Kondisi di Sumatera Barat memperlihatkan berbagai masalah besar yang belum terselesaikan. Pembangunan infrastruktur seperti Stadion Utama Sumatera Barat yang belum selesai, jalan-jalan strategis yang terbengkalai, hingga proyek Jalan Tol Padang-Pekanbaru yang terganjal masalah pembebasan lahan. Selain itu, persoalan sosial seperti tawuran antar-pelajar, perilaku menyimpang, dan kekerasan terhadap perempuan dan anak terus menjadi tantangan serius bagi daerah ini. Situasi ini menuntut solusi konkret yang hanya bisa datang dari pemimpin yang berkomitmen penuh untuk menyelesaikannya.

Namun, di tengah maraknya politik transaksional, gagasan sering kali kalah dengan janji-janji materiil seperti sembako gratis atau bantuan langsung tunai. Politik pragmatis ini telah mencederai proses demokrasi yang seharusnya mengedepankan pertarungan ide dan komitmen nyata. Rakyat harus disadarkan bahwa yang mereka butuhkan bukanlah mimpi-mimpi yang sulit diwujudkan, tetapi komitmen yang bisa dipegang untuk masa depan yang lebih baik.

Kedua pasangan calon, Mahyeldi-Vasco dan Epyardi-Ekos, harus mulai membangun kesadaran ini. Bukan hanya sekadar menawarkan mimpi, tetapi memastikan bahwa yang mereka jual kepada masyarakat adalah komitmen untuk membawa perubahan nyata. Gagasan yang mereka tawarkan harus diiringi dengan komitmen yang jelas: kapan akan dilaksanakan, bagaimana caranya, dan sejauh mana dampaknya dapat dirasakan langsung oleh rakyat. Rakyat Sumatera Barat tidak lagi bisa dibujuk dengan janji kosong. Mereka membutuhkan bukti komitmen yang dapat diukur dan dipertanggungjawabkan.

Lebih dari itu, para calon Gubernur dan Wakil Gubernur harus bertanggung jawab atas setiap gagasan yang dijual kepada pemilih. Mereka wajib menyatakan komitmen penuh bahwa jika tidak membuktikan kinerja sesuai dengan janji-janji yang telah mereka tawarkan, maka mereka bersedia mempertanggungjawabkan kegagalan tersebut. Tanggung jawab ini bukan sekadar formalitas, melainkan moral dan politik. Ketika seorang calon berjanji, ia harus siap mempertaruhkan kredibilitasnya jika gagal memenuhi ekspektasi masyarakat.

Selain itu, tim pemenangan juga memegang tanggung jawab moral atas calon yang mereka pasarkan. Jika calon yang mereka dukung ternyata tidak mampu memenuhi komitmen yang telah dijanjikan, maka tim tersebut, yang telah terlibat dalam kampanye dan promosi gagasan, juga harus mempertanggungjawabkan peran mereka dalam membangun harapan di benak masyarakat. Namun, tanggung jawab terbesar tetap ada pada pemenang pemilihan. Jika pada akhirnya mereka tidak memperlihatkan kinerja sesuai dengan komitmen yang pernah diungkapkan dalam program unggulan (Progul), rakyat pemilih akan menuntut tanggung jawab itu secara nyata dalam pemilu berikutnya.

Salah satu isu yang seharusnya menjadi perhatian serius dalam kampanye ini adalah konversi Bank Nagari dari bank konvensional menjadi bank syariah. Dalam pemilihan gubernur sebelumnya, komitmen untuk mengubah Bank Nagari menjadi bank syariah telah menjadi salah satu janji besar. Namun hingga kini, progresnya tidak jelas dan terkesan stagnan. Padahal, konversi Bank Nagari memiliki implikasi besar, terutama mengingat Sumatera Barat kini mengikuti prinsip ABS-SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) sebagai dasar hukum provinsi, yang seharusnya mendorong integrasi ekonomi syariah dalam kebijakan publik.

Ironisnya, konversi yang digadang-gadang sebagai bagian dari program unggulan dalam pilgub lalu, kini berpotensi masuk dalam kategori proyek mangkrak atau bahkan dilupakan. Padahal, Bank Nagari Syariah seharusnya menjadi ikon keberhasilan penerapan ekonomi syariah di Sumatera Barat dan selaras dengan nilai-nilai ABS-SBK yang menjadi identitas masyarakatnya. Calon gubernur dan wakil gubernur, serta partai-partai pengusungnya, perlu memperbarui komitmen mereka terkait isu ini. Rakyat tentu menuntut kejelasan: apakah janji ini hanya sekadar retorika, ataukah ada komitmen yang nyata untuk mewujudkannya?

Lebih jauh lagi, partai pendukung dan pengusung juga tidak bisa lepas dari tanggung jawab politik. Sebagai pihak yang memberikan dukungan politik dan menyetujui pencalonan, partai-partai tersebut turut bertanggung jawab atas komitmen yang diemban oleh calon yang mereka usung. Jika pada akhirnya calon tersebut tidak mampu memenuhi janji-janji mereka, partai pendukung akan terkena dampak politik yang signifikan. Rakyat memiliki hak untuk menuntut partai tersebut agar lebih bertanggung jawab dalam memilih kandidat yang berintegritas dan memiliki kapasitas untuk melaksanakan program-program yang mereka janjikan.

Lebih dari sekadar memenuhi janji, rakyat juga berharap agar calon gubernur dan wakil gubernur tampil sebagai negarawan, bukan sekadar politisi yang hanya merespon hasrat pasar suara. Mereka harus menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap moralitas dan integritas politik, serta menjauhi praktik-praktik yang merusak proses demokrasi seperti menyogok pemilih. Demokrasi akan kehilangan maknanya jika calon pemimpin hanya berfokus pada cara-cara instan untuk mendapatkan suara, bukan pada pencerdasan pemilih agar rasional dalam memilih. Dalam demokrasi yang sehat, pemimpin seharusnya berkomitmen untuk mencerdaskan pemilih, bukan membodohi mereka dengan trik dan tipu daya.

Selain moralitas dan komitmen politik, Sumatera Barat juga sangat membutuhkan perubahan strategi kebijakan yang lebih progresif dan visioner. Tidak etis bagi pengambil kebijakan untuk membiarkan lebih dari 50% petani di Sumbar tergolong sebagai petani gurem. Masalah besar lainnya adalah fakta bahwa rata-rata rumah tangga pertanian hanya menguasai kurang dari 0,5 hektar lahan. Bagaimana mungkin kesejahteraan petani dapat meningkat jika mereka terus dibiarkan miskin lahan? Kondisi objektif sektor pertanian di Sumbar ini menuntut gubernur dan wakil gubernur yang memiliki komitmen kuat untuk melakukan redistribusi lahan HGU yang hampir habis masa berlakunya kepada petani miskin lahan dan petani gurem.

Tanpa langkah-langkah nyata untuk redistribusi lahan, laju pertumbuhan sektor pertanian akan tetap rendah. Pertumbuhan sektor pertanian yang rendah ini pada gilirannya tidak akan mampu mendorong sektor-sektor lain seperti industri manufaktur. Akibatnya, daerah kita akan terus tumbuh lambat. Dalih bahwa Sumatera Barat miskin sumber daya alam sebagai alasan lambatnya pertumbuhan ekonomi tidak lagi dapat diterima. Alasan bahwa tanah ulayat menjadi penghambat pembangunan juga tidak dapat dijadikan justifikasi. Lebih buruk lagi, alasan bahwa orang Minang enggan menjadi buruh di industri tidak masuk akal dan tak boleh lagi digunakan dalam memikirkan kemajuan Sumatera Barat.

Pemahaman yang mendalam dan serius tentang kondisi objektif daerah ini sangat penting bagi setiap calon gubernur dan wakil gubernur. Sumatera Barat membutuhkan perubahan paradigma kebijakan yang fokus pada pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Kemauan keras untuk maju dan pantang mundur adalah syarat mutlak dari para pemimpin yang diharapkan dapat membawa perubahan. Pemilih juga harus menyadari bahwa daerah ini membutuhkan perubahan dalam cara pandang kebijakan pembangunan ekonomi.

Kampanye kali ini harus menjadi ajang bagi kedua pasangan calon untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki komitmen yang dapat dipegang oleh masyarakat. Isu-isu yang ada di Sumatera Barat, baik fisik maupun non-fisik, perlu dihadapi dengan pendekatan yang jelas dan terukur. Misalnya, masalah infrastruktur seperti Stadion Utama dan Jalan Tol Padang-Pekanbaru tidak hanya membutuhkan rencana pembangunan, tetapi juga komitmen untuk menyelesaikannya dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Begitu pula dengan isu sosial seperti tawuran dan kekerasan, yang memerlukan pendekatan komprehensif dan bukan sekadar janji untuk menegakkan hukum.

Pada akhirnya, rakyat Sumatera Barat menunggu lebih dari sekadar mimpi. Mereka menunggu komitmen yang dapat membawa harapan baru. Harapan untuk Sumatera Barat yang lebih baik, lebih maju, dan lebih adil. Dalam konteks ini, pasangan calon yang mampu menunjukkan komitmen sejak awal akan mendapatkan kepercayaan rakyat, sementara mereka yang hanya menjual retorika mimpi akan kehilangan kesempatan untuk memimpin. Pemilihan gubernur ini harus menjadi momentum untuk memilih dengan cerdas, dengan dasar komitmen yang jelas dan dapat diwujudkan, bukan sekadar mimpi yang tidak pernah menjadi kenyataan.

Rakyat menunggu, dan saatnya pasangan calon menjawab harapan itu dengan komitmen, bukan sekadar mimpi.

*Penulis: Prof. Dr. Syafruddin Karimi, SE. MA (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB Universitas Andalas)

Baca Juga

Menurunkan Suku Bunga: Upaya Meningkatkan Ekonomi Daerah dan Tantangan Menghapus Kemiskinan
Menurunkan Suku Bunga: Upaya Meningkatkan Ekonomi Daerah dan Tantangan Menghapus Kemiskinan
Fenomena Peningkatan Kemiskinan Ekstrem di Sumatera Barat: Analisis dan Solusi
Fenomena Peningkatan Kemiskinan Ekstrem di Sumatera Barat: Analisis dan Solusi
TANAH ULAYAT TOL PADANG-PEKANBARU
Sampai Kapan Kelok 9 Harus Tunggu Solusi?
Menakar Kekuatan Calon Wali Kota Padang
Menakar Kekuatan Calon Wali Kota Padang
Mereksturisasi Kapasitas Pengelolaan Keterbukaan Informasi Publik
Mereksturisasi Kapasitas Pengelolaan Keterbukaan Informasi Publik
Menunggu Berkah Sosial Haji
Menunggu Berkah Sosial Haji