Langgam.id - Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang mencopot Arief Budiman dari jabatan ketua KPU dinilai jauh dari kewenangan lembaga tersebut.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhani mengatakan, dalam putusannya DKPP menganggap upaya hukum yang dilakukan oleh anggota KPU Evi Novida Ginting sebagai pembangkangan.
"Padahal, dalam negara hukum, setiap warga negara yang merasa haknya dirugikan, yang ditempuh tentu upaya hukum. Gugatan ke PTUN adalah upaya hukum yang sah. Arief diberi sanksi etik, karena datang menemui Evi di hari pendaftaran gugatan ke PTUN Jakarta. Sikap DKPP ini tidak tepat menurut saya," kata Fadli, saat dihubungi Langgam.id, Rabu (13/1/2021).
Di dalam putusannya, DKPP menilai putusan PTUN Jakarta, khusus bagian amar yang memerintahkan mengembalikan kedudukan Evi sebagai anggota KPU tidak dapat dieksekusi. "Ini terlalu jauh di luar kewenangan DKPP menilai Putusan PTUN," tuturnya.
Menurutnya, hal itu termasuk menyimpulkan keputusan presiden yang mencabut keputusan sebelumnya atas permberhentian Evi, setelah PTUN Jakarta memenangkan gugatan evi. "DKPP melakukan kesimpulan atas kepres itu tanpa ada upaya klarifikasi atau memanggil setneg ke persidangan."
Jika diikuti cara berpikir DKPP, kata Fadli, akan menimbulkan kebuntuan dan ketidakpastian hukum baru. " Sebab, DKPP mengehendaki Evi tidak dikembalikan sebagai anggota KPU. Sementara, presiden sudah memcabut SK pemberhetian Evi. Ini akan jadi soal. Bagaimana posisi Evi. Dan paling penting tentu saja, bagaimana pengisian anggota KPU RI yg harusnya 7 orang. Aneh menurut saya putusan ini," katanya.
Sebelumnya, DKPP dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 123-PKE-DKPP/X/2020 pada Rabu (13/1/2021) mencopot Arief Budiman dari jabatan ketua KPU. Perkara itu disidangkan DKPP berdasarkan aduan dari seseorang bernama Jupri. Ia mempersoalkan tindakan Arief menemani anggota KPU non-aktif Evi Novida Ginting Manik, saat menggugat Surat Keputusan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) nomor 34/P Tahun 2020 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 18 Maret 2020.
Arief juga disoal karena menerbitkan surat mengaktifkan kembali selaku anggota KPU, pasca diterbitkannya Keppres oleh presiden yang mencabut pemecatan Evi.
Menurutnya Fadli, tindakan Arief menerbitkan SK mengaktifkan kembali Evi Novida Ginting tersebut hanyalah persoalan administrasi. "Anehnya, DKPP hanya mempermasalahkan putusan KPU nya saja, sementara Kepresnya mereka anggap benar," katanya. (*/Ela)